Jakarta (ANTARA) - Anggota Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Heni Mulyati mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam melawan hoaks dengan klarifikasi, khususnya yang berada di grup percakapan, menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
“Strateginya dengan cara langsung kasih klarifikasi atau lewat personal,” ucap Heni dalam podcast bertajuk, “Disinformasi di Pilkada” yang digelar oleh Perludem di Jakarta, Kamis.
Heni menyoroti kerentanan hoaks yang tersebar dalam grup percakapan. Berbeda dengan media sosial, di mana siapa pun dapat memberi klarifikasi terkait hoaks yang tersebar, grup percakapan tidak dapat diakses begitu saja oleh publik.
Misalkan, lanjut dia, grup keluarga, alumni sekolah, dan lain-lain. Sifat grup yang tertutup dan terbatas, kata dia, mengakibatkan dibutuhkannya strategi khusus untuk menangkal berbagai informasi hoaks.
“Memang agak sulit untuk kami masuk ke sana. Jadi, ya, mau tidak mau perlu strategi khusus,” tuturnya.
Strategi tersebut meliputi pemberian edukasi kepada masyarakat yang berada di wilayah tersebut. Mafindo juga menyoroti pentingnya untuk melibatkan masyarakat secara langsung dalam memberikan klarifikasi apabila terdapat informasi hoaks yang tersebar di dalam grup tersebut.
Dalam kesempatan tersebut, Heni mengungkapkan pada penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, Mafindo mencatat sekitar 1.290 hoaks menyasar isu pemilu. Data tersebut ia peroleh dalam rentang Januari–Desember 2023.
“Dampaknya tentu sangat banyak, karena pemilu berdampak pada bagaimana orang memilih, kemudian membuat orang yang ibaratnya kandidat yang baik, jadi tidak terpilih dan sebagainya,” kata Heni.
Oleh karena itu, ia mengajak masyarakat untuk turut berperan aktif dalam melawan hoaks menjelang Pilkada 2024, terlebih semua wilayah rawan terhadap persebaran hoaks.
“Karena setiap wilayah pasti ingin kandidat (andalannya) bisa terpilih, jadi berbagai cara digunakan. Saya pikir itu juga menjadi celah bagaimana akhirnya disinformasi digunakan,” kata dia.
“Strateginya dengan cara langsung kasih klarifikasi atau lewat personal,” ucap Heni dalam podcast bertajuk, “Disinformasi di Pilkada” yang digelar oleh Perludem di Jakarta, Kamis.
Heni menyoroti kerentanan hoaks yang tersebar dalam grup percakapan. Berbeda dengan media sosial, di mana siapa pun dapat memberi klarifikasi terkait hoaks yang tersebar, grup percakapan tidak dapat diakses begitu saja oleh publik.
Misalkan, lanjut dia, grup keluarga, alumni sekolah, dan lain-lain. Sifat grup yang tertutup dan terbatas, kata dia, mengakibatkan dibutuhkannya strategi khusus untuk menangkal berbagai informasi hoaks.
“Memang agak sulit untuk kami masuk ke sana. Jadi, ya, mau tidak mau perlu strategi khusus,” tuturnya.
Strategi tersebut meliputi pemberian edukasi kepada masyarakat yang berada di wilayah tersebut. Mafindo juga menyoroti pentingnya untuk melibatkan masyarakat secara langsung dalam memberikan klarifikasi apabila terdapat informasi hoaks yang tersebar di dalam grup tersebut.
Dalam kesempatan tersebut, Heni mengungkapkan pada penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, Mafindo mencatat sekitar 1.290 hoaks menyasar isu pemilu. Data tersebut ia peroleh dalam rentang Januari–Desember 2023.
“Dampaknya tentu sangat banyak, karena pemilu berdampak pada bagaimana orang memilih, kemudian membuat orang yang ibaratnya kandidat yang baik, jadi tidak terpilih dan sebagainya,” kata Heni.
Oleh karena itu, ia mengajak masyarakat untuk turut berperan aktif dalam melawan hoaks menjelang Pilkada 2024, terlebih semua wilayah rawan terhadap persebaran hoaks.
“Karena setiap wilayah pasti ingin kandidat (andalannya) bisa terpilih, jadi berbagai cara digunakan. Saya pikir itu juga menjadi celah bagaimana akhirnya disinformasi digunakan,” kata dia.