Makassar (ANTARA Sulsel) - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat meringkus salah satu buronannya yakni broker proyek pengadaan alat kesehatan dan alat keluarga berencana RSUD Provinsi Sulbar tahun 2012, Abdul Gafur.

"Selama beberapa bulan, tersangka ini sudah dijadikan sebagai buronan karena tidak punya itikad baik memenuhi panggilan jaksa dan bahkan melarikan diri," ujar Kepala Seksi Penyidikan Pidana Khusus Kejati Sulselbar Syahrul Juaksha di Makassar, Jumat.

Dia mengatakan, tersangka Abdul Gafur berhasil ditangkap di daerah Mamuju. Saat penangkapan itu tersangka sedang santai di rumah orangtuanya setelah meninggalkan rumahnya.

"Penangkapan dilakukan, lantaran tersangka tidak memiliki itikad baik. Tersangka sudah tiga kali mangkir dari pemanggilan, sehingga menghambat proses penyidikan yang sementara kita lakukan," katanya.

Syahrul yang memimpin langsung penangkapan bersama petugas dari Polres Mamuju dan Kejari Mamuju mengatakan bahwa penangkapan Abdul Gafur sudah dua kali gagal.

"Ini merupakan jadwal penangkapan yang ke tiga kalinya. Penangkapan ini baru berhasil setelah informasi dari Kejari Mamuju yang menyampaikan keberadaan tersangka," tandasnya.

Lebih jauh Syahrul mengatakan bahwa setelah dilakukan penangkapan, tersangka langsung dibawa ke Kejati Sulselbar untuk dilakukan pemeriksaan, setelah itu tersangka langsung dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Gunungsari Makassar untuk ditahan selama 20 hari.

Dalam kasus ini, peran tersangka terkuak setelah tim penyidik pidana khusus melakukan pemeriksaan terhadap saksi dan tersangka. Tersangka ikut bekerjasama dengan tersangka lain dalam kasus ini.

Syahrul menjelaskan bahwa dana Rp600 juta itu diterima tersangka Abdul Gafur secara tunai dan transfer rekening dari terdakwa Suwardy Kusnadin namun melalui perantara orang lain.

Sebelumnya dalam kasus ini pihak penyidik telah menetapkan dua tersangka baru dalam kasus ini, antara lain Ketua Panitia Lelang, Catur Prasetyo dan Abdul Gafur selaku broker proyek.

Sedangkan empat tersangka lainnya yaitu, Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sulbar, Suparman ; Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Ramadhan ; Direktur PT Khitan Fadhillah Pratama selaku rekanan, Misran ; dan kuasa Direktur PT Khitan, Suwardy Kusnadin.

Dia menyebutkan, modus korupsi pada pengadaan alat-alat kesehatan pada RSUD Provinsi Sulbar tersebut dengan menggelembungkan harga sehinga terjadi kemahalan.

Selain itu, tersangka dinilai tidak melakukan verifikasi berkas rekanan yang akan mengikuti proses tender dan diduga ada kerjasama dengan pihak rekanan dengan perjanjian pemberian bonus atas proyek tersebut.

"Jadi modusnya, mereka bersama-sama menciptakan suatu pekerjaan dengan cara menggelembungkan harga-harga peralatan medis. Kerugian negara terjadi karena adanya kemahalan harga," katanya.

Kerugian negara yang ditaksir berdasarkan hitungan sementara atau harga penghitungan sendiri (HPS) ditaksir lebih dari Rp1,7 miliar. Atas kerugian itu, penyidik kemudian meminta bantuan BPKP Perwakilan Sulawesi Barat untuk melakukan audit.

"Untuk kerugian pastinya dari BPKP Sulbar itu belum ada, namun kerugian taksiran dari penyidik berdasarkan perhitungan HPS itu sekitar Rp1,7 miliar," jelasnya.

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor :
Copyright © ANTARA 2024