Makassar (ANTARA Sulsel) - Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto sangat kaget ketika mengetahui gaji yang diterima oleh petugas pembersih sampah hanya Rp900 ribu per bulannya atau jauh dibawah upah minimum provinsi (UMP) yakni Rp1,9 juta.

"Saya sangat kaget mendengar langsung gaji petugas sampah di Makassar ini. Ini sangat konyol dan jauh sekali dibawah UMP. Setengah dari itupun belum dapat," ujarnya di Makassar, Minggu.

Dia mengatakan, beban kerja yang dilaksanakan oleh petugas kebersihan sampah di lapangan itu harusnya memenuhi standar gaji UMP dan kalaupun tidak bisa dapat standar UMK yakni Rp2,050 juta, seharusnya disesuaikan dengan UMP.

Dirinya yang sering turun langsung melihat aktivitas pembersih sampah itu mengaku miris dengan gaji yang diberikan tersebut, apalagi dengan beban kerja yang sangat tinggi di kota metropolitan seperti Makassar.

Bahkan gaji yang dianggap tidak sebanding dengan beban kerjanya tersebut terkadang masih harus dipakai untuk membiayai perawatan mobil sampah.

Sejumlah cerita pilu yang dialami petugas sampah terungkap ketika Danny Pamanto mengumpulkan puluhan sopir mobil sampah dan sejumlah pegawai Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Makassar, di Kediamannya, Jalan Amirullah, Makassar.

Satu per satu dari mereka diminta oleh Danny, untuk menceritakan fakta di lapangan terkait yang dialami para petugas sampah, apalagi dengan gencarnya dirinya menerapkan salah satu program yakni Gerakan Makassar Tidak Rantasa/jorok (Gemar MTR).

"Saya tahu beban kerja teman-teman petugas sampah sangatlah berat, makanya kami ingin mendengar bagaimana situasi yang sebenarnya dilapangan sebagai bahan evaluasi kita untuk melakukan perbaikan," katanya.

Sementara itu, sejumlah keluh kesah mengalir dari mulut para petugas kebersihan ini. Dihadapan wali kota, mereka mengeluarkan semua bebannya dan mencurahkan isi pikirannya itu.

Usman, salah satu sopir mobil sampah yang berstatus tenaga honorer, mengaku, kewalahan jika ban mobil yang dibawanya bocor dan secepatnya harus segera ditambal agar jadwal pengangkutan sampah tidak terlambat. Disisi lain dirinya tidak memiliki uang sepeserpun untuk membayar jasa tambal ban.

"Biasa tidak ada sekali uangku pak, jadi mau pakai apa bayar uang tambal. Jadi kalau bocor terhambat lagi kita ambil sampahnya dan kita selalu disalahkan kalau telat," ungkapnya.

Tidak hanya itu, kondisi armada pengangkut sampah yang uzur dan kotor, lagi-lagi membuat Usman harus mengeluarkan uang pribadi untuk mengelas "body" kendaraan yang rusak.

"Kalau rusak biasanya kami bawa ketempat las, terus kalau kotor sekalimi, terpaksa kita pergi cuci dengan uang pribadi, padahal gaji kami hanya 900 ribu rupiah " katanya. Agus Setiawan

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor :
Copyright © ANTARA 2025