Makassar (ANTARA) - Pemerintah Kota Makassar bersama Forum Multi Sektor (FMS) Percepatan Eliminasi Tuberkulosis Makassar mengedukasi sejumlah jurnalis di Kota Makassar untuk lebih mengenal penyakit TBC atau Tuberkolosis.
Kegiatan ini digelar untuk meningkatkan pemahaman para jurnalis terkait TBC agar menghasilkan karya jurnalistik yang ramah terhadap penderita TBC dan meningkatkan pengetahuan masyarakat terkait upaya pencegahan hingga pengobatan TBC.
"Sosialisasi ini penting mengingat Makassar termasuk daerah tertinggi penyakit yang ditularkan lewat udara (TB)," ujar Tim FMS Eliminasi TBC sekaligus pengelola program TBC Dinas Kesehatan Kota Makassar Sierli Natar di Makassar, Kamis.
Tercatat, sebanyak 5.444 kasus kasus di Kota Daeng dari estimasi 14 ribu lebih kasus sejak Januari - September 2023. TBC merupakan penyakit menular langsung manusia ke manusia, bisa menyerang paru dan organ bagian tubuh lainnya seperti tulang kelenjar, kulit dan lainnya.
Menurut Sierli, penanganan TBC harus dilakukan bersama-sama yang bukan hanya menjadi tugas pemerintah seperti Dinas Kesehatan, namun semua pihak khususnya masyarakat dan utamanya jurnalis memiliki peran dalam penanganan penyakit menular tersebut.
Sehingga FMS dibentuk untuk mempercepat langkah-langkah penanganan TBC secara menyeluruh, yang pembentukannya berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 67 tahun 2021 tentang penanggulangan tuberkulosis. Menyusul kasus TBC di Indonesia, masuk dalam kategori tertinggi secara global.
"Jadi Indonesia masuk peringkat dua dunia, estimasi sebanyak 1.060.000 kasus tahun 2023, itu naik dibanding tahun 2021 hanya 989.000 kasus," katanya.
Sejumlah faktor penyebab TBC seperti merokok, kekurangan nutrisi, HIV, diabetes dan penyalahgunaan alkohol. Termasuk gejala seperti batuk berdahak, sesak napas dan nyeri dada, badan lemas, nafsu makan berkurang, demam meriang berkepanjangan, berat badan menurun dan berkeringat malam hari tanpa berkegiatan.
Cara mencegah TBC bisa dilakukan dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, makan makanan bergizi dan tidak meludah sembarangan. Sementara langkah penanganan penderita TBC yaitu pengobatan selama enam bulan lamanya.
"Kalau pengobatan tidak tuntas, kuman berubah jadi kebal sehingga pengobatan bertambah menjadi sembilan sampai 24 bulan. Jadi satu penderita TBC tidak diobati, bisa menulari 10 sampai 15 orang di sekitarnya," urainya.
Bahaya penularan TBC juga menjadi perhatian salah satu jurnalis senior di Makassar, Ruby Sudikio. Baginya, sosialisasi TBC kepada rekan Pers menjadi langkah tepat untuk menjembatani pemerintah dengan masyarakat untuk turut mensosialisasikan TBC melalui media massa.
Begitu pula bagi rekan sejawatnya, penyiar Raz FM ini mengapresiasi giat ini sebagai salah satu jembatan informasi bagi jurnalis, agar semakin paham tentang bentuk penularan hingga pencengahan penyakit TBC.
"Harapan saya, teman-teman bisa lebih rajin menulis isu kesehatan, jangan hanya di saat ada kasus lalu media ramai menulis dan memberitakan. Kiranya kita perlu bersinergi," ujar Ruby sebagai salah satu Pengurus Ruang Jurnalis Perempuan (RJP).
Kegiatan ini digelar untuk meningkatkan pemahaman para jurnalis terkait TBC agar menghasilkan karya jurnalistik yang ramah terhadap penderita TBC dan meningkatkan pengetahuan masyarakat terkait upaya pencegahan hingga pengobatan TBC.
"Sosialisasi ini penting mengingat Makassar termasuk daerah tertinggi penyakit yang ditularkan lewat udara (TB)," ujar Tim FMS Eliminasi TBC sekaligus pengelola program TBC Dinas Kesehatan Kota Makassar Sierli Natar di Makassar, Kamis.
Tercatat, sebanyak 5.444 kasus kasus di Kota Daeng dari estimasi 14 ribu lebih kasus sejak Januari - September 2023. TBC merupakan penyakit menular langsung manusia ke manusia, bisa menyerang paru dan organ bagian tubuh lainnya seperti tulang kelenjar, kulit dan lainnya.
Menurut Sierli, penanganan TBC harus dilakukan bersama-sama yang bukan hanya menjadi tugas pemerintah seperti Dinas Kesehatan, namun semua pihak khususnya masyarakat dan utamanya jurnalis memiliki peran dalam penanganan penyakit menular tersebut.
Sehingga FMS dibentuk untuk mempercepat langkah-langkah penanganan TBC secara menyeluruh, yang pembentukannya berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 67 tahun 2021 tentang penanggulangan tuberkulosis. Menyusul kasus TBC di Indonesia, masuk dalam kategori tertinggi secara global.
"Jadi Indonesia masuk peringkat dua dunia, estimasi sebanyak 1.060.000 kasus tahun 2023, itu naik dibanding tahun 2021 hanya 989.000 kasus," katanya.
Sejumlah faktor penyebab TBC seperti merokok, kekurangan nutrisi, HIV, diabetes dan penyalahgunaan alkohol. Termasuk gejala seperti batuk berdahak, sesak napas dan nyeri dada, badan lemas, nafsu makan berkurang, demam meriang berkepanjangan, berat badan menurun dan berkeringat malam hari tanpa berkegiatan.
Cara mencegah TBC bisa dilakukan dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, makan makanan bergizi dan tidak meludah sembarangan. Sementara langkah penanganan penderita TBC yaitu pengobatan selama enam bulan lamanya.
"Kalau pengobatan tidak tuntas, kuman berubah jadi kebal sehingga pengobatan bertambah menjadi sembilan sampai 24 bulan. Jadi satu penderita TBC tidak diobati, bisa menulari 10 sampai 15 orang di sekitarnya," urainya.
Bahaya penularan TBC juga menjadi perhatian salah satu jurnalis senior di Makassar, Ruby Sudikio. Baginya, sosialisasi TBC kepada rekan Pers menjadi langkah tepat untuk menjembatani pemerintah dengan masyarakat untuk turut mensosialisasikan TBC melalui media massa.
Begitu pula bagi rekan sejawatnya, penyiar Raz FM ini mengapresiasi giat ini sebagai salah satu jembatan informasi bagi jurnalis, agar semakin paham tentang bentuk penularan hingga pencengahan penyakit TBC.
"Harapan saya, teman-teman bisa lebih rajin menulis isu kesehatan, jangan hanya di saat ada kasus lalu media ramai menulis dan memberitakan. Kiranya kita perlu bersinergi," ujar Ruby sebagai salah satu Pengurus Ruang Jurnalis Perempuan (RJP).