Makassar (ANTARA Sulsel) - Fakultas perikanan Universitas Muslim Indonesia meneliti pakan udang pengganti Artemia yang selama pengadaannya membutuhkan biaya sekitar Rp19,5 miliar per tahun di Sulsel.

"Artemia Salina merupakan salah satu jenis pakan hidup bagi larva udang maupun ikan di usaha pembenihan (hatchery). Selama ini pakan hidup tersebut belum mampu diproduksi di dalam negeri," kata Ketua dekan Fakultas perikanan Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Prof M Hatta Fattah di Makassar, Jumat.

Menurut dia, untuk memenuhi kebutuhan usaha pembenihan udang di Sulawesi Selatan, sedikitnya setiap tahun harus dikeluarkan biaya sekitar Rp19.5 miliar.

Sementara selama tiga tahun terakhir telah ditemukan populasi udang suppa (Phronima sp) yang berpotensi menggantikan fungsi artemia di pembenihan udang.

Ia mengatakan, jenis mikro crustacea ini berasal dari genus Phronima. Bagi petambak di daerah Wiringtasi kecamatan Suppa mahluk kecil penghuni dasar tambak itu disebutnya Were atau wereng karena tumbuh secara alami dan bersifat endemik pada lokasi tambak tertentu.

"Udang yang memakan makanan alami itu cenderung lebih cepat besar dan sehat, karena di dalam tubuh pakan alami lokal itu diduga kaya nutrien dan berperan penting dalam pembentukan sistem immunitas untuk larva, juvenil, induk ikan dan crustaceanm," katanya.

Selain itu juga memiliki peran penting dalam perbaikan substrat dan lingkungan tambak. Sehingga pakan alami lokal Suppa ini berpotensi sebagai pengganti Artemia salina yang masih diimpor dari negara Eropa.

Menurut Hatta, kebutuhan pengusaha pembibitan udang dan ikan di Sulsel akan impor Artemia salina mencapai sekitar 30.000 kaleng per tahun atau senilai Rp19.5 milyar.

"Tahun 2014 kami akan melakukan kajian lapangan tentang penggunaan pakan alami lokal phronima suppa sebagai pakan bagi larva udang di hatchery," ungkapnya.

Selaku putra daerah Hatta Fattah akan terus melakukan kajian agar phronima suppa bisa gantikan pakan udang artemia yang selama ini didatangkan dari luar negeri dengan biaya mahal. Hal ini cukup berpeluang untuk meningkatkan kesejahteraan warga Suppa dan warga Pinrang pada umumnya.

Ia mengatakan, jika pengusaha hatchery menggunakan pakan lokal maka bisa menekan biaya produksi yang berdampak positif terhadap petambak karena akan mendapatkan benih udang dengan harga lebih rendah dari harga sekarang.

Salah seorang pengusaha hatchery Kecamatan Suppa, Ir Taufik cukup mendukung upaya Prof Hattah yang melakukan penelitian agar pakan alami phronima bisa gantikan peran artemia sehingga biaya produksi hatchery bisa ditekan. Dikatakan Taufik, kualitas benih udang sangat ditentukan oleh pemberian pakan yang berkualitas.

Salah satu jenis pakan yang paling baik digunakan di hartchery adalah artemia, namun harganya cukup mahal yang menembus ratusan ribu rupiah perkaleng kecil sehingga mempengaruhi harga jual benur udang kepada petambak.

Selain untuk gantikan pakan artemia, phronima suppa terus dikembangkan ke petambak lain di Pinrang. Seperti tahun 2014 Dinas Kelautan dan Perikanan Pinrang akan menganggarkan kegiatan percontohan budidaya udang menggunakan pakan alami lokal phronima suppa disejumlah lokasi tambak di Pinrang. A Lazuardi

Pewarta : Suriani Mappong
Editor :
Copyright © ANTARA 2024