Kupang (ANTARA Sulsel) - Sebanyak 170 desa di 17 kabupaten dari 22 kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) hingga Minggu masih mengalami krisis air bersih.

"Debit sumber-sumber terus menyusut akibat kemarau sehingga warga harus berjalan kaki untuk mengambil air di desa lain atau membeli air tangki dengan harga yang sangat mahal," kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Nusa Tenggara Timur Tini Thadeus, Minggu.

Thadeus menyebutkan jumlah keluarga yang menderita krisis air sebagiaman yang tercatat pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTT mencapai 39.879 orang atau 4.325 keluarga.

"Krisis air bersih tersebut hanya bisa diatasi dengan memasok air dari daerah lain menggunakan mobil tangki," katanya.

Menurut dia, selain langkah pemanfaatan tangki air, Pemprov NTT juga telah mengajukan permintaan tanggap darurat ke pemerintah pusat untuk segera menyalurkan sedikitnya Rp15 miliar untuk pengadaan air bersih di seluruh wilayah provinsi kepuluan tersebut, terutama di daerah yang telah masuk dalam zona kritis.

"Untuk pengadaan air dari daerah lain ke desa-desa yang dilanda krisis air, butuh sedikitnya Rp15 miliar. Dana sebesar itu sudah disampaikan ke pemerintah pusat," katanya.

Menurut Thadeus, Pemprov NTT telah mengirim proposal pengadaan air bersih bagi warga ke pemerintah disertai kebutuhan dana sejak awal bulan ini.

Pemerintah Provinsi NTT berharap proposal tersebut segera dijawab oleh pemerintah pusat agar segera dilakukan aksinya.

"Kami menunggu saja, jika proposal tidak disetujui, ya, terpaksa pemerintah kabupaten yang harus mengatasi sendiri krisis air di daerahnya," kata Thadeus.

Menurut dia, dana Rp15 miliar yang dimintakan itu, akan dimanfaatkan untuk membangun 10 sumur bor di desa-desa yang menderita krisis air, dan mendanai pasokan air dari sumber air terdekat untuk dibagikan kepada warga.

Ia mengatakan bahwa krisis air bersih di provinsi seribu pulau itu berpeluang meluas ke seluruh kabupaten/kota yang ada karena NTT baru memasuki puncak kemarau pada bulan Oktober mendatang.
Saat ini, warga di sejumlah desa yang krisis air membeli air bersih dengan harga antara Rp200 ribu dan Rp300 ribu untuk setiap tangki ukuran 5.000 liter.

Akibat krisis air tersebut, kata Thadeus, sebanyak 16 dari 22 kabupaten/kota di NTT mulai dilanda kekeringan dan kemungkinan terancam rawan pangan.

"Kekeringan dan rawan pangan pada 16 kabupaten tersebut masuk dalam kategori ancaman level tertinggi yang perlu mendapat perhatian serius untuk mengambil langkah-langkah penanggulangannya. Hal itu disebabkan oleh El Nino," katanya.

Dia menyebutkan 16 kabupaten di NTT yang masuk dalam level tertinggi ancaman El Nino tersebut, yakni Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Belu, dan Malaka di daratan Pulau Timor bagian barat.

Selain itu, Kabupaten Sumba Timur, Sumba Barat, Sumba Tengah, serta Sumba Barat Daya di Pulau Sumba, Ende, Sikka, Flores Timur di Pulau Flores, serta Lembata dan Kabupaten Alor.

Sejumlah daerah di NTT yang selama ini dikenal sebagai lumbung pangan, seperti Ngada, Nagekeo, Manggarai Timur, Manggarai, dan Manggarai Barat di Pulau Flores, masuk dalam ancaman level ringan.

Thadeus mengatakan bahwa dampak El Nino tersebut berpeluang menciptakan bencana rawan pangan yang akan memicu kenaikan harga kebutuhan pokok masyarakat, seperti beras. D.Dj. Kliwantoro

Pewarta : Yohanes Adrianus
Editor :
Copyright © ANTARA 2024