Tambolaka, NTT (ANTARA Sulsel) - Luas lahan wilayah pesisir di Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mayoritas dikuasai pemilik modal atau investor baik lokal maupun pihak asing.

"Ada sekitar 80 persen wilayah pesisir di Sumba Daya Barat memang dimiliki investor sebelum pemekaran kabupaten ini. Kami tidak tahu persis soal itu karena masyarakat sendiri yang menjualnya," ujar Wakil Bupati SBD Ndara Tanggu Kaha di Tambolaka, NTT, Jumat.

Menurut dia sejak pemekaran SBD 2007 hingga 2011, penjualan tanah marak dilakukan warga karena terdesak ekonomi, termasuk rayuan para mekelar tanah dengan harga murah atas suruhan para investor asing maupun lokal. Hal itu terus berlanjut sampai 2013.

Karena pendidikan yang sangat minim dan perekonomian di bawah rata-rata, kata dia, masyarakat terpaksa menjual tanah mereka untuk menyambung hidup, bahkan ada yang dibodoh-bodohi para kaki tangan para investor tersebut karena keterbatasan pendidikan.

"Memang banyak di sini khususnya di SBD tanah dimiliki baik orang asing dari Prancis, Amerika, Australia, Belanda dan lainnya maupun investor lokal dari Bali, Jakarta dan Surabaya. Mereka membeli tapi tidak membangun padahal alasan mereka akan berinvestasi," terang dia.

Selain itu, dirinya tidak memungkiri adanya konflik antarwarga terkait dengan kepemilikan lahan. Ironisnya mereka bahkan satu rumpun suku berkonflik untuk mendapatkan harta sampai nyawa melayang dan tidak jarang lahan tersebut dijual sampai lima kali kepada pembeli.

"Saya baru menjabat 1,6 bulan di sini, tentunya saya akan berupaya mencari solusi dengan melakukan revisi Perda Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Ranperda tentang investor yang mengatur segala hal termasuk pembangunan wisata di pesisir pantai pengembangan usaha pariwisata," bebernya.

Lahan yang dikuasai puluhan investor tersebut sejak beberapa tahun terakhir akan ditinjau ulang mengingat pengelola lahan belum melaksanakan pengembangan sesuai aturan.

"Kami membuka ruang seluas-luasnya bagi investror asalkan membangun termasuk izin dipermudah, tapi jangan menjadikan lahan itu tidur apalagi posisinya strategis di pinggir pantai. Kami memberikan batasan bila tidak dibangun dalam dua tahun maka ditinjau ulang," tegas Kaha.

Sementara Sekretaris Daerah Kabupaten SBD A Umbu Zaza menyebut salah satu contoh kasus investor mengatasnamakan perusahaan PT Kahale Mustika Kencana sebelumnya telah menguasai lahan di wilayah pesisir seluas 200 hektare pada tahun 1982 dengan alas Hak Guna Bangunan, namun tidak dimanfaatkan hingga saat ini.

"Tentunya kontrak itu tidak akan kami perpanjang karena sudah 20 tahun. Lahan itu dibiarkan tanpa dikelola, dan baru sekarang mereka mengklaim tanah itu miliknya, tentu dalam aturan harus dikembalikan ke negara atau pemerintah mengelolanya kembali," ungkap Umbu.

Ia mengakui ada oknum kepala desa terdahulu bermain dalam praktik penjualan tanah bahkan oknum dari Badan Pertanahan Nasional setempat ikut terlibat dalam pembuatan sertifikat palsu membuat terjadinya konflik antarsuku.

"Sebagai pemerintah berkewajiban melindungi rakyat. Mengenai maraknya penjualan tanah di pesisir laut kami tidak tahu persis soal itu. Yang jelas kami mencoba mencari solusi yang terbaik bagi masyarakat," ulas dia.

Panjang wilayah pantai khusus di Sumba Barat Daya mencapai 96 kilometer, hampir 80 persen dimiliki investor, 1,5 persen dikelola pemerintah daerah, dan sisanya masyarakat.

Pewarta : Darwin Fatir
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024