Makassar (ANTARA Sulsel) - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan usai memeriksa lima Ketua Koperasi Simpan Pinjam (KSP) sebagai tersangka langsung menjebloskannya ke dalam sel tahanan karena terkait dugaan korupsi dana bergulir di Kota Makassar pada 2014.

"Mereka semua ini diperiksa sebagai tersangka dan demi kepentingan penyidikan dan perampungan berkasnya, maka langkah penahanan dilakukan," ujar Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejati Sulsel Salahuddin di Makassar, Jumat.

Lima Ketua KSP yang ditahan secara bersamaan yakni Ketua KSP Multi Guna, AH, ketua KSP Amar Sejahtera, NS, Ketua KSP Mitra Niaga, TA, Ketua KSP Duta Mandiri, AM dan Ketua KSP Citra Niaga MI.

Kelimanya setelah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka selama beberapa jam, langsung dijebloskan ke dalam sel tahanan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) klas I Makassar, hingga 20 hari kedepan.

"Proses penahanan untuk kelimanya itu akan berlangsung selama 20 hari kedepan dan jika masa penahanannya habis, maka masih memungkinkan untuk ditambah," katanya.

Alasan dilakukan penahanan terhadap lima tersangka tersebut karena alasan subyektif dan obyektif. Yaitu dikhawatirkan tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan akan mengulangi kembali perbuatannya.

"Kelimanya kita tahan guna mempermudah proses penyidikan kasus ini. Penahanan itu sudah memenuhi unsur subjektif dan objektifnya perkara ini," tandasnya.

Dalam penyelidikan kasus ini sudah ada beberapa koperasi yang telah dimintai keterangannya soal penyaluran dana bergulir. Beberapa koperasi penerima dana bergulir diduga tidak dilakukan verifikasi.

Karena berdasarkan hasil temuan, ada beberapa koperasi penerima dana manfaat diduga sengaja didirikan hanya untuk menerima dana bantuan tersebut.

Dana rata-rata yang diterima oleh Koperasi UMKM nilainya bervariatif, bahkan ada koperasi yang menerima bantuan hingga nilai maksimal yakni Rp25 miliar. Koperasi tersebut diduga tidak aktif, tapi tetap diberikan bantuan.

Kejaksaan menduga ada oknum dari Dinas Koperasi dan UKM Kota Makassar yang membantu sehingga koperasi itu memperoleh bantuan, meski tidak memenuhi standar prosedur kelayakan.

Selain itu, diduga terjadi perubahan status koperasi dari tidak aktif menjadi aktif tanpa melalui prosedur seperti rapat pengurus koperasi.

Berdasarkan hasil audit investigasi dari Badan Pengawasan Pembangunan dan Keuangan (BPKP) Sulawesi Selatan, diduga kerugian negara mencapai Rp916 juta.

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024