Makassar (ANTARA Sulsel) - Lembaga donor dari Amerika, USAID menyatakan jika anak-anak Indonesia yang masih duduk di bangku kelas 1 dan 2 mempunyai kemampuan yang relatif tinggi dalam hal membaca.

"Berdasarkan hasil survei yang kami lakukan, anak-anak Indonesia yang masih kelas I dan II itu punya kemampuan membaca yang cukup tinggi dan itu ditunjang dari beberapa aspek yang mempengaruhi anak didik tersebut," ujar Project Management Specialist USAID-Indonesia, Ester Manurung di Makassar, Senin.

USAID yang bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kemenag dan Myriad Research melakukan survei nasional mengenai penilaian kemampuan membaca siswa kelas awal atau (EGRA) serta potret efektivitas pengelolaan sekolah (SSME).

Dia mengatakan, survei nasional yang dilakukannya itu bertujuan untuk menginformasikan kepada pemerintah mengenai apa yang terjadi di sekolah-sekolah dasar di Indonesia mengenai daya tangkap anak didik itu.

Ester yang didampingi oleh Education Officer USAID Indonesia, Lawrence W Dolan itu mengaku jika survei ini melibatkan 4.800 siswa kelas II di 400 sekolah dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) dengan membaginya kedalam empat wilayah di Indonesia.

Pembagian wilayah dilakukan dengan merata terhadap siswa dan siswinya. Keempat wilayah itu antaralain, wilayah I meliputi Sumatera, wilayah II Jawa-Bali, wilayah III Kalimantan-Sulawesi dan wilayah IV meliputi provinsi Maluku, Nusa Tenggara dan Papua (MNP).

Hasil survei secara keseluruhan menunjukkan bahwa siswa-siswi di Indonesia mempunyai kemampuan membaca yang relatif tinggi karena hampir setengah siswa atau 48 persen merupakan siswa yang fasih dan memahami apa yang dibacanya.

Sementara itu 5,9 persen responden dari seluruh siswa kelas II di Indonesia itu masuk dalam kategori yang terendah atau belum dapat membaca meskipun telah duduk dibangku sekolah dasar.

"Survei kami itu hanya fokus pada kemampuan membaca anak kelas I dan II. Dari hasil survei cukup bagus karena 48 persen itu mereka bisa membaca secara fasih dan yang tidak dapat membaca itu hanya sekitar 5,9 persen saja," katanya.

Dia menyebutkan, untuk wilayah II yang meliputi Kalimantan dan Sulawesi, sepertiga siswa atau sekitar 33 persen siswa SD itu telah lancar membaca dan memahami apa yang dibacanya dan 28 persen lainnya itu membaca dengan lambat.

Dari jumlah itu atau 1 dari 10 siswa yang jika dipersentasekan sekitar 12 persen masih belum bisa membaca, meskipun sudah bersekolah dan duduk dibangku kelas 2 SD.

"Dengan adanya temuan survei ini, para tenaga pendidik perlu memiliki strategi untuk mengenali dan menyediakan dukungan remedi kepada siswa yang belum bisa membaca," ucapnya.

Menurut dia, dari hasil survei di wilayah Kalimantan dan Sulawesi itu, siswa putri lebih baik kemampuan membaca dan memahami bacaan dibandingkan dengan siswa putra.

Bahkan siswa yang tidak masuk taman kanak-kanak (TK) atau pendidikan anak usia dini (PAUD) itu lebih lambat kemampuan membacanya dibandingkan dengan anak-anak yang menempuh pendidikan non formal seperti PAUD.

Selain itu, dia menyebutkan jika survei serupa diakui Ester telah dilakukan di 60 negara lain di dunia. Jika melihat hasil rata-rata survei global maka siswa SD/MI di Indonesia sudah memiliki kemampuan yang cukup baik dalam hal ketrampilan membaca.

Menurut Ester, survei kemampuan membaca siswa SD ini sangat penting mengingat survei tidak hanya melihat kemampuan membaca siswa tetapi sekaligus juga untuk menilai apa yang perlu dilakukan ke depan.

"Jadi selain memperoleh gambaran secara nasional, hasil survei bisa menjadi bahan kajian terkait dengan kinerja guru, manajemen sekolah dan kepemimpinan sekolah serta dukungan masyarakat dalam hal ini orangtua," ucap Ester. FC Kuen

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor :
Copyright © ANTARA 2024