Makassar (ANTARA) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI perwakilan Sulawesi Selatan menekankan realisasi belanja Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) tahun anggaran 2023 sebesar Rp1,4 triliun lebih harus dibayarkan sesuai dengan keputusan Gubernur Sulsel.

"Hal itu tentang penetapan dasar tambahan penghasilan pegawai dan besaran tambahan penghasilan pegawai berdasarkan kriteria beban kerja, prestasi kerja, kondisi kerja dan pertimbangan objektif lainnya," kata Auditor Utama (Tortama) Keuangan Negara VI BPK La Ode Nusriadi di Makassar, Kamis.

Namun demikian, penetapan besaran TPP dalam keputusan Gubernur tersebut tidak sepenuhnya berpedoman pada Peraturan Gubernur tentang pemberian TPP tambahan penghasilan pegawai negeri sipil dan calon pegawai negeri sipil sehingga terdapat kelebihan perhitungan TPP sebesar Rp156 miliar lebih.

"Catatan ini harus menjadi fokus perbaikan bagi Pemrpov Sulsel untuk meningkatkan akuntansi dan transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah," paparnya menegaskan.

Sesuai hasil pemeriksaan, kata Nusriadi, di samping permasalahan TPP, sebelumnya BPK juga menyampaikan permasalahan terkait dengan pengendaraan dan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang perlu segera benahi.

Sebab, terdapat pendapatan dan retribusi daerah tahun 2023 sebesar Rp5,67 miliar tidak disetorkan ke kas daerah yang terdiri dari pendapatan retribusi pelayanan pendidikan sebesar Rp3,21 miliar dan pendapatan retribusi penjualan sawit sebesar Rp2,46 miliar.

Hal ini tentunya harus menjadi fokus perbaikan bagi Pemprov Sulsel untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah.

Selain itu, harus dimanfaatkan oleh pimpinan dan anggota DPRD Sulsel dalam rangka melaksanakan fungsinya, baik fungsi anggaran, legislasi maupun pengawasan untuk pembahasan rancangan Perda mengenai pertanggungjawaban APBD Tahun 2023 maupun pembahasan dan penetapan APBD Tahun Anggaran 2024.

Inspektorat juga diharapkan meningkatkan peran aktif pada dua hal. Pertama, mengeskalasi temuan BPK dari satuan kerja ke kerja lainnya dalam instansi yang sama yang tidak tercakup dalam sampel pemeriksaan BPK. Kedua, mengkoordinasikan pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan sesuai kewenangan dan mempercepat proses tersebut.

Meski begitu, kata Nusriadi, Pemprov Sulsel juga berhasil mempertahankan opini Predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) sama pada LKPD tahun anggaran 2022 lalu.

Laporan Hasil Pemeriksaan ini sesuai yang diatur dalam Undang-undang nomor 15 tahun 2004, dan Undang-undang 12 tahun 2006 BPK RI yang memperoleh mandat untuk memeriksa laporan keuangan Pemprov Sulsel Tahun Anggaran 2023.

Ia menyatakan, tanggung jawab BPK RI adalah menyatakan opini atas laporan keuangan berdasarkan pemeriksaan BPK dengan berpedoman pada standar pemeriksaan keuangan negara.

"Melalui standar ini mengharuskan BPK untuk menaati kode etik BPK serta melaksanakan pemeriksaan yang mendalam dalam memperoleh keyakinan yang memadai bahwa laporan keuangan bebas dari kesalahan penyajian material," kata Nusriadi

Penjabat (Pj) Gubernur Sulsel, Prof Zudan menyampaikan bahwa Opini WTP harus disyukuri. Oleh karena itu, maka pembenahan harus dilakukan secara terus-menerus untuk meningkatkan kualitas tata kelola pelayanan publik. Mulai dari transparansi, kecermatan, dan kepatuhan. Sehingga melahirkan akuntabilitas yang tinggi.

"Maka pendapatan retribusi harus kita betulkan, belanja yang tidak tepat harus kita betulkan dan pelaksanaan TPP harus kita review. Sehingga mengambil langkah cepat dalam dua hari ini untuk menyusun matriksnya apa saja temuannya, baik administrasi maupun keuangan," katanya. terangnya.

Ketua DPRD Sulsel Andi Ina Kartika dalam Rapat Paripurna di Kantor DPRD Sulsel menambahkan, penilaian yang diberikan ke Pemprov Sulsel menjadi catatan penting agar ke depan segera memperbaiki dan mesti lebih baik ke depannya.

Pewarta : M Darwin Fatir
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024