Makassar, (Antara Sulsel) - Besarnya manfaat dari produk turunan crude palm oil (CPO) semakin memperkokoh posisi kelapa sawit sehingga semakin tak tertandingi.

Bendahara Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Kanya Lakhsmi Sidarta mengatakan bahwa persaingan atau perang dagang antar minyak nabati semakin ketat. Hal ini mengingat kebutuhan antar minyak nabati semakin tinggi.

Namun, melihat tinghinya permintaaan akan minyak nabati maka industri minyak kelapa sawit akan semakin mendapat tekanan dari para pesaing minyak nabati. Hal ini lantaran produksi minyak kelapa sawit paling efisien dibandingkan produksi minyak nabati yang lain.

“Jadi industri minyak sawit tidak boros, karena untuk memproduksi volume minyak yang sama, lahan yang dibutuhkan untuk minyak nabati nainnya jauh lebih besar sekitar 8 – 10 kali lipat lahan sawit,” jelas Lakhsmi.

Melihat hal ini, menurut Lakhsmi. Maka tidaklah heran jika asing selalu membuat penekanan terhadap industri minyak kelapa sawit. Diantaranya dengan mengatakan bahwa minyak kelapa sawit tidak ramah lingkungan.

Sekedar catatan, seperti diketahui hanya minyak kelapa sawit yang mempunyai sertifikat sustainable seperti serifikat Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Artinya hal itu sebagai pembuktian bahwa lahan kelapa sawit yang dibangun telah menerapkan pola sustainable.

“Artinya, fakta dilapangan minyak kelapa sawit yang dibangun di Indonesia telah menerapkan prinsip sustainable,” tegas Lakhsmi.

Tidak hanya itu,  Lakhsmi menjelaskan, saat ini banyak beredar persepsi  negatif tentang kelapa sawit, mulai dari minyak sawit dianggap tidak baik untuk kesehatan, perkebunan kelapa sawit penyebab hilangnya biodiversitas, deforestasi, emisi GRK, hingga kebakaran hutan.

Lagi-lagi, fakta dilapangan menunjukkan sebaliknya. Minyak sawit diketahui memiliki kandungan vitamin E tertinggi dibanding minyak kedelai maupun bunga matahari. Nilai Konservasi hutan justru lebih tinggi setelah ditanami kelapa sawit ketimbang sebelumnya.

“Kebakaran hutan sering dituduhkan akibat kelapa sawit. Nyatanya, hanya 10 persen, yang lebih besar disebabkan pulpwood plantation (25 persen) dan 60 persen kebakaran terjadi di lahan tak bertuan,” jelas Lakhsmi.

Sehingga dalam hal ini, Lakhsmi menilai, “karena besarnya manfaat dan ketergantungan dunia terhadap kelapa sawit, dan daya saing kelapa sawit makin sulit disaingi. Maka persaingan atau perang dagang ini, akhirnya asing menggunakan cara-cara kampanye negatif.”

Pewarta :
Editor : Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024