Maros,  Sulsel (ANTARA Sulsel) - Vonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan terhadap Herman Kadir yang menjadi terdakwa penyelewenangan dana perusahaan pembiayaan dianggap pihak keluarga dan kuasa hukum terdakwa membuat kecewa.

"Vonis hakim terlalu memberatkan terdakwa, bahkan dalam pembacaan amar putusan itu lebih banyak diambil dari pertimbangan Jaksa Penuntut Umum. Ini sangat kuat adanya dugaan direkasaya mulai dari keterangan saksi," ucap Kuasa Hukum terdakwa, Yusri di Maros, Jumat.

Menurut dia hampir keseluruhan materi tuntutan JPU dimasukkan dalam pertimbangan hakim sementara materi pembelaan tidak terlalu dianggap dan terkesan disepelehkan, padahal itu dibuat berdasarkan fakta persidangan yang berlangsung selama 12 kali sidang.

"Mungkin hakim sedikit keliru dalam memutus perkara menyatakan orang bersalah padahal tidak. Bahkan Berita Acara Pemeriksaan atau BAP yang kami rasa itu cacat, malah diperkuat dalam pembacaan amar putusan. Ini yang kami sesalkan," ujarnya.

Selain itu Hakim ketua dipimpin Cristina Endarwati didampingi dua hakim anggota yakni Syahbuddin dan Pipianti dinilai tidak memberikan ketegasan saat sidang berlangsung dan lebih pro aktif mengali keterangan dari saksi padahal dalam aturan hakim ketua harus pasif karena netral atau sebagai penengah.

Tidak hanya itu selama sidang berlangsung 12 kali, Rahayu Muin selaku JPU dalam perkara itu terlihat santai dan seringkali memainkan ponselnya ketika sidang berlangsung. Ironisnya, meski terlihat oleh hakim, perbuatan itu tidak mendapat teguran dan malah dibiarkan hingga vonis dijatuhkan.

Bahkan salah satu kesalahan terbesar ketika kuasa hukum meminta saksi kunci pelapor yakni Multi Syaifullah selaku Kepala Cabang PT Top Finance untuk dihadirkan sebagai saksi sekaligus pelapor, tidak dilakukan JPU sesuai prosedur hukum yang berlaku.

"Dalam KUHP pasal 1 angka 26 jelas disebutkan pemanggilan saksi guna kepentingan peradilan harus hadir, bila tidak hadir hingga panggilan kedua, maka wajib hukumnya dipanggil paksa, tetapi JPU tidak melakukan itu dengan beralasan susah dicari. Hakim juga terkesan tidak peduli," bebernya

Majelis hakim menjatuhkan vonis kepada terdakwa satu tahun enam bulan, kendati lebih rendah dari tuntutan JPU dua tahun enam bulan dikenakan pasal 374 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP tentang pengelapan jabatan berkelanjutan, pihaknya tetap menyatakan putusan itu berat. Untuk itu kuasa hukum memilih pikir-pikir.

Saat ingin dikonfirmasi hakim Cristina usia sidang, malah buru-buru memilih lewat pintu belakang, kemudian secara resmi pewarta ingin wawancara terkait pertimbangan apa sehingga menjatuhkan vonis tersebut, pihak pengamanan pengadilan setempat malah berkilah harus melalui bidang Hubungan Masyarakat, ada apa?

Sementara ayah terdakwa Abdul Kadir menyatakan sanga kecewa dengan putusan vonis tersebut. Dirinya menyerahkan sepenuhnya kepada tuhan apa yang akan diberikan penegak hukum yang bermain diatas penderitaan orang lain.

"Saya kecewa putusan itu, tetapi semua diserahkan sepenuhnya kepada tuhan, meskipun engkau lolos di dunia, namun diakhirat pasti ada pertanggungjawabannya. Jelas pembelaan anak kami tetap dilakukan karena kami yakini dia tidak bersalah dan hanya dikambinghitamkan oknum perusahaannya," tutur dia.

Sebelumnya terdakwa dituduh melakukan penggelapan uang nasabah bila ditotalkan bersama denda Rp98 juta lebih. Sejumlah oknum karyawan juga menjadi saksi dipersidangan, melaporkan dirinya ke polisi atas tuduhan tersebut.

Diketahui berdasarkan fakta persidangan terdakwa menjabat Kepala Cabang pembiayaan Top Finance Maros dari September 2013 dan berakhir Januari 2015 karena terangkat menjadi Area Manajer satu tingkat di atas kepala cabang.

Jabatan Kepala Cabang pun diserahkan kepada Multi Syaifullah mulai berjalan pada Februari 2015 dan dirinya lebih fokus mengawasi beberapa cabang di sejumlah lokasi. Hingga Herman diminta pusat mengikuti pelatihan di Jakarta.

Sejak April-Juni 2015 kondisi keuangan perusahaan dipimpin Multi Syaifullah mulai goyang dan akhirnya ditemukan adanya penyimpangan keuangan oleh auditor. Terdakwa yang sedang berada di Jakarta tidak mengetahui persoalan ketika pulang menemui anaknya sedang sakit, lalu dijadikan tumbal kemudian ditangkap di Bandara Sultan Hasanuddin.

Penyidik Polres Maros Bripka Muliadi saat itu memeriksa Herman dinilai mengenyampingkan aturan ketika pembuatan BAP. Diduga memanfaatkan kodisi fisik lelah Herman membujuknya dan intimidasi untuk mengakui perbuatan yang bukan dia lakukan lalu menetapkannya menjadi tersangka. Kuasa hukum bersama keluaga menduga ada `deal-deal`.

Ironisnya hingga saat ini diketahui Multi Syaifullah mantan kepala cabang dan Mazita selaku mantan bendahara perusahaan pembiyayan diduga kuat tidak terdaftar di Depnaker Maros itu, menggunakan dana perusahaan tidak ditangkap namun bebas dan berlenggang kangkung di luar sana.

Pewarta : Darwin Fatir
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024