Makassar (ANTARA Sulsel) - Kelanjutan proses pembangunan Center Point of Indonesia (CPI) dengan mengandeng investor Ciputra Grup mengundang reaksi keras dari Fraksi Demkorat hingga muncul kecurigaan adanya komersialisasi di tanah negara tersebut.

"Selama pemanfaatan lahan di kawasan CPI untuk demi kepentingan umum termasuk pembangunan Wiswa Negara kami setuju itu. Tetapi bila sudah masuk kepentingan bisnis dan komersialisasi, kami Fraksi Demokrat menolak secara tegas," kata Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Sulsel Selle KS Dalle di Makassar, Sabtu.

Menurut legislator ini ada dugaan unsur komersialisasi pembangunan CPI dalam reklamasi lahan negara itu. Awalnya hanya untuk pembangunan peruntukan Wisma Negara dan fasilitas umum lainnya, kenapa kemudian bertambah dengan pembagunan mega proyek lainnya.

Dirinya menegaskan Fraksi Demokrat menolak seluruh pembangunan yang mengandung sistem komersialisasi di atas lahan tersebut, karena lahan yang digunakan merupakan tanah negara dan tidak boleh di perjualbelikan oleh siapapun.

"Saya membawa nama Fraksi Demokrat menolak tegas komersialisasi lahan negara dan akan mengeluarkan pernyataan resmi dalam pandangan umum fraksi pada rapat paripurna nanti," tegas Selle kepada wartawan.

Kendati penimbunan laut terus dilakukan pihak investor, namun pada kenyataannya hingga kini tidak ada dasar dan alas hak atau dikatakan "ilegal" dalam pembangunan karena dokumennya belum pernah ditunjukkan Pemprov Sulsel.

"Saya mengingatkan pihak Pemerintah Provinsi Sulsel bahwa dokumen resmi pengelolaan lahan negara itu sampai saat ini belum bisa ditunjukkan, bahkan izin reklamasi pun tidak jelas dikeluarkan siapa, yang seharusnya itu domain Kementerian Kelautan dan terkait lainnya bukan ranah provinsi," beber dia.

Diketahui proses pembangunan CPI di wilayah delta barat Pantai Losari Makassar terkhusus pada tahapan reklamasi seluas 157 hektare tersebut belum ada surat resmi dari kementerian terkait. Selain itu izin yang diberikan sebelumnya oleh pengembang yakni PT Yasmin Bumi Asri sudah kadaluarsa.

Izin pengembang tersebut sebagai pemenang tender pembangunan Wisma Negara sudah berakhir pada 31 Desember 2014 dan kini tidak diperpanjang lagi dari Kementerian karena diangggap tidak berhasil.

"Semua pembangunan di atas lahan negara itu harus melalui persetujuan DPRD setempat sesuai aturan yang berlaku. Sementara proses penimbunan di sana terus berjalan tapi DPRD Sulsel belum pernah mengeluarkan persetujuan soal objek yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga dalam hal ini Ciputra," ujarnya.

Ia menyebutkan bila mega proyek itu tetap dilanjutkan maka dipastikan semua pihak terkait dalam hal kelanjutan pembangunan, baik investor maupun pemerintah jelas melanggar aturan dan tentunya akan menanggung resiko.

"Bila proyek besar itu jadi, maka masyarakat umum tidak lagi menikmati matahari terbenam yang bisa disaksikan dengan mata telanjang di Anjungan Pantai Losari karena akan tertutup gedung-gedung. Dan hanya orang tertentu saja akan menikmati pemandangan itu, ini jelas pelanggaran," ucapnya.

Enam legislator Demokrat yakni Andi Endre Cecep Lantara, Haidar Majid, Nupri Basri, Fadriati, Syahrir dan Surya Boby dari Fraksi Partai Demokrat membenarkan penolakan itu dan setuju akan mengeluarkan sikap penolakan komersialisasi Center Point of Indonesia (CPI) di kawasan Tanjung Bunga Makassar.

Berdasarkan informasi yang berkembang diketahui Pemprov Sulsel telah melakukan perjanjian kerjasama dengan pihak pengembanga Ciputra Grup, kemudian hanya mendapat 50 hektare lahan reklamasi tersebut dari total luas lahan reklamasi 157 hektare.

Pihak pengembang berdalih lahan reklamasi seluas 50 hektare akan diserahkan ke Pemprov Sulsel dengan alasan dijadikan area publik seperti pembanguan fasilitas umum, yakni masjid, Wisma Negara, miniatur monas, area terbuka hijau, bahkan kantor pemerintahan.

Selebihnya lahan Ciputra untuk mengembangkan kota baru dengan nama Citra Land City Losari untuk pemukiman dan area komersil. Berdasarkan pada blue print rancangan pembangunan dikelola Ciputra grup tersebut sejumlah lahan strategis sudah dipatok untuk pembangunan bangunan elit.

Sebelumnya, mega proyek CPI merupakan inisiasi Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo. Dalam kawasan itu akan dibangun pusat bisnis, hotel, perkantoran, pusat hiburan, lapangan golf hingga Wisma Negara. Namun hingga berjalan enam tahun dan telah menelan anggaran Rp164 miliar bersumber APBD, tidak ada perkembangan berarti. 

Pewarta : Darwin Fatir
Editor :
Copyright © ANTARA 2024