Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Silmy Karim memastikan akan melakukan penindakan jika nantinya ada petugas yang menyalahgunakan fasilitas senjata api.
“Ya ditindak, siapa pun juga. Enggak usah Imigrasi, siapa pun,” kata Silmy saat ditemui di Jakarta, Senin.
Ia menegaskan, senjata api bagi petugas Imigrasi merupakan bekal untuk melindungi saat operasi penindakan hukum keimigrasian. Oleh karena itu, penindakan harus diberlakukan kepada setiap petugas yang menyalahgunakan senjata api tersebut.
“Siapa pun harus taat hukum. Enggak bisa semena-mena karena tujuannya ‘kan adalah untuk operasi, bukan untuk gagah-gagahan,” ucap Silmy.
Menurut Silmy, kejahatan transnasional saat ini mengalami perkembangan sehingga perlu peningkatan operasi dan pengawasan. Direktorat Jenderal Imigrasi dituntut untuk bisa secara aktif dan komprehensif dalam menangani WNA.
Penanganan WNA itu, kata dia, tidak terlepas dari risiko keselamatan bagi petugas Imigrasi. Ia bercerita, dua anggotanya pernah gugur saat mengamankan WNA.
Lebih lanjut, Silmy mengatakan hanya petugas Imigrasi di bidang penegakan hukum yang dibekali dengan senjata api. Dia juga memastikan penggunaan senjata api itu taat aturan dan prosedur.
“Harus melewati suatu ujian, latihan secara berkala, itu harus dipenuhi,” kata dia.
Di sisi lain, Silmy belum membeberkan jenis senjata api yang bakal dibekali untuk petugas Imigrasi. "Jenis belum kita tentukan," ucapnya.
Diketahui, Rapat Paripurna DPR RI Ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024-2045 telah menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian (RUU Keimigrasian) menjadi undang-undang.
Salah satu perubahan yang disepakati dalam RUU Keimigrasian, yakni penambahan substansi baru Pasal 3 ayat (4) terkait syarat-syarat penggunaan senjata api serta sarana dan prasarana pejabat Imigrasi tertentu.
“Ya ditindak, siapa pun juga. Enggak usah Imigrasi, siapa pun,” kata Silmy saat ditemui di Jakarta, Senin.
Ia menegaskan, senjata api bagi petugas Imigrasi merupakan bekal untuk melindungi saat operasi penindakan hukum keimigrasian. Oleh karena itu, penindakan harus diberlakukan kepada setiap petugas yang menyalahgunakan senjata api tersebut.
“Siapa pun harus taat hukum. Enggak bisa semena-mena karena tujuannya ‘kan adalah untuk operasi, bukan untuk gagah-gagahan,” ucap Silmy.
Menurut Silmy, kejahatan transnasional saat ini mengalami perkembangan sehingga perlu peningkatan operasi dan pengawasan. Direktorat Jenderal Imigrasi dituntut untuk bisa secara aktif dan komprehensif dalam menangani WNA.
Penanganan WNA itu, kata dia, tidak terlepas dari risiko keselamatan bagi petugas Imigrasi. Ia bercerita, dua anggotanya pernah gugur saat mengamankan WNA.
Lebih lanjut, Silmy mengatakan hanya petugas Imigrasi di bidang penegakan hukum yang dibekali dengan senjata api. Dia juga memastikan penggunaan senjata api itu taat aturan dan prosedur.
“Harus melewati suatu ujian, latihan secara berkala, itu harus dipenuhi,” kata dia.
Di sisi lain, Silmy belum membeberkan jenis senjata api yang bakal dibekali untuk petugas Imigrasi. "Jenis belum kita tentukan," ucapnya.
Diketahui, Rapat Paripurna DPR RI Ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024-2045 telah menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian (RUU Keimigrasian) menjadi undang-undang.
Salah satu perubahan yang disepakati dalam RUU Keimigrasian, yakni penambahan substansi baru Pasal 3 ayat (4) terkait syarat-syarat penggunaan senjata api serta sarana dan prasarana pejabat Imigrasi tertentu.