Makassar (ANTARA Sulsel) - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Saud Usman Nasution memboyong mantan teroris yang memimpin di kawasan Asia Tenggara yakni Nasir Abbas untuk menjadi pembicara pada dialog kebangsaan di Makassar.

"Membahas mengenai terorisme, kita harus melihatnnya secara menyeluruh dan dimulai dari masa setelah kemerdekaan hingga saat sekarang ini," ujar Saud di Makassar, Jumat.

Dia mengatakan, pada masa Orde Lama setelah Kemerdekaan RI dikumandangkan, ada tiga organisasi yang menjadi kelompok radikal dan dianggap sebagai kelompok teroris.

Ketiga kelompok itu antara lain, kelompok Negara Islam Indonesia (NII) juga dikenal dengan nama Darul Islam atau (DI) yang artinya adalah Rumah Islam.

NII adalah kelompok Islam di Indonesia yang bertujuan untuk pembentukan negara Islam di Indonesia. Ini dimulai pada 7 Agustus 1942 oleh sekelompok milisi muslim, dikoordinasikan oleh seorang politisi muslim radikal dan karismatik, Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo.

Sekarmadji memulainya di Desa Cisampah, Kecamatan Ciawiligar, Kawedanan Cisayong, Tasikmalaya, Jawa Barat. Kelompok ini mengakui syariat islam sebagai sumber hukum yang valid. Gerakan ini telah menghasilkan pecahan maupun cabang yang terbentang dari Jemaah Islamiyah ke kelompok agama nonkekerasan.

Sedangkan kelompok kedua adalah DI/TII yang hampir sama dengan gerakan NII. Gerakan ini bertujuan untuk menjadikan Republik Indonesia sebagai sebuah negara yang menerapkan dasar agama Islam sebagai dasar negara.

Dalam proklamasinya tertulis bahwa hukum yang berlaku di Negara Islam Indonesia adalah hukum Islam atau lebih jelasnya lagi, di dalam undang-undang tertulis bahwa "Negara Berdasarkan Islam" dan Hukum tertinggi adalah Al Quran dan Hadist.

Sementara yang ketiga adalah Gerakan Aceh Merdeka (GAM) adalah sebuah organisasi separatis yang memiliki tujuan supaya Aceh lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Konflik antara pemerintah RI dan GAM yang diakibatkan perbedaan keinginan ini telah berlangsung sejak tahun 1976 dan menyebabkan jatuhnya hampir sekitar 15.000 jiwa. Gerakan ini juga dikenal dengan nama Aceh Sumatra National Liberation Front (ASNLF).

"Nah, ini adalah awal mula gerakan teroris di masa orde lama dan terus berkembang menjadi bebas di zaman sekarang ini. Undang-undang kita sangat jelas dan dasar negara adalah Pancasila, bukannya Khilafah," katanya.

Sementara mantan teroris dan guru Imam Samudra, Nasir Abbas yang hadir dalam dialog kebangsaan yang digelar Kosgoro di Balai Prajurit Jenderal M Jusuf, Jalan Jenderal Sudirman, Makassar, Sulawesi Selatan itu mengaku senang bisa berada di tengah-tengah masyarakat Indonesia.

"Sejak saya ditangkap langsung oleh Pak Saud Usman pada tahun 2013. Semua rencana saya yang akan memanfaatkan perdamaian Malino jadi kacau. Saya berterima kasih karena ditangkap pada waktu itu dan tidak jadi mengacaukan dengan teror," katanya.

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024