Mamuju (ANTARA Sulbar) - Sebagian besar warga di Mamuju ibukota Provinsi Sulawesi Barat, urung makan ikan basah dampak ditemukannya sejumlah mayat yang terseret hingga ke perairan Selat Makassar yang diduga korban pesawat Air Asia QZ8501 yang jatuh di Perairan Karimata, Pangakalanbun, Kalimantan Tengah, 28 Desember 2014 lalu.

"Banyak yang ragu konsumsi ikan air asin di Mamuju setelah tersiar kabar adanya penemuan mayat korban Airasia," kata Dewi salah seorang ibu rumah tangga di Mamuju, Minggu.

Menurut Dewi, dirinya lebih memilih untuk mencari alternatif lain pengganti ikan hasil tangkapan nelayan sebagai lauk pelengkap menu makanan sehari-hari.

"Kalau ke pasar sekarang lebih memilih beli ayam, daging sapi, telur ataupun ikan air tawar saja dari pada mengkomsumsi ikan atau jenis lauk lain yang berasal dari laut,"ungkap Dewi.

Dewi beralasan, dengan ditemukannya sejumlah mayat di semenanjung perairan Sulawesi Barat akhir-akhir ini, bukan tidak mungkin telah menjadi bahan makanan bagi berbagai jenis ikan yang dikonsumsi sehari-hari.

"Jangan sampai timbul penyakit kalau misalnya kita konsumsi ikan yang ternyata telah terkontaminasi dengan mayat-mayat tersebut," simpulnya.

Senada dengan Wanti, salah seorang ibu rumah tangga lainnya juga mengaku takut mengonsumsi ikan basah dari laut setelah nelayan banyak menemukan korban Air Asia di perairan Sulbar.

"Kami terpaksa hanya mengonsumsi telur, tahu dan tempe dari pada harus mengonsumsi ikan segar hasil tangkapan nelayan," ungkapnya.

Penemuan mayat yang diduga kuat merupakan korban pesawat Air Asia itu juga berdampak buruk pada tingkat penjualan ikan di Mamuju.

Nelayan penangkap ikan mengaku mengalami penurunan omzet penjulan pasca ditemukannya mayat-mayat tersebut.

"Dagangan tidak laku, sepi sekali sekarang. Orang takut beli ikan karena anggapannya ikan makan mayat korban Air Asia. Apa lagi bukan hanya satu ditemukan tapi lebih, bahkan terus bertambah," ujar salah seorang pengepul ikan yang enggan menyebut identitasnya. Agus Setiawan

Pewarta : Aco Ahmad
Editor :
Copyright © ANTARA 2024