Makassar (ANTARA) - Di tengah intensitas hujan yang masih kerap mengguyur Kota Makassar, arus sampah harian yang masuk ke TPA Antang dilaporkan masih berada dalam kondisi relatif stabil. Jumlah sampah yang masuk setiap harinya berkisar 800 hingga 900 ton, berasal dari seluruh kecamatan di Kota Makassar.
Salah seorang penjaga di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Antang, mengungkapkan bahwa hingga saat ini belum terjadi lonjakan signifikan. Namun, ia mengingatkan adanya potensi peningkatan besar dalam waktu dekat.
“Untuk sementara masih stabil, sekitar 800 sampai 900 ton per hari. Tapi kami sudah melihat pola tahunan, terutama menjelang Ramadan. Biasanya bisa naik sampai 1.000 bahkan 1.300 ton per hari,” ujarnya saat ditemui di TPA Antang, Sabtu.
Menurutnya, lonjakan tersebut bukan hal baru. Setiap tahun, momentum Ramadan dan Idulfitri hampir selalu menjadi ujian berat bagi sistem pengelolaan sampah Kota Makassar.
Sejumlah warga menilai kondisi ini seharusnya menjadi alarm dini bagi Pemerintah Kota Makassar agar tidak sekadar reaktif, tetapi mulai menyiapkan langkah strategis jangka panjang.
Salah seorang warga Makassar, Arham, menyebut pemerintah perlu belajar dari daerah lain yang dinilai berhasil menekan laju sampah dengan pendekatan modern.
"Kenapa Makassar tidak mencontoh daerah seperti Surabaya dengan bank sampah dan pengolahan berbasis masyarakat, atau Banyumas yang sudah mengembangkan pengelolaan sampah terpadu dari hulu ke hilir? Bahkan di Bandung, konsep pengurangan sampah dari rumah tangga sudah mulai terasa dampaknya,” ujarnya.
Arham menilai, tanpa inovasi dan keberanian mengubah pola lama, tumpukan sampah hanya akan terus berpindah tempat dari rumah warga ke TPA tanpa benar-benar diselesaikan.
Tak hanya warga, suara juga datang dari para pekerja di TPA Antang yang setiap hari bergelut langsung dengan limbah kota.
Salah seorang pekerja pengangkutan sampah mengungkapkan harapan agar kinerja mereka dihargai secara layak, baik melalui peningkatan kesejahteraan maupun pemberian bonus.
"Kami berharap ada bonus atas kerja kami. Beban kerja berat, risikonya tinggi, tapi kontribusi kami besar untuk kota ini. Kalau tidak ada kami, coba bayangkan satu atau tiga hari saja sampah tidak diangkut seluruh kecamatan bisa tenggelam dalam sampah,” ujarnya.
Ia juga berharap perusahaan dan pemerintah tetap konsisten memberikan bonus kinerja, serta memperhatikan aspek kesehatan dan keselamatan kerja.
Selain soal ekonomi, para pekerja juga menyoroti pentingnya lingkungan kerja yang sehat dan penghargaan sosial dari masyarakat.
“Kami tidak minta dipuja, tapi tolong dihargai. Jangan sedikit-sedikit marah atau komplain. Kami sudah bekerja semaksimal mungkin,” kata seorang pekerja lainnya.
TPA Antang sendiri telah menjadi lokasi pembuangan sampah utama Kota Makassar selama puluhan tahun, menampung residu dari aktivitas jutaan warga setiap hari sebuah beban panjang yang terus diwariskan dari waktu ke waktu.
Di tengah gunungan sampah dan bau yang menyengat, muncul satu pertanyaan yang tak pernah benar-benar dijawab secara terbuka. Apakah warga yang tinggal di sekitar TPA Antang bahkan hingga beberapa kilometer dari lokasi pernah mendapatkan kompensasi yang sepadan atas bau, polusi, dan dampak kesehatan yang mereka hirup setiap hari?
Atau selama ini, mereka hanya diminta bersabar atas nama kepentingan kota?

