Makassar (ANTARA Sulsel) - Pemerintah Kota Makassar telah membentuk tim hukum dan advokasi untuk mendampingi para korban penyerangan dan penganiayaan yang dilakukan oleh puluhan oknum Sabhara Polda Sulsel dan Polrestabes Makassar.

"Kami adalah tim hukum dan advokasi yang telah ditunjuk oleh wali kota untuk mengawal, mengadvokasi dan memberikan pendampingan hukum bagi para korban yakni anggota Satpol PP," ujar Ketua Tim Hukum Satpol PP Makassar Adnan Buyung Azis di Makassar, Rabu.

Dia bersama anggota tim hukum dan advokasi dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Makassar (YLBHM) serta para pengacara lainnya mulai bekerja sejak ditunjuk pada 18 Agustus atau seminggu setelah insiden penyerangan kantor balai kota.

Ia mengaku, meski baru mulai bekerja sekitar lima hari ini, pihaknya sudah mengumpulkan banyak bukti-bukti dan meminta keterangan langsung dari para korban penganiayaan.

"Sebenarnya sejak insiden bentrokan tanggal 7 Agustus itu, sudah ada tim hukum yang dibentuk oleh Pemkot Makassar melalui Kabag Hukum, tetapi belum dianggap cukup sehingga dibentuk lagi tim hukum dan advokasi ini," katanya.

Meskipun baru lima hari bekerja, pihaknya menemukan banyak kejanggalan dalam bentrokan itu dan sedikitnya tiga fakta penting proses hukum yang dilakukan polisi menjadi materi pendampingannya.

Pertama, kata dia, bentrokan antara Satpol PP dengan oknum polisi di Anjungan Pantai Losari dan penyerangan kantor Balaikota Makassar terkesan "Excessif dan abuse of power".

Ia mencontohkan upaya paksa penangkapan dan penyitaan proses pemeriksaan terhadap anggota Satpol PP yang tidak sesuai standar HAM dan KUHAP.

"Beberapa saksi dan tersangka yang diperiksa tidak diberikan haknya yaitu pendampingan hukum, harusnya mereka didampingi tim hukum," jelas Adnan yang juga Ketua YLBHM itu.

Dari tiga fakta tersebut, lanjut dia, pihaknya mendesak pihak Kapolda Sulsel dan Kapolrestabes untuk menghormati hak dan keadilan bagi korban penganiayaan dan penyerangan/pengrusakan kantor Balaikota.

Selain itu, dia mendesak kepada Kapolda Sulsel untuk melakukan proses hukum secara profesional dan imparsial baik pidana hukum dan etik bagi anggota kepolisian yang diduga melakukan penganiayaan dan pengrusakan kantor Balaikota.

"Kami juga mendesak kepada Kapolda Sulsel untuk menghormati dan memenuhi standar HAM dan KUHAP terutama hak-hak tersangka dalam proses penyidikan," katanya.


Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024