Makassar (ANTARA Sulsel) - Sejumlah lembaga survei meminta kepada penyelenggara pemilihan kepala daerah dalam hal ini Komisi Pemilihan Umu (KPU) dan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) meminta agar pemilih tambahan bisa diawasi.

"Ada beberapa persyaratan bagi pemilih tambahan dan itu harus terpenuhi jika kita tidak teliti, maka pemilih tambahan ini akan membludak," ujar Direktur Eksekutif Indeks Politica Indonesia (IPI) Suwadi Idris Amir di Makassar, Minggu.

Dia mengatakan, para warga yang belum terdata sebagai pemilih pada pemungutan suara pemilihan calon bupati dan wakil bupati yang akan dilaksanakan 9 Desember mendatang bisa segera melaporkannya ke KPUD.

Sedangkan bagi masyarakat yang belum terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) masih memiliki kesempatan menjadi pemilih dengan dimasukkan sebagai daftar pemilih tambahan (DPTb).

Suwadi menilai bahwa dalam proses pemutakhiran data DPTb semua hal bisa saja terjadi. Apalagi kata dia, dalam pertarungan politik seperti pemilihan kepala daerah (Pilkada) selalu ada peluang terjadinya kecurangan.

Untuk itu, Suwadi meminta semua pihak, termasuk publik mengawasi jumlah pemilih tambahan. Baik yang masuk dalam DPTb 1 maupun DPTb 2.

"Kecurangan dalam pertarungan Pilkada yang paling rawan adalah memanfaatkan kerancuan DPT maupun DPTb. Semua pihak harus fokus mengawasi proses pemutakhirannya. Terlebih DPTb 2 yang diterima pada saat hari pencoblosan sehingga tidak melalui pencocokan lagi di lapangan," jelasnya.

Sebelumnya, Komisioner Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Sulsel Faisal Amir mengimbau kepada warga yang tidak terdaftar dalam DPT agar bisa melapor ke Panitia Pemungutan Suara (PPS) atau Panitia Pengawas Lapangan (PPL) tingkat kelurahan dan Panwascam di tingkat kecamatan.

"Jika belum terdaftar maka mereka bisa mengajukan ke PPS atau lewat PPL dan Panwascam di Kecamatan untuk dimasukkan DPT tambahan 1 (DPTb 1)," katanya.

Faisal menjelaskan, untuk bisa dimasukkan DPTb 1 ini masyakat diberikan waktu selama seminggu sejak DPT diumumkan hingga tingkat rukun tetangga dan rukun warga atau RT/RW.

"Selain DPTb 1 juga ada DPTb 2. Ini berlaku bagi orang yang tidak terdaftar di DPT maupun DDPTB1, maka boleh menyoblos dengan kartu tanda penduduk (KTP) di mana dia tinggal," terangnya.

Juga ada yang disebut DPTPH atau pemilih pindahan. Misalnya, karena pemilih sedang tugas di kecamtan lain maka dimasukkan di pemilih pindahan.

"Ini koordinasinya antar-TPS tempat tinggal sebelumnya dan tempat tinggal pindahan," katanya.

Dia mengatakan, proses validasi DPT memang berakibat menyusutnya pemilih. Sebab, daftar pemilih itu mulai dari DP4 menjadi DPS, sudah ada pergerakan perubahan angka-angka.

"Karena ada pemilih mulai dari umur 17 tahun sampai sudah menikah, pemilih ganda atau yang sudah pindah masih terdafatar di alamat yang lama dan terdaftar di alamat baru," katanya.

Selain itu, lanjut Faisal, orang yang sudah meninggal juga signifikan menjadi perubahan jumlah DPT. Sebab, hampir setiap hari ada orang meninggal. Sehingga itu harus dibersihkan.

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024