Makassar (ANTARA) - Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan(Gakkum KLHK) Wilayah Sulawesi menetapkan tersangka berinisial AB (49) beralamat di Dusun Roroi, Desa Parumpanai, Kecamatan Wasuponda, Kabupaten Luwu Timur, selaku pemodal (donatur) dalam kasus pembukaan lahan ilegal di kawasan hutan konservasi Cagar Alam Faruhumpenai, Kabupaten Luwu Timur.
"Akibat perbuatan tersebut, tersangka AB diancam hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp7,5 miliar," kata
Kepala Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum LHK Wilayah Sulawesi, Aswin Bangun dalam keterangan di Makassar, Selasa.
Dia mengatakan, kasus ini berawal dari adanya aduan masyarakat yang mengatakan bahwa ada alat berat (ekskavator) yang sedang melakukan pembukaan lahan untuk dijadikan kebun di dalam kawasan hutan Cagar Alam Faruhumpenai di Dusun Palauru/ Desa Parumpanai Kecamatan Wasuponda Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulsel.
Dari informasi tersebut, Balai Gakkum Sulawesi membentuk tim operasi gabungan Bersama dengan Sub Den Pom XIV/1-3 Palopo untuk melakukan penindakan pengamanan dan perlindungan hutan di Kabupaten Luwu Timur.
Tim operasi menemukan satu unit ekskavator Merk Hitachi warna jingga di dalam kawasan Cagar Alam Faruhumpenai yang diduga telah digunakan untuk membuka dan mengolah lahan menjadi kebun untuk ditanami sawit, sehingga Tim operasi mengamankan alat berat tersebut dan mencari tahu siapa pemilik lahan dan pemiliknya..
Dari hasil pencarian dan penyelidikan, Tim memperoleh data dan informasi bahwa saudara AB (49) sebagai pemilik lahan/pemodal, modus operandi pelaku yakni membeli lahan yang berada dalam kawasan hutan lindung dan cagar alam dengan mengatasnamakan masyarakat, kemudian dibuka dengan menggunakan ekskavator untuk menambah kebun miliknya yang sudah ada sekitar lima hektare dalam kawasan.
Setelah dilakukan pemeriksaan saksi dan alat bukti lainnya maka penyidik menetapkan saudara AB (49) sebagai tersangka dan pelaku ditahan di Rumah Tahanan Titipan Polda Sulsel guna proses penyidikan lebih lanjut.
Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi menduga telah terjadi tindak pidana kehutanan berupa mengerjakan, dan/ atau menggunakan dan/atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud pada Pasal 78 ayat (3) jo 50 ayat (2) huruf ”a” Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang telah diubah pada Pasal 36 angka 17 dan angka 19 Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang dan atau setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam.
Sebagaimana dimaksud pada Pasal 40(1) jo Pasal 19(1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan ancaman pidana paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 7.500.000.000 (tujuh miliar lima ratus ribu rupiah).
Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, Aswin Bangun mengapresiasi kerja tim operasi dan tim penyidik Gakkum KLHK atas kerja cepat dalam penanganan kasus tersebut, segera mendalami dan menelusuri pihak terkait untuk pengembangan lebih lanjut.
"Akibat perbuatan tersebut, tersangka AB diancam hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp7,5 miliar," kata
Kepala Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum LHK Wilayah Sulawesi, Aswin Bangun dalam keterangan di Makassar, Selasa.
Dia mengatakan, kasus ini berawal dari adanya aduan masyarakat yang mengatakan bahwa ada alat berat (ekskavator) yang sedang melakukan pembukaan lahan untuk dijadikan kebun di dalam kawasan hutan Cagar Alam Faruhumpenai di Dusun Palauru/ Desa Parumpanai Kecamatan Wasuponda Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulsel.
Dari informasi tersebut, Balai Gakkum Sulawesi membentuk tim operasi gabungan Bersama dengan Sub Den Pom XIV/1-3 Palopo untuk melakukan penindakan pengamanan dan perlindungan hutan di Kabupaten Luwu Timur.
Tim operasi menemukan satu unit ekskavator Merk Hitachi warna jingga di dalam kawasan Cagar Alam Faruhumpenai yang diduga telah digunakan untuk membuka dan mengolah lahan menjadi kebun untuk ditanami sawit, sehingga Tim operasi mengamankan alat berat tersebut dan mencari tahu siapa pemilik lahan dan pemiliknya..
Dari hasil pencarian dan penyelidikan, Tim memperoleh data dan informasi bahwa saudara AB (49) sebagai pemilik lahan/pemodal, modus operandi pelaku yakni membeli lahan yang berada dalam kawasan hutan lindung dan cagar alam dengan mengatasnamakan masyarakat, kemudian dibuka dengan menggunakan ekskavator untuk menambah kebun miliknya yang sudah ada sekitar lima hektare dalam kawasan.
Setelah dilakukan pemeriksaan saksi dan alat bukti lainnya maka penyidik menetapkan saudara AB (49) sebagai tersangka dan pelaku ditahan di Rumah Tahanan Titipan Polda Sulsel guna proses penyidikan lebih lanjut.
Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi menduga telah terjadi tindak pidana kehutanan berupa mengerjakan, dan/ atau menggunakan dan/atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud pada Pasal 78 ayat (3) jo 50 ayat (2) huruf ”a” Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang telah diubah pada Pasal 36 angka 17 dan angka 19 Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang dan atau setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam.
Sebagaimana dimaksud pada Pasal 40(1) jo Pasal 19(1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan ancaman pidana paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 7.500.000.000 (tujuh miliar lima ratus ribu rupiah).
Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, Aswin Bangun mengapresiasi kerja tim operasi dan tim penyidik Gakkum KLHK atas kerja cepat dalam penanganan kasus tersebut, segera mendalami dan menelusuri pihak terkait untuk pengembangan lebih lanjut.