Makassar (ANTARA Sulsel) - Penetapan 15 wilayah hutan adat diharapkan rampung pada tahun ini, sebelum hal yang sama dapat dilakukan pada wilayah-wilayah hutan adat di seluruh Indonesia sesuai dengan amanat Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 35 Tahun 2012.

"Ada 15 lokasi hutan adat yang sedang kami dorong untuk ditetapkan sebagaimana amanat Putusan MK 35 yang menyebutkan bahwa hutan adat bukan lagi hutan negara, kami berharap penetapan hutan adat di lokasi tersebut dapat dirampungkan tahun ini," kata Koordinator Program Perkumpulan Pembaruan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa) Nurul Firmansyah seusai pelaksanaan Dialog Regional Wilayah Timur Percepatan Penetapan Hutan Adat di Makassar, Selasa.

Dialog regional yang dilaksanakan 6-7 Juli tersebut terselenggara atas kerja sama Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Perkumpulan HuMa, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulsel dan Perkumpulan Wallacea.

Nurul menjelaskan bahwa 15 lokasi tersebut merupakan wilayah Masyarakat Adat yang telah menjadi dampingan HuMa, Aman Sulsel, Perkumpulan Wallacea, Yayasan Merah Putih, RMI, Perkumpulan Padi, perkumpulan  Bantaya, Obar Padang, Warsi, JKMA, YCMM dan LBBTselama bertahun-tahun. Proses menuju pengakuan dan perlindungan Masyarakat Adat, kata dia, sudah berjalan sejak lama dan menemukan momentumnya ketika ada Putusan MK 35 Tahun 2012.

"Masyarakat Adat di lokasi tersebut secara de-facto telah memenuhi semua syarat yang disebutkan dalam MK 35, hanya saja membutuhkan pengakuan de-jure," tambahnya.

Di Wilayah Indonesia Timur, wilayah adat yang didorong untuk percepatan penetapan hutan adat adalah Masyarakat Adat Seko, Kabupaten Luwu Utara, Sulsel; Ammatoa Kajang, Kabupaten Bulukumba Sulsel; To Marena, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah; Wana Posangke, Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah; dan Kampong Muluy, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur.

Dengan adanya pengakuan hukum bagi wilayah adat, dalam praktiknya, akan memberikan kesempatan untuk melaksanakan hak-hak masyarakat adat yang diatur dalam pengakuan hukum.

"Dialog ini untuk membahas bagaimana agar penetapan hutan adat ini bisa dipercepat," imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Badan Pengurus Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulsel Sardi Razak mengatakan saat ini salah satu kendala penetapan hutan adat karena belum adanya lembaga di tingkat pusat dalam konteks operasional penetapan hutan adat tersebut. Sementara di level daerah, ujarnya, para pemangku kepentingan telah melakukan pencanangan aksi bersama untuk mendorong Peraturan Daerah mengenai penetapan hutan adat.

"Aman Sulsel mendorong pengesahan Perda Masyarakat Adat Kajang, sejauh ini sudah diselesaikan draf Ranperdanya, saat ini sedang dalam pembahasan dan kami harap secepatnya akan disahkan," katanya.

Sebagai tindak lanjut dari dialog regional ini, Nurul Firmansyah mengatakan perwakilan masyarakat adat, LSM, dan pemerintah daerah akan merumuskan program kegiatan bersama secara detail dengan time line agar penetapan hutan adat dapat dilakukan secepatnya.

"Jadi bentuknya bukan rekomendasi lagi tapi langsung langkah apa yang diambil secara detail, lengkap dengan rencana waktu pelaksanaannya," tutupnya.

Pewarta : Nurhaya J Panga
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024