Makassar (ANTARA) -
Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Andi Arsjad memaparkan teknis panel harga pangan sebagai upaya pengendalian inflasi dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Bimbingan Teknis (Bimtek) Panel Harga Pangan Tahun 2024 di Maros, Kamis.
Ia menjelaskan kegiatan ini akan menjadi instrumen dalam memotret perkembangan harga di Kabupaten/Kota melalui delapan daerah di Sulsel yang menjadi sampling indeks harga konsumen oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
"Yang dimonitor sekarang ini adalah delapan daerah indeks harga konsumen yang menjadi sampelnya BPS, yang diukur dan dievaluasi setiap pekan yang kita tahu dengan inflasi," ujarnya melalui keterangan resmi yang diterima di Makassar, Kamis.
Ia mengatakan data panel harga itu menjadi salah satu pembanding dari informasi data harga pangan, baik yang dilakukan BPS maupun Dinas Perindustrian dan Perdagangan.
Oleh karena itu, bimtek yang dihadiri 62 enumetator atau petugas lapangan yang membantu tim survei dalam pengumpulan data itu sangat penting agar dalam memberikan informasi harga dan pasokan harga di lapangan melalui panel harga pangan, enumetator dapat mencermati pergerakan harga sebagai sinyal ketersediaan pangan di lokasi.
"Tugas kita tidak gampang karena kita lah yang paling awal mengetahui kondisi perkembangan harga, sehingga itu menjadi rujukan pemerintah dalam mengambil kebijakan. Kebijakan intervensi harga yang dilakukan pemerintah saat ini, salah satunya dengan melihat data panel harga," ujar Andi Arsjad.
Pada kesempatan tersebut Andi yang jabatan defenitifnya Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Sulawesi Selatan ini juga berharap agar para enumerator yang mengikuti bimtek tidak hanya untuk sekedar tahu perkembangan harga pangan dan membuat laporan data saja, tapi juga dapat menganalisa perkembangan harga pangan melalui berbagai kondisi.
Menurut dia, perkembangan harga pangan baik penurunan dan kenaikan harga tidak hanya mengacu pada momentum panen atau hari raya, tapi gejolak atau terjadinya fluktuasi harga juga disebabkan adanya rekayasa harga yang dilakukan oleh spekulan di lapangan.
"Harga saja bisa dimanipulasi oleh dua hal. Pertama, kondisi riil yang ada di lapangan, yang kedua persepsi. Tapi kalau yang disebabkan oleh persepsi, opini dibangun seakan-akan barang tidak ada, padahal banyak. Dimunculkanlah melalui berita-berita yang mempengaruhi pasar akhirnya bergejolak pasar bukan karena tidak ada barang tapi persepsi yang dibangun," urainya.
Selain Pj Sekda, hadir sebagai narasumber dalam kegiatan ini, perwakilan dari Badan Pangan Nasional (Bapanas) RI yakni Deny Eswant Kosasih, dan Didit Setyawan sebagai Analis Pasar Hasil Pertanian.