Makassar (ANTARA) - Panitia Khusus (Pansus) DPRD Provisi Sulawesi Selatan menghadirkan perwakilan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) setempat untuk menggodok Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat.
"Kami wajib menghadirkan pihak dari Kemenkumham untuk mendapat penjelasan terkait kesesuaian, konsistensi serta apa saja untuk diharmonisasi dalam penggodokan ranperda ini," kata Ketua Pansus Andi Januar Jaury Dharwis di Kantor DPRD Sulsel, Makassar, Rabu.
Menurut dia, penggodokan ranperda tersebut menghadirkan pihak Kemenkumham termasuk Dinas Perikanan Pemprov Sulsel dan elemen masyarakat terkait agar lebih presisi serta batang tubuh berkesesuaian setelah dibahas secara kolaboratif.
"Kita butuhkan sebenarnya adalah keterlibatan semua pihak terkait termasuk masyarakat untuk turut menjaga kelestarian terumbu karang. Di sisi lain ada pula area-area perikanan yang bisa ditutup tanpa keterlibatan masyarakat," katanya.
Menurut dia, pembahasan ranperda ini tidak melihat bahwa itu usulan DPRD maupun gubernur, tetapi inisiatif Pemerintah Provinsi Sulsel agar menghasilkan perda yang menjadi dasar kebijakan kepala daerah untuk tetap konsisten menghadirkan kebijakan.
Selain itu, arah dari ranperda tersebut konsepnya sudah ada walaupun kabupaten kota diberi kewenangan mengelola ruang laut dari 0-4 mil. Tetapi, belakangan dicabut dan diambil alih provinsi.
"Melalui ranperda ini akan menjadi ruang untuk menghidupkan kembali modul-modul, bagaimana melibatkan masyarakat dalam mengelola sumber daya alam laut khususnya melindungi terumbu karang yang kini mengalami kerusakan hingga 70 persen," ungkap Januar.
Untuk melindungi terumbu karang dari kerusakan lebih parah, kata dia, tidak cukup kelembagaan 19 kabupaten kota yang memiliki wilayah teritorial laut, sebab ada keterbatasan sumber daya manusianya maupun anggaran.
Oleh karena itu, diperlukan upaya kolaborasi bersama elemen desa melalui Undang-Undang Desa, anggaran desa dalam mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat terhadap perlindungan terumbu karang, sebab mereka yang langsung memelihara serta mengelolanya.
"Ada hal yang unik, karena laut dan terumbu karangnya menjadi kewenangan provinsi, sedangkan masyarakatnya kewenangan kabupaten kota. Di sinilah kita butuhkan political will (kemauan politik) masing-masing untuk satu sasaran, bagaimana nilai tukar nelayan kita bisa naik karena sumber daya perikanan mulai terjaga," katanya menambahkan.
"Kami wajib menghadirkan pihak dari Kemenkumham untuk mendapat penjelasan terkait kesesuaian, konsistensi serta apa saja untuk diharmonisasi dalam penggodokan ranperda ini," kata Ketua Pansus Andi Januar Jaury Dharwis di Kantor DPRD Sulsel, Makassar, Rabu.
Menurut dia, penggodokan ranperda tersebut menghadirkan pihak Kemenkumham termasuk Dinas Perikanan Pemprov Sulsel dan elemen masyarakat terkait agar lebih presisi serta batang tubuh berkesesuaian setelah dibahas secara kolaboratif.
"Kita butuhkan sebenarnya adalah keterlibatan semua pihak terkait termasuk masyarakat untuk turut menjaga kelestarian terumbu karang. Di sisi lain ada pula area-area perikanan yang bisa ditutup tanpa keterlibatan masyarakat," katanya.
Menurut dia, pembahasan ranperda ini tidak melihat bahwa itu usulan DPRD maupun gubernur, tetapi inisiatif Pemerintah Provinsi Sulsel agar menghasilkan perda yang menjadi dasar kebijakan kepala daerah untuk tetap konsisten menghadirkan kebijakan.
Selain itu, arah dari ranperda tersebut konsepnya sudah ada walaupun kabupaten kota diberi kewenangan mengelola ruang laut dari 0-4 mil. Tetapi, belakangan dicabut dan diambil alih provinsi.
"Melalui ranperda ini akan menjadi ruang untuk menghidupkan kembali modul-modul, bagaimana melibatkan masyarakat dalam mengelola sumber daya alam laut khususnya melindungi terumbu karang yang kini mengalami kerusakan hingga 70 persen," ungkap Januar.
Untuk melindungi terumbu karang dari kerusakan lebih parah, kata dia, tidak cukup kelembagaan 19 kabupaten kota yang memiliki wilayah teritorial laut, sebab ada keterbatasan sumber daya manusianya maupun anggaran.
Oleh karena itu, diperlukan upaya kolaborasi bersama elemen desa melalui Undang-Undang Desa, anggaran desa dalam mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat terhadap perlindungan terumbu karang, sebab mereka yang langsung memelihara serta mengelolanya.
"Ada hal yang unik, karena laut dan terumbu karangnya menjadi kewenangan provinsi, sedangkan masyarakatnya kewenangan kabupaten kota. Di sinilah kita butuhkan political will (kemauan politik) masing-masing untuk satu sasaran, bagaimana nilai tukar nelayan kita bisa naik karena sumber daya perikanan mulai terjaga," katanya menambahkan.