Kupang (ANTARA Sulsel) - Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan meninjau kembali aturan izin berlayar bagi para nelayan tangkap yang selama ini hanya dibatasi untuk tiga hari.

"Waktu tiga hari itu tidak cukup bagi para nelayan untuk mendapatkan hasil yang maksimal di laut, sehingga kami meminta agar ditinjau kembali," kata Ketua HNSI Kota Kupang Maxi Ndun kepada Antara di Kupang, Selasa.

Ia mengatakan para nelayan tangkap membutuhkan waktu lebih dari tiga hari untuk mendapatkan hasil yang maksimal, karena wilayah penangkapan ikan berada di lautan lepas dan jauh dari pelabuhan pendaratan.

Maxi menambahkan aturan berlayar tersebut tidak memberi manfaat apa-apa bagi para nelayan tangkap untuk meningkatkan pendapatannya, padahal orientasi pemerintah saat ini lebih tertujuh ke sektor perikanan dan kelautan.

"Para nelayan kita selalu dalam posisi lemah. Jika berlayar lebih dari tiga hari dituduh pihak berwenang telah melanggar aturan berlayar, padahal kondisi yang kita hadapi di laut jauh berbeda dengan gambaran para pemberi izin," ujarnya.

Menurut dia, izin berlayar bagi para nelayan tangkap tidak perlu dibatasi, karena banyak tidaknya hasil tangkapan yang didapat, sangat bergantung dengan kondisi wilayah perairan masing-masing.

"Kalau bahan bakar minyak masih ada dan bekal masih cukup, sementara tangkapan belum cukup, para nelayan belum bisa pulang. Mereka akan terus melaut, tetapi selalu dituduh melanggar aturan berlayar," katanya.

Ia menegaskan pantang bagi nelayan tangkap jika kembali ke pelabuhan pendaratan ikan dengan hasil yang minim, sehingga waktu berlayar tiga hari sesuai izin yang diberikan tersebut, rasanya sama sekali tidak berpihak kepada para nelayan kecil.

Atas dasar itu, ia mengharapkan agar aturan berlayar tersebut segera ditinjau kembali, sebagai bagian dari regulasi perlindungan terhadap para nelayan, yang umumnya masih hidup di bawah garis kemiskinan itu. L. Molan

Pewarta : Yohanes Adrianus
Editor :
Copyright © ANTARA 2024