Kupang (ANTARA Sulsel) - Solidaritas warga yang tergabung dalam Forum Masyarakat Peduli Walfrida Soik, menggelar aksi damai berjalan keliling Kota Atambua, Kabupaten Belu, NTT, memohon pengurangan hukuman bagi tenaga kerja bawah usia itu, Sabtu.

"Aksi berjalan kaki yang dilakukan oleh seluruh anggota kaukus di wilayah batas Negara RI-Timor Leste dan seluruh warga Kota Atambua itu kita awali dari lapangan umum Kota Atambua dan akan berakhir di gedung olahraga," kata Koordinator Forum Masyarakat Peduli Walfrida Soik, Anna Tiwu yang dihubungi dari Kupang Sabtu.

Dia mengatakan, pelaksanaan 'long march' itu dimulai sekitar pukul 16.00 Wita dan terus akan berkahir di GOR Kabupaten Belu, yang dilanjutkan dengan pemutaran kisah perjalanan Walfirda Soik, hingga berakhir di kursi pesakitan Mahkamah Tinggi Johor Bahru, Kota Bahru, Kelantan, Malaysia, karena tuduhan membunuh majikannya.

Ketua Yayasan Perempuan Belu Bangkit ini mengatakan, aksi yang melibatkan seluruh kaukus perempuan dan anak, organisasi masyarakat peduli keadilan dan hukum, serta hampir seluruh warga Kota Atambua itu, selain untuk meringankan hukuman, tetapi juga sebagai kampanye agar kasus yang menimpa Walfirda Soik, tenaga kerja wanita yang telah menjadi korban perdagangan anak itu, tidak lagi terulang.

"Biarlah Walfrida menjadi titik akhir dari sebuah kisah pilu anak-anak dan warga pencari kerja dari Kabupaten Belu dan juga Indonesia pada umumnya," kata Anna.

"Kita sangat berharap ada mukjizat berupa pengurangan hukuman terhadap kisah Walfrida ini, termasuk ada pengurangan hukuman dan bebas dari hukuman mati, pada vonis putusan hakim di 30 Januari nanti," kata anggota DPRD Kabupaten Belu, Fraksi Demokrat ini.

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Nusa Tenggara Timur Sarah Lerry Mboeik mengatakan, tenaga kerja wanita asal Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur Walfrida Soik, berpeluang bebas dari deraan hukuman mati yang sedang mengancamnya di Mahkamah Tinggi Johor Bahru, Kota Bahru, Kelantan, Malaysia.

Hal itu dikarenakan, pasal 302 Penal Code (Kanun Keseksaan) Malaysia yang sebelumnya dituduhkan kepada Walfrida yang ancaman tertingginya adalah hukuman mati, sudah diganti dengan pasal 304 yang ancaman hukuman maksimalnya adalah hukuman seumur hidup.

Menurut Sarah, pasal tuduhan hukuman mati diubah setelah jaksa mendengar sejumlah saksi pada persidangan beberapa waktu lalu. Para saksi mengatakan usia Walfrida masih anak-anak saat diberangkatkan ke Malaysia, dan merupakan korban perdagangan manusia dengan pola perekrutan saat moratorium pengiriman TKI oleh Pemerintah Indonesia.

Dalam konstitusi Malaysia, katanya, anak-anak tidak boleh dijatuhi hukuman mati. Dengan demikian, bisa dimungkinkan TKI asal Desa Faturika itu akan bebas dari hukuman mati.

Dia mengatakan sidang akan dilanjutkan pada 26 Januari hingga 27 Januari mendatang, dengan memeriksa lima saksi termasuk Direktur RS Jiwa Tampoy, Johor Bharu, Malaysia dr Abdulkadir bin Abubakar, yang pernah melakukan kunjungan ke kampung halaman Walfrida, untuk pendataan rekam jejak tenaga kerja bawah umur itu secara sosio-psikologis dan sosio-ekonomi.

Saksi lainnya yang diharapkan meringankan Walfrida ialah dokter ahli gigi dan dokter ahli tulang. Setelah pemeriksaan saksi, sidang masih akan dilanjutkan pada 29 Januari dan 30 Januari dengan agenda memeriksa saksi Mansor. Mansor adalah saksi yang pertama kali menemukan Walfrida menangis di tepi jalan.  Kaswir



Pewarta : Yohanes Adrianus
Editor :
Copyright © ANTARA 2024