Makassar (ANTARA) - Koalisi Gerakan Anti Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) di 4 kota di Indonesia mendesak pemerintah dalam upaya penerapan cukai pada MBDK untuk melindungi kesehatan masyarakat dan masa depan anak.

"Hal ini menyikapi kementerian perindustrian yang lebih cenderung ke wacana penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) bagi minuman berpemanis," kata Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Sulawesi Selatan (YLK SS) Ambo Masse yang juga anggota MBDK saat dikonfirmasi di Makassar, Rabu.

Dia mengatakan koalisi MBDK di 4 kota di Indonesia yakni Jakarta, Medan, Lampung dan Makassar tengah aktif melakukan advokasi penerapan cukai pada (MBDK).

Pada pemberitaan media 11 Juli 2002 melansir Dirjen Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika menyebutkan bahwa tujuan penerapan SNI untuk minuman berpemanis sama seperti cukai yaitu guna menekan konsumsi gula, garam dan lemak (GGL).

Kementerian berpendapat penerapan SNI lebih tepat dibandingkan dengan pengenaan cukai, karena dianggap lebih ketat dan membawa konsekuensi pidana bagi pelanggar.

Namun koalisi gerakan anti MBDK berpendapat bahwa langkah ini mungkin tidak sepenuhnya efektif mengurangi konsumsi minuman berpemanis dan mencapai tujuan kesehatan masyarakat.

Hal itu dengan beberapa pertimbangan yakni cukai sebagai instrumen efektif karena pengalaman global menunjukkan bahwa penerapan cukai pada minuman berpemanis telah berhasil menurunkan konsumsi dan meningkatkan kesadaran konsumen tentang dampak buruk dari konsumsi berlebihan gula.

"Cukai memberikan sinyal harga yang kuat kepada konsumen untuk mengurangi konsumsi minuman berpemanis," kata Ambo.

Dia mengatakan, koalisi berpendapat bahwa penundaan penerapan pajak atau cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan di Indonesia memiliki dampak signifikan terhadap ekonomi dan kesehatan, terutama bagi anak-anak.

Pasalnya anak-anak adalah kelompok yang rentan terhadap efek negatif konsumsi gula berlebih yang dapat mempengaruhi kesehatan jangka panjang mereka dan berkontribusi pada masalah ekonomi yang lebih luas.

Dampak penundaan cukai tersebut, lanjut dia, dari valuasi ekonomi negara kehilangan potensi pendapatan yang bisa digunakan untuk program kesehatan anak-anak pendidikan dan infrastruktur kesehatan.

Apalagi kementerian keuangan pada 2023 telah melansir bahwa pendapatan dari cukai minuman berpemanis diharapkan dapat mendanai program kesehatan yang vital bagi anak-anak.

Dampak lainnya dapat membebani ekonomi penyakit jangka panjang, karena konsumsi gula yang tetap tinggi pada anak-anak yang dapat memicu obesitas dan penyakit diabetes pada anak-anak.

Akibatnya kualitas hidup akan menurun dan mempengaruhi masalah kesehatan jangka panjang. Berkaitan dengan hal tersebut koalisi anti MBDK di 4 kota mendesak pemerintah untuk menerapkan cukai untuk MBDK.

Pewarta : Suriani Mappong
Editor : Redaktur Makassar
Copyright © ANTARA 2024