Makassar (ANTARA Sulsel) - Legislator Partai Amanat Nasional (PAN) Makassar, Hasanuddin Leo mengaku tidak memiliki urusan dengan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang sekarang menyelesaikan permasalahan Abdul Rahman Rauf dengan KPU Makassar.

"Saya tidak punya urusan dengan DKPP, KPU Makassar maupun Rauf Rahman, apalagi pada saat sidang kemarin (Selasa, 14/10), saya tidak diundang," ujarnya yang ditemui di DPRD Makassar, Rabu.

Ia mengatakan, Abdul Rauf Rahman yang mengadukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Makassar ke DKPP itu karena aduannya melalui Mahkamah Konstitusi (MK) sudah pernah ditolak karena tidak mempunyai bukti-bukti.

"Semua perkara yang disidangkan melalui MK itu, ada bukti permulaan dan ada bukti yang cukup. Tetapi, karena tidak memiliki bukti yang cukup sehingga itu dikembalikan ke partai dan ternyata berlanjut aduannya ke DKPP. Tetapi yang diadukan itu KPU, bukan saya, meskipun disebut-sebut," katanya.

Hasanuddin Leo mengatakan, secara konstitusional ada mekanisme untuk menyelesaikan masalah ini, yakni Mahkamah Konstitusi (MK). Tetapi hal itu sudah dilakukan dan hasilnya MK menolak.

Dia menuturkan, kalau orang cerdas berpikir, pasti sengketa ini sudah lama dihentikan setelah MK memutuskan hasilnya. Kalau pun masih ada kesalahan, itu tidak lebih ke masalah pribadi.

"Kalau mau komplain, silahkan ke MK karena mereka sudah menolak dengan dasar tidak cukup bukti. Makanya, MK mengembalikan ke partai.

Silahkan saja menyampaikan ke partai, tetapi sekali lagi kalau orang cerdas, ini sudah selesai," terangnya.

Dia juga mengaku siap mempertanggungjawabkan semua suara yang diperolehnya sesuai data yang dimiliki. Apalagi dia mengaku punya hasil validasi di Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang banyak angka-angkanya juga tidak masuk dalam rekapitulasi.

"Banyak juga punyanya Rauf Rahman yang tadinya tidak ada malah menjadi ada. Tetapi buat apa saya menggugat karena saya sudah menjadi pemenang," ujarnya.

Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Makassar, Sulawesi Selatan terancam mendapatkan sanksi setelah memunculkan beberapa fakta-fakta saat sidang kode etik digelar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

"Sidang kode etik yang digelar ini berdasarkan aduan dari salah satu caleg PAN, Abdul Rahman Rauf," ujar anggota majelis sidang kode etik DKPP Sulsel, Prof Anwar Borahima.

Dalam sidang itu, pihak yang dihadirkan sebagai teradu yakni Syarief Amir, Abdullah Mansyur, Andi Saifuddin, Rahma Saiyed, serta Andi Saifuddin dan mantan Ketua Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) Tamalate, Akbar.

Prof Anwar Borahima ditemui di ruang Ketua Bawaslu Sulsel, masih enggan menyimpulkan hasil persidangan yang dianggapnya cukup singkat itu.

Meski demikian, dia menggambarkan jika sesuai fakta persidangan dan dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul, sudah bisa dinilai bahwa teradu yakni KPU Kota Makassar mengubah jumlah suara di luar pleno.

"Ini bukan penilaian saya saja, melainkan hasil dari jalannya sidang tadi. Anda sekalian kan mengikuti dan menyaksikan sidangnya tadi," katanya.

Berdasarkan pantauan, selama jalannya persidangan lima komisioner KPU Kota Makassar tidak terlalu aktif dan bahkan terpojok ketika diberikan pertanyaan dari DKPP serta KPU Sulsel. Bahkan beberapa kali tidak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Pertanyaan yang dilontarkan majelis hakim sidang itu fokus pada aduan Abdul Rahman Rauf mempertanyakan sikap KPU yang melakukan perubahan suara caleg PAN di TPS 6 Parang Tambung.

"Setelah ada perbedaan data, apakah KPU memerintahkan pembukaan C1 plano," tanya majelis Prof Anwar Borahima terhadap teradu dimana kelima komisioner terdiam tanpa memberikan penjelasan apapun.

Anwar menambahkan, KPU Kota Makassar sejauh ini telah melakukan hal yang keliru. Namun kesimpulan itu nantinya masih akan diplenokan lagi di Jakarta.

Abdul Rahman Rauf sendiri yang menjadi pengadu menyatakan bahwa KPU Kota Makassar tidak cermat dalam mengambil kesimpulan sehingga terjadi banyak kekeliruan.

"Kami tidak bisa mengerti kenapa data panwas dengan PPS dan PPK itu berbeda semuanya, tidak ada yang sama. Apa yang terjadi sebenarnya," sebutnya.

Abdul Rahman Rauf pun kembali menegaskan jika terjadi pelanggaran kode etik di KPU Kota Makassar karena penyelenggara pemilu tingkat kota ini mengeluarkan surat yang bertetangan dengan surat edaran KPU RI.

Dimana diketahui, KPU kabupaten dan kota tidak bisa lagi membuat keputusan atau validasi berkaitan perubahan suara setelah keputusan rekapitulai nasional. Kalau pun ada pertentangan, silahkan dilanjutkan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kita masih mencari tahu apakah ini keputusan bersama atau ada oknum KPU Kota Makassar yang bermain. Tetapi nanti majelis yang putuskan. Intinya, ini bukan kepentingan saya, melainkan suara rakyat yang diabaikan. KPU kota melakukan pelanggaran terus," ucapnya.  FC Kuen

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor :
Copyright © ANTARA 2024