BNPT melibatkan masyarakat desa deteksi dini radikalisme dan terorisme
Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI melibatkan masyarakat desa, terutama tim penggerak desa untuk peningkatan kesadaran deteksi dini terhadap radikalisme dan terorisme.
Untuk itu, Subdirektorat Kesiapsiagaan dan Pengendalian Krisis BNPT RI mengadakan intervensi sosial kedua Program Desa Siap Siaga yang diselenggarakan di Pekon Waringinsari Barat, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Pringsewu, Lampung, Kamis (19/10).
“Melalui Desa Siap Siaga sendiri memberikan pemahaman peningkatan kemampuan keterampilan kepada masyarakat,” kata Kepala Subdirektorat Kesiapsiagaan dan Pengendalian Krisis BNPT RI Indra Gunawan dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Jumat.
Ia menjelaskan Program Desa Siap Siaga tersebut mengedukasi masyarakat tentang hal-hal yang bertentangan dengan ideologi, kearifan lokal, dan budaya Indonesia.
“Kita berikan pengetahuan kepada masyarakat, sehingga masyarakat memiliki kesadaran terhadap ancaman radikalisme dan terorisme,” ujar Indra.
BNPT RI meyakini peningkatan kesadaran masyarakat desa akan berfungsi dalam pembentukan sistem deteksi dini terhadap adanya kemungkinan menyusupnya ideologi-ideologi menyimpang yang ingin memanfaatkan masyarakat demi kepentingan kelompok.
Sejauh ini, sambung Indra, Desa Siap Siaga sudah dijalankan di lima wilayah berbeda, yakni terdiri dari empat desa dan satu kelurahan.
“Di antaranya adalah Kabupaten Serang, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Sukabumi, Kelurahan Penatoi di Bima, Nusa Tenggara Barat, dan Pringsewu," rinci Indra.
Sebelumnya, Kepala BNPT Komjen Pol. Rycko Amelza Dahniel mengatakan desa siap siaga adalah program yang bertujuan untuk menciptakan desa yang toleran dan mampu mencegah masuknya ideologi radikalisme, ekstremisme, dan terorisme.
Dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Jumat (8/9), Rycko mengatakan desa siap siaga mengedepankan kolaborasi aktif dengan masyarakat dan semua instrumen, termasuk perangkat desa serta seluruh masyarakat desanya.
Dia menjelaskan terdapat tiga kriteria desa yang akan menjadi agen perdamaian dan penanggulangan terorisme. Pertama, desa harus mampu menjaga moderasi beragama di lingkungan masyarakatnya.
Kedua, desa tersebut harus mampu menjaga kerukunan dan harmonisasi antarmasyarakat dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ketiga, kata Rycko, siap memastikan menolak semua praktik kekerasan, radikalisme dan sejenisnya.
Untuk itu, Subdirektorat Kesiapsiagaan dan Pengendalian Krisis BNPT RI mengadakan intervensi sosial kedua Program Desa Siap Siaga yang diselenggarakan di Pekon Waringinsari Barat, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Pringsewu, Lampung, Kamis (19/10).
“Melalui Desa Siap Siaga sendiri memberikan pemahaman peningkatan kemampuan keterampilan kepada masyarakat,” kata Kepala Subdirektorat Kesiapsiagaan dan Pengendalian Krisis BNPT RI Indra Gunawan dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Jumat.
Ia menjelaskan Program Desa Siap Siaga tersebut mengedukasi masyarakat tentang hal-hal yang bertentangan dengan ideologi, kearifan lokal, dan budaya Indonesia.
“Kita berikan pengetahuan kepada masyarakat, sehingga masyarakat memiliki kesadaran terhadap ancaman radikalisme dan terorisme,” ujar Indra.
BNPT RI meyakini peningkatan kesadaran masyarakat desa akan berfungsi dalam pembentukan sistem deteksi dini terhadap adanya kemungkinan menyusupnya ideologi-ideologi menyimpang yang ingin memanfaatkan masyarakat demi kepentingan kelompok.
Sejauh ini, sambung Indra, Desa Siap Siaga sudah dijalankan di lima wilayah berbeda, yakni terdiri dari empat desa dan satu kelurahan.
“Di antaranya adalah Kabupaten Serang, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Sukabumi, Kelurahan Penatoi di Bima, Nusa Tenggara Barat, dan Pringsewu," rinci Indra.
Sebelumnya, Kepala BNPT Komjen Pol. Rycko Amelza Dahniel mengatakan desa siap siaga adalah program yang bertujuan untuk menciptakan desa yang toleran dan mampu mencegah masuknya ideologi radikalisme, ekstremisme, dan terorisme.
Dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Jumat (8/9), Rycko mengatakan desa siap siaga mengedepankan kolaborasi aktif dengan masyarakat dan semua instrumen, termasuk perangkat desa serta seluruh masyarakat desanya.
Dia menjelaskan terdapat tiga kriteria desa yang akan menjadi agen perdamaian dan penanggulangan terorisme. Pertama, desa harus mampu menjaga moderasi beragama di lingkungan masyarakatnya.
Kedua, desa tersebut harus mampu menjaga kerukunan dan harmonisasi antarmasyarakat dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ketiga, kata Rycko, siap memastikan menolak semua praktik kekerasan, radikalisme dan sejenisnya.