Mamuju (ANTARA) - Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Peternakan (TPHP) Provinsi Sulawesi Barat menyusun langkah strategis dalam mengantisipasi penyebaran penyakit African Swine Fever (ASF) pada ternak babi.
"Kami melakukan pertemuan dengan tim teknis dalam upaya menyusun langkah-langkah untuk mencegah penyebaran penyakit ASF," kata Sekretaris Dinas TPHP Sulbar drh Agus Rauf, di Mamuju, Selasa.
Pertemuan tersebut dihadiri Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Nur Kadar serta Dokter Hewan (Veteriner) lingkup Dinas TPHP Sulbar.
Kegiatan itu lanjut Agus Rauf, merupakan bentuk tindak lanjut atas laporan masyarakat terhadap maraknya kasus kematian ternak babi dan kekhawatiran masyarakat terhadap keamanan konsumsi produk babi akibat penyakit ASF.
"Saya harapkan Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan agar segera melakukan koordinasi dan menentukan langkah-langkah yang cepat dan tepat terkait keluhan masyarakat tersebut," kata Agus Rauf yang juga menjabat sebagai Penjabat Otoritas Veteriner (POV) Sulbar.
Pada rapat konsolidasi tersebut, Agus Rauf meminta Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan segera membuat surat edaran terkait kewaspadaan penyakit ASF, serta aktif melakukan penyuluhan dan sosialisasi penyakit ASF kepada masyarakat.
"Melalui sosialisasi itu diharapkan masyarakat memiliki pemahaman tentang bahaya penyakit ASF yang menyerang babi, sehingga dapat bersama dengan pemerintah berupaya menjaga agar penyakit ASF bisa dihentikan penyebarannya," terang Agus Rauf.
Ia juga meminta seluruh dokter hewan mendukung program KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) mengenai penyakit ASF.
Sebelumnya, yakni pada akhir Januari 2024, warga Desa Boda-boda, Kecamatan Papalang, Kabupaten Mamuju melaporkan adanya lima ekor ternak babi mati dengan tanda, babi tidak mau makan, lemas, hipersalivasi atau banyak mengeluarkan air liur, gemetar, mata merah bahkan diare.
Dinas TPHP Sulbar bersama UPTD Laboratorium Keswan dan Kesmavet kemudian mengirim tim medik veteriner atau dokter hewan untuk melakukan identifikasi terhadap kematian ternak babi tersebut.
Tim Medik Veteriner Dinas TPHP Sulbar drh John menyampaikan, dari hasil investigasi, untuk sementara kasus yang menyerang babi di Desa Boda-Boda tersebut diduga ASF (African Swine Fever).
"Namun, untuk memastikannya kami bersama tim telah melakukan pengambilan sampel darah dan organ untuk dikirim ke Balai Besar Veteriner Maros Sulawesi Selatan untuk peneguhan diagnosa," terang John.
ASF merupakan penyakit pada babi yang sangat menular dan dapat menyebabkan kematian pada babi hingga 100 persen sehingga dapat mengakibatkan kerugian ekonomi yang sangat besar.
Sejauh ini, ASF bukan penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia (zoonosis).
Meski tidak zoonosis, sebaiknya hewan yang terkena atau bergejala ASF untuk tidak dikonsumsi karena tidak masuk aspek ASU (Aman, Sehat, Utuh) serta dikhawatirkan limbah sisa pembuangannya akan menyebarkan penyakit ASF.
"Kami melakukan pertemuan dengan tim teknis dalam upaya menyusun langkah-langkah untuk mencegah penyebaran penyakit ASF," kata Sekretaris Dinas TPHP Sulbar drh Agus Rauf, di Mamuju, Selasa.
Pertemuan tersebut dihadiri Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Nur Kadar serta Dokter Hewan (Veteriner) lingkup Dinas TPHP Sulbar.
Kegiatan itu lanjut Agus Rauf, merupakan bentuk tindak lanjut atas laporan masyarakat terhadap maraknya kasus kematian ternak babi dan kekhawatiran masyarakat terhadap keamanan konsumsi produk babi akibat penyakit ASF.
"Saya harapkan Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan agar segera melakukan koordinasi dan menentukan langkah-langkah yang cepat dan tepat terkait keluhan masyarakat tersebut," kata Agus Rauf yang juga menjabat sebagai Penjabat Otoritas Veteriner (POV) Sulbar.
Pada rapat konsolidasi tersebut, Agus Rauf meminta Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan segera membuat surat edaran terkait kewaspadaan penyakit ASF, serta aktif melakukan penyuluhan dan sosialisasi penyakit ASF kepada masyarakat.
"Melalui sosialisasi itu diharapkan masyarakat memiliki pemahaman tentang bahaya penyakit ASF yang menyerang babi, sehingga dapat bersama dengan pemerintah berupaya menjaga agar penyakit ASF bisa dihentikan penyebarannya," terang Agus Rauf.
Ia juga meminta seluruh dokter hewan mendukung program KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) mengenai penyakit ASF.
Sebelumnya, yakni pada akhir Januari 2024, warga Desa Boda-boda, Kecamatan Papalang, Kabupaten Mamuju melaporkan adanya lima ekor ternak babi mati dengan tanda, babi tidak mau makan, lemas, hipersalivasi atau banyak mengeluarkan air liur, gemetar, mata merah bahkan diare.
Dinas TPHP Sulbar bersama UPTD Laboratorium Keswan dan Kesmavet kemudian mengirim tim medik veteriner atau dokter hewan untuk melakukan identifikasi terhadap kematian ternak babi tersebut.
Tim Medik Veteriner Dinas TPHP Sulbar drh John menyampaikan, dari hasil investigasi, untuk sementara kasus yang menyerang babi di Desa Boda-Boda tersebut diduga ASF (African Swine Fever).
"Namun, untuk memastikannya kami bersama tim telah melakukan pengambilan sampel darah dan organ untuk dikirim ke Balai Besar Veteriner Maros Sulawesi Selatan untuk peneguhan diagnosa," terang John.
ASF merupakan penyakit pada babi yang sangat menular dan dapat menyebabkan kematian pada babi hingga 100 persen sehingga dapat mengakibatkan kerugian ekonomi yang sangat besar.
Sejauh ini, ASF bukan penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia (zoonosis).
Meski tidak zoonosis, sebaiknya hewan yang terkena atau bergejala ASF untuk tidak dikonsumsi karena tidak masuk aspek ASU (Aman, Sehat, Utuh) serta dikhawatirkan limbah sisa pembuangannya akan menyebarkan penyakit ASF.