Jakarta (ANTARA) - Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mencecar Politisi Partai Demokrat Taufiqurrahman yang mengajukan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (Undang-Undang DKJ).
Menurut Enny, pokok permohonan Taufiqurrahman seolah-olah menginginkan Mahkamah untuk membuat undang-undang baru, bukan menguji inkonstitusionalitas pasal suatu undang-undang.
“Ini kelihatannya yang mau diminta ini adalah membuat undang-undang baru, bukan undang-undang kekhususan Jakarta,” ujar Enny saat memberi nasihat kepada pemohon Perkara Nomor 75/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Panel MK, Jakarta, Selasa.
Pada perkara ini, Taufiqurrahman ingin MK mengatur agar wali kota atau bupati yang memimpin kota/kabupaten di Jakarta dipilih oleh rakyat. Selain itu, dia juga menginginkan daerah otonom di Jakarta diterapkan sampai ke tingkat kabupaten/kota.
Terkait permohonan itu, Enny menjelaskan bahwa kota/kabupaten administratif di Jakarta merupakan konsekuensi Jakarta menyandang status daerah khusus.
“Kalau kemudian ingin diubah oleh prinsipal, seperti daerah yang menjalankan desentralisasi pada umumnya, ya, jangan dikasih nomenklatur sebagai daerah khusus di sini,” kata Enny.
Menurut dia, Taufiqurrahman harus memahami Undang-Undang DKJ secara menyeluruh. Enny pun mempertanyakan kerugian konstitusional pemohon akibat keberlakuan norma pasal yang digugat.
“Kekhususan itu salah satunya adalah yang dipilih (oleh rakyat) itu gubernur dan wakil gubernur. Selebihnya itu, wali kota/bupati itu dia tidak dipilih. Tetapi, ada perangkat lainnya juga, DPRD kota/kabupaten juga tidak dipilih. Ini yang perlu dilihat dalam satu kesatuan, ya. Kerugiannya di mana kalau begitu dari prisipal ini?” kata dia.
Lebih lanjut, Enny mengatakan Undang-Undang DKJ yang mengatur pemimpin tingkat kota administratif tidak dipilih langsung oleh rakyat sama halnya dengan kekhususan yang diberikan kepada daerah lain, seperti Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
“Kami di DIY, kebetulan Pak Ketua (Suhartoyo) dan saya sama-sama dari DIY, sampai kapan pun tidak bisa mencalonkan sebagai gubernur karena gubernurnya memang dia harus secara khusus dari Kasultanan,” ujarnya.
Oleh karena itu, menurut Enny, pemohon perlu menawarkan argumentasi hukum yang luar biasa untuk meyakinkan MK mengabulkan permohonannya.
“Perlu usaha yang sangat luar biasa untuk bisa meyakinkan di mana letak pertentangannya itu karena kekhususannya beda-beda. Kekhususan Aceh, Papua, DIY beda, begitu juga kekhususan di Daerah Khusus Jakarta,” imbuh Enny.
Dalam petitumnya, pemohon meminta MK menyatakan Pasal 1 ayat (9), Pasal 6 ayat (1), Pasal 13 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) huruf a Undang-Undang DKJ bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2), Pasal 18 ayat (4), dan Pasal 28D ayat (1) dan (3) UUD NRI 1945.
Selain itu, Taufiqurrahman juga meminta kepada MK agar memerintahkan DPR bersama Pemerintah untuk membentuk undang-undang tentang kota/kabupaten otonom di Provinsi Daerah Khusus Jakarta.
Sidang perdana dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo dengan didampingi Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Arief Hidayat. Pemohon diberi nasihat dan waktu untuk memperbaiki permohonannya maksimal hingga 5 Agustus 2024.
Menurut Enny, pokok permohonan Taufiqurrahman seolah-olah menginginkan Mahkamah untuk membuat undang-undang baru, bukan menguji inkonstitusionalitas pasal suatu undang-undang.
“Ini kelihatannya yang mau diminta ini adalah membuat undang-undang baru, bukan undang-undang kekhususan Jakarta,” ujar Enny saat memberi nasihat kepada pemohon Perkara Nomor 75/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Panel MK, Jakarta, Selasa.
Pada perkara ini, Taufiqurrahman ingin MK mengatur agar wali kota atau bupati yang memimpin kota/kabupaten di Jakarta dipilih oleh rakyat. Selain itu, dia juga menginginkan daerah otonom di Jakarta diterapkan sampai ke tingkat kabupaten/kota.
Terkait permohonan itu, Enny menjelaskan bahwa kota/kabupaten administratif di Jakarta merupakan konsekuensi Jakarta menyandang status daerah khusus.
“Kalau kemudian ingin diubah oleh prinsipal, seperti daerah yang menjalankan desentralisasi pada umumnya, ya, jangan dikasih nomenklatur sebagai daerah khusus di sini,” kata Enny.
Menurut dia, Taufiqurrahman harus memahami Undang-Undang DKJ secara menyeluruh. Enny pun mempertanyakan kerugian konstitusional pemohon akibat keberlakuan norma pasal yang digugat.
“Kekhususan itu salah satunya adalah yang dipilih (oleh rakyat) itu gubernur dan wakil gubernur. Selebihnya itu, wali kota/bupati itu dia tidak dipilih. Tetapi, ada perangkat lainnya juga, DPRD kota/kabupaten juga tidak dipilih. Ini yang perlu dilihat dalam satu kesatuan, ya. Kerugiannya di mana kalau begitu dari prisipal ini?” kata dia.
Lebih lanjut, Enny mengatakan Undang-Undang DKJ yang mengatur pemimpin tingkat kota administratif tidak dipilih langsung oleh rakyat sama halnya dengan kekhususan yang diberikan kepada daerah lain, seperti Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
“Kami di DIY, kebetulan Pak Ketua (Suhartoyo) dan saya sama-sama dari DIY, sampai kapan pun tidak bisa mencalonkan sebagai gubernur karena gubernurnya memang dia harus secara khusus dari Kasultanan,” ujarnya.
Oleh karena itu, menurut Enny, pemohon perlu menawarkan argumentasi hukum yang luar biasa untuk meyakinkan MK mengabulkan permohonannya.
“Perlu usaha yang sangat luar biasa untuk bisa meyakinkan di mana letak pertentangannya itu karena kekhususannya beda-beda. Kekhususan Aceh, Papua, DIY beda, begitu juga kekhususan di Daerah Khusus Jakarta,” imbuh Enny.
Dalam petitumnya, pemohon meminta MK menyatakan Pasal 1 ayat (9), Pasal 6 ayat (1), Pasal 13 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) huruf a Undang-Undang DKJ bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2), Pasal 18 ayat (4), dan Pasal 28D ayat (1) dan (3) UUD NRI 1945.
Selain itu, Taufiqurrahman juga meminta kepada MK agar memerintahkan DPR bersama Pemerintah untuk membentuk undang-undang tentang kota/kabupaten otonom di Provinsi Daerah Khusus Jakarta.
Sidang perdana dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo dengan didampingi Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Arief Hidayat. Pemohon diberi nasihat dan waktu untuk memperbaiki permohonannya maksimal hingga 5 Agustus 2024.