Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Sri Nurherwati mengatakan sepanjang 2023 sebanyak 1.894 orang telah mendapatkan perlindungan dari program yang dimiliki pihaknya.
Mayoritas dari warga yang mengakses program perlindungan itu merupakan korban kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan.
Berdasarkan data yang dimiliki Sri Nurherwati dalam siaran pers resmi LPSK, Rabu, tercatat program fasilitas restitusi menjadi yang paling banyak diakses warga yakni sebanyak 591 orang.
Selanjutnya ada program pemenuhan hak prosedural dengan 568 orang, rehabilitasi psikologi sebanyak 381 orang dan hak atas pembiayaan yakni sebanyak 88 orang.
Untuk diketahui program restitusi merupakan pendampingan yang diberikan LPSK kepada korban agar mendapatkan ganti rugi dari pihak pelaku atau pihak ketiga.
Selain itu, program rehabilitasi psikologi yakni bantuan yang diberikan oleh psikolog kepada korban yang menderita trauma atau masalah kejiwaan pasca mengalami kekerasan.
Terakhir ada hak atas pembiayaan yakni pemberian kompensasi terhadap korban untuk biaya hidup sementara setelah menjadi korban kekerasan.
Sri Nurherwati mengaku layanan program perlindungan tersebut berjalan dengan lancar. Namun demikian, dia kerap menyayangkan beberapa masyarakat di daerah yang memilih mencabut permohonan di tengah jalan.
Hal itu kerap terjadi lantaran pihak korban ataupun pelaku sudah setuju menyelesaikan kasus dengan cara kekeluargaan ataupun berdamai.
Fenomena tersebut, lanjut dia, justru akan merugikan korban karena tidak akan mendapatkan perlindungan dan pemulihan psikologi secara maksimal.
Hal tersebut lah yang mendorong LPSK untuk berkoordinasi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) agar pelayanan program pelindung bisa dilakukan sampai pelosok daerah.
"Saya sudah berkoordinasi dengan ibu Menteri (Menteri PPPA). Beliau menjelaskan bahwa terdapat dana alokasi khusus nonfisik dana Pelayanan Perlindungan Perempuan dan Anak di setiap Provinsi dan Kabupaten atau Kota yang dapat dimaksimalkan," kata dia.
Hal diyakini Sri dapat mengatasi sejumlah program bantuan operasional perlindungan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak di level daerah.
Dengan demikian, dia berharap tidak ada lagi korban yang mengurungkan niat untuk mengajukan permohonan perlindungan dan pemulihan ke LPSK.
Mayoritas dari warga yang mengakses program perlindungan itu merupakan korban kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan.
Berdasarkan data yang dimiliki Sri Nurherwati dalam siaran pers resmi LPSK, Rabu, tercatat program fasilitas restitusi menjadi yang paling banyak diakses warga yakni sebanyak 591 orang.
Selanjutnya ada program pemenuhan hak prosedural dengan 568 orang, rehabilitasi psikologi sebanyak 381 orang dan hak atas pembiayaan yakni sebanyak 88 orang.
Untuk diketahui program restitusi merupakan pendampingan yang diberikan LPSK kepada korban agar mendapatkan ganti rugi dari pihak pelaku atau pihak ketiga.
Selain itu, program rehabilitasi psikologi yakni bantuan yang diberikan oleh psikolog kepada korban yang menderita trauma atau masalah kejiwaan pasca mengalami kekerasan.
Terakhir ada hak atas pembiayaan yakni pemberian kompensasi terhadap korban untuk biaya hidup sementara setelah menjadi korban kekerasan.
Sri Nurherwati mengaku layanan program perlindungan tersebut berjalan dengan lancar. Namun demikian, dia kerap menyayangkan beberapa masyarakat di daerah yang memilih mencabut permohonan di tengah jalan.
Hal itu kerap terjadi lantaran pihak korban ataupun pelaku sudah setuju menyelesaikan kasus dengan cara kekeluargaan ataupun berdamai.
Fenomena tersebut, lanjut dia, justru akan merugikan korban karena tidak akan mendapatkan perlindungan dan pemulihan psikologi secara maksimal.
Hal tersebut lah yang mendorong LPSK untuk berkoordinasi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) agar pelayanan program pelindung bisa dilakukan sampai pelosok daerah.
"Saya sudah berkoordinasi dengan ibu Menteri (Menteri PPPA). Beliau menjelaskan bahwa terdapat dana alokasi khusus nonfisik dana Pelayanan Perlindungan Perempuan dan Anak di setiap Provinsi dan Kabupaten atau Kota yang dapat dimaksimalkan," kata dia.
Hal diyakini Sri dapat mengatasi sejumlah program bantuan operasional perlindungan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak di level daerah.
Dengan demikian, dia berharap tidak ada lagi korban yang mengurungkan niat untuk mengajukan permohonan perlindungan dan pemulihan ke LPSK.