Jayapura (ANTARA Sulsel) - Pengusaha lokal di Kota Jayapura, Provinsi Papua, PT Berlin Krida Jaya, mulai meminati usaha budi daya sagu skala besar, hingga rencana pendirian pabrik pengolahannya.

"Perusahaan itu berencana membuka lahan sagu seluas 15 ribu hektare di Kampung Mosso, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura," kata Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Jayapura Ketty Kailola, di Jayapura, Jumat.

PT Berlin Krida Jaya merupakan perusahan lokal yang beralamat di Tanjung Ria, Jayapura Utara, Kota Jayapura, Papua.

Ketty mengatakan, untuk merealisasikan rencana budi daya sagu skala besar itu, manajemen perusahaan telah berkali-kali berkonsultasi dan berkoordinasi dengan pejabat teknis terkait di Pemerintah Kota Jayapura, hingga digelar konsultasi publik pengolahan dan budi daya sagu, di Jayapura, Selasa (14/10).

"Sosialisasi dan konsultasi publik itu merupakan bagian dari pada proses pengajuan dokumen amdal, yang diawali dengan tahapan konsultasi publik, pembahasan kerangka acuan, rencana pemantauan lingkungan (RPL) sampai dengan pemberian ijin," ujarnya.

Menurut dia, Pemkot Jayapura mengapresiasi minat pengembangan budi daya sagu dalam skala besar itu.

"Pemerintah Kota Jayapura mengapresiasi upaya itu karena erat kaitannya dengan program ketahanan pangan, dan ekonomi masyarakat," ujarnya.

Dari konsultasi publik itu, kemudian dilakukan penyusunan dokumen amdal (analisis mengenai dampak lingkungan) yang juga harus melibatkan masyarakat.

Upaya tersebut merujuk pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup (Permen LH) Nomor 17 Tahun 2012 tentang Keterlibatan Masyarakat dalam Amdal dan Izin Lingkungan.

"Konsultasi publik itu bukan hanya sekali saja dilakukan, harus ada proses representatif dari masyarakat, boleh ditindaklanjuti dengan sosialisasi melalui berbagai cara yakni bisa melalui proses Focus Group Discusion (FGD) maupun dialog interaktif terkait penggunaan lokasi," ujarnya.

Selain itu, harus ada pelibatan Perguruan Tinggi, selain aspek konservasi, fungsi adat, dan keterpaduan lingkungan.

Hak ulayat tanah adat masyarakat juga sangat penting untuk diperhatikan, termasuk perekonomian warga setempat.

"Ini kan perlu kerja sama yang baik dan mempertimbangkan kesepakatan-kesepakatan dari masyarakat," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Distrik Muara Tami, Boby Awi yang ditemui secara terpisah berharap, perusahaan budi daya sagu itu benar-benar memperhatikan hak ulayat tanah.

Apalagi, status tanah di daerah Mosso, masih kurang jelas kepemilikannya, mengingat dari aspek adat hak ulayat masih menjadi kepemilikan dari suku di negara tetangga (Papua New Guinea).

"Hal ini tentunya masih menjadi problem yang sangat mendasar, karena kepemilikan tersebut masih menjadi masyarakat dari negara tetangga di Kampung Wutung, PNG," ujar Boby. Anwar

Pewarta : Musa Abubar
Editor :
Copyright © ANTARA 2024