Makassar (ANTARA Sulsel) - Ketua Lembaga Studi Advokasi Media dan Anak (Lisan) Sulawesi Selatan Rusdin Tompo menilai Peraturan Presiden Pengganti Undang-undang (Perppu) sanksi Kebiri sangat tepat.
"Pada prinsipnya kami mengapresiasi upaya pemerintah menerbitkan Perppu ini. Tujuan yang diharapkan memberi efek jera serta memberikan perlindungan bagi anak dan perempuan," ujarnya di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat.
Menurut dia kekerasan dan tindakan asusila bahkan pemerkosaan yang dialami perempuan serta perlakuan kasar termasuk pencabulan terhadap anak-anak di bawah umur merupakan hal miris dan terus menjadi sorotan publik.
Pemerintah Indonesia melalui Presiden Joko Widodo akhirnya mengeluarkan Peraturan Presiden Pengganti Undang-undang (Perppu) Kebiri untuk memberikan perlindungan kepada mereka.
"Pada prinsipnya kami mengapresiasi upaya pemerintah menerbitkan Perppu ini. Tujuan yang diharapkan memberi efek jera serta memberikan perlindungan bagi anak dan perempuan," ucapnya.
Sesuai prinsip-prinsip perlindungan anak atau "the best interest of the child", kata dia, harus mendapat perhatian serius dari pemerintah dan kalangan terkait lainnya.
"Tetapi jangan buru-buru punya ekspektasi tinggi terhadap Perppu ini, karena Perppu tersebut masih akan mendapat persetujuan DPR. Artinya, masih akan ada proses politik di dewan," ujarnya.
Mantan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulsel ini mengemukakan Perppu tidak berlaku apabila pelakunya masih kategori anak di bawah 18 tahun. Atau tidak berlaku surut bagi kasus-kasus yang sudah terjadi sebelum Perppu itu diterbitkan.
Hal itu khusus ditujukan kepada pelaku yang melakukan kejahatannya secara berulang, dan masih butuh penyamaan persepsi dengan Ikatan Dokter Indonesia sebagai eksekutor sanksi pengkebirian.
Sementara pada tataran teknis pelaksanaan, katanya, Perppu masih butuh Peraturan Pelaksana yang melibatkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementrian Hukum HAM termasuk Kementerian Kesehatan.
"Pemerintah mesti melakukan koordinasi lintas sektor, bidang, institusi, peningkatan kapasitas para penyelenggara, memperkuat sistem rujukan penanganan kasus anak dan perempuan," ujarnya.
Selain itu pencegahan dalam bentuk sosialisasi dan mendorong partisipasi masyarakat juga perlu dilakukan. Jadi, pemberlakuan Perppu masih butuh proses panjang seperti yang dijelaskan.
Untuk mengukur ataupun menilai efektif tidaknya, lanjut dia, tentu masih akan diuji di lapangan. Selain itu masih ada sikap hakim di pengadilan dalam memutus perkaranya.
"Patut kita dukung langkah ini, apalagi dalam perppu ada sanksi minimal yaitu 10 tahun bagi para pelakunya," tambahnya.
"Pada prinsipnya kami mengapresiasi upaya pemerintah menerbitkan Perppu ini. Tujuan yang diharapkan memberi efek jera serta memberikan perlindungan bagi anak dan perempuan," ujarnya di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat.
Menurut dia kekerasan dan tindakan asusila bahkan pemerkosaan yang dialami perempuan serta perlakuan kasar termasuk pencabulan terhadap anak-anak di bawah umur merupakan hal miris dan terus menjadi sorotan publik.
Pemerintah Indonesia melalui Presiden Joko Widodo akhirnya mengeluarkan Peraturan Presiden Pengganti Undang-undang (Perppu) Kebiri untuk memberikan perlindungan kepada mereka.
"Pada prinsipnya kami mengapresiasi upaya pemerintah menerbitkan Perppu ini. Tujuan yang diharapkan memberi efek jera serta memberikan perlindungan bagi anak dan perempuan," ucapnya.
Sesuai prinsip-prinsip perlindungan anak atau "the best interest of the child", kata dia, harus mendapat perhatian serius dari pemerintah dan kalangan terkait lainnya.
"Tetapi jangan buru-buru punya ekspektasi tinggi terhadap Perppu ini, karena Perppu tersebut masih akan mendapat persetujuan DPR. Artinya, masih akan ada proses politik di dewan," ujarnya.
Mantan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulsel ini mengemukakan Perppu tidak berlaku apabila pelakunya masih kategori anak di bawah 18 tahun. Atau tidak berlaku surut bagi kasus-kasus yang sudah terjadi sebelum Perppu itu diterbitkan.
Hal itu khusus ditujukan kepada pelaku yang melakukan kejahatannya secara berulang, dan masih butuh penyamaan persepsi dengan Ikatan Dokter Indonesia sebagai eksekutor sanksi pengkebirian.
Sementara pada tataran teknis pelaksanaan, katanya, Perppu masih butuh Peraturan Pelaksana yang melibatkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementrian Hukum HAM termasuk Kementerian Kesehatan.
"Pemerintah mesti melakukan koordinasi lintas sektor, bidang, institusi, peningkatan kapasitas para penyelenggara, memperkuat sistem rujukan penanganan kasus anak dan perempuan," ujarnya.
Selain itu pencegahan dalam bentuk sosialisasi dan mendorong partisipasi masyarakat juga perlu dilakukan. Jadi, pemberlakuan Perppu masih butuh proses panjang seperti yang dijelaskan.
Untuk mengukur ataupun menilai efektif tidaknya, lanjut dia, tentu masih akan diuji di lapangan. Selain itu masih ada sikap hakim di pengadilan dalam memutus perkaranya.
"Patut kita dukung langkah ini, apalagi dalam perppu ada sanksi minimal yaitu 10 tahun bagi para pelakunya," tambahnya.