Mamuju (ANTARA Sulbar) - Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sulbar bekerjasama Universitas Tadulako (Untad) Palu melakukan evaluasi bantuan pemerintah kepada masyarakat nelayan untuk mengukur efektivitas bantuan yang disalurkan beberapa tahun terakhir.

"Sasaran kita adalah mengevaluasi program pemerintah kepada masyarakat nelayan di Mamuju Utara. Kita tahu, pemerintah memiliki keterbatasan anggaran, sehingga bantuan yang disalurkan pasti terbatas. Dalam evaluasi yang kami lakukan, bantuan tersebut sangat bermanfaat, dan dari kajian disimpulkan pemerintah perlu menambah jumlah unit bantuannya," kata Penanggungjawab Bidang Penelitian Peningkatan Pendapatan Masyarakat Pesisir Melalui Optimalisasi Usaha Tani dan Usaha Nelayan Alimuddin Laopo di Mamuju, Rabu.

Alimuddin menyebutkan, dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah pesisir ada beberapa hal yang harus dikaji untuk mengukur manfaat bantuan yang disalurkan pemerintah.

"Pemanfaatan sumber daya pesisir itu ada di laut dan ada juga di darat. Kalau di darat, terkait dengan usaha tani. Sedangkan untuk laut, berkaitan dengan usaha tambak dan penangkapan ikan," urainya.

Dalam hal penangkapan, lanjut akademisi Untad Palu ini, mayoritas alat yang digunakan masyarakat adalah pancing ulur dan pukat. Dari hasil kajian, ada tiga hal yang menjadi rekomendasi tim.

Pertama, kata dia, pancing ulur yang sifatnya murah meriah tapi sangat membantu masyarakat harus ditambahkan.

Dari jumlah yang terdata yakni 195 unit perlu ditambahkan hingga dapat mencapai 296. Sedangkan pukat, utamanya jenis purcsine atau pukat cincin, ada sebanyak 102 unit yang telah disalurkan pemerintah namun perlu tambahan agar dapat mencapai 200 unit.

"Pendapatan per trip untuk pengguna pancing ulur adalah Rp 400 ribu per hari untuk dua orang ABK. Pada masa paceklik selama dua bulan, direkomendasikan agar mereka kelola kakao. Sebab, sawit tidak bisa karena perlu lahan luas dan waktu yang intensif," kata Kepala DKP Sulbar, Parman Parakkasi.

Selain peningkatan bantuan alat tangkap, harus ada pendukung lain yaitu ketersediaan es untuk menjamin hasil tankapan nelayan tetap terawat. Sebab jika hasil tangkapan banyak maka ketersediaan es sangat dibutuhkan nelayan. Selain itu juga perlu adanya ketersediaan BBM.

Sementara untuk tambak, perlu beberapa bantuan seperti perbaikan pematang lahan, serta saluran air. Sedangkan untuk produksi dibutuhkan pakan dan benih yang bagus.

"Hasil bandeng hanya 500 tonper hektar, padahal potensinya bisa di atas satu ton per hektar. Kalau dengan bantuan pakan dan benih serta perbaikan sarana produksi maka kita dapat meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir," katanya.

Parman Parakkasi menyatakan kajian yang dilakukan pihak DKP Sulbar bersama tim peneliti dari Untad Palu adalah upaya untuk meningkatkan pendapatan masayarakt pesisir.

"Kita evaluasi manfaat dari bantuan-bantuan yang diberikan kepada masyarakat selama ini. Hasilnya, ternyata bantuan itu sangat dirasakan manfaatnya sehingga diminta agar ada peningkatan bantuan sarana dan prasarana seperti alat tangkap dan lainnya," kata mantan Kepala DKP Matra ini.

Mantan akademisi ini juga menyatakan, peningkatan lain yang harus dilakukan adalah membangun kesiapan sumber daya manusia (SDM) masyarakat. Pola pikir masyarakat yang harus dikembangkan, sebab ada saja nelayan yang kadang bagus pendapatannya tapi dalam mengelola keuangan kurang bagus sehingga tetap tak bisa sejahtera.

"Ada mindset, berapa pun yang pendapatan dari hasil penjualan tangkapan hari itu bisa dihabiskan hari itu. Padahal harus dikelola keuangan dengan baik, berapa untuk sandang, pangan, papan, dan biaya cadangan lain. Tapi memang diakui masih banyak nelayan kurang sejahtera, apalagi mereka yang hanya buruh nelayan atau sawi. Ini yang harus diupayakan ada peningkatan pendapatannya," tandas alumnus Universitas Australia ini. Agus Setiawan

Pewarta : Aco Ahmad
Editor :
Copyright © ANTARA 2024