Makassar (ANTARA Sulsel) - Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Makassar akhirnya menunda rapat pleno di DPRD Makassar terkait penetapan Upah Minimum Kota (UMK) 2017 disebabkan mengikuti revisi Upah Minimum Provinsi (UMP) Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.

"Rencananya rapat hari ini, tapi setelah kami mendapat informasi UMP masih akan direvisi kembali, sehingga kami mengikuti saja dan rapat ini kita tunda sampai ada infomasi selanjutnya," kata Humas Disnaker Kota Makassar Dek Rolly Ahmad di Makassar, Senin.

Menurut dia, UKM sudah ditetapkan naik hingga 8,25 persen sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan. UMK Makassar pada 2016 dari Rp2,3 juta akan mengalami kenaikan hingga Rp2,5 juta atau naik 8,25 persen dari sebelumnya.

Meski demikian, jadwal rapat pleno penentuan UMK di kantor DPRD Makassar sekiranya hari ini diputuskan, namun berubah karena UMK pastinya akan berkorelasi dengan UMP terkait dengan besaran penetapannya.

"Rapat akan kembali dilanjutkan di DPRD kalau revisi UMP suah diketahui, tentunya UMK akan mengikuti dan bisa saja direvisi kembali. Tentunya kami mengikuti prosedur UMK bisa ditetapkan setelah UMP itu juga ditetapkan di mana jumlahnya harus lebih besar dari UMP," ujarnya.

Selain itu Rolly mengungkapkan sesuai surat edaran Menteri Ketenagakerjaan, penetapan UMK dapat diumumkan selambat-lambatnya 24 November 2016 tetapi setelah penetapan UMP rampung.

Secara terpisah, Ketua Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Sulawesi Selatan Andi Mallanti menyatakan harapan agar Pemerintah Kota Makassar menaikkan Upah Minimum Kota (UMK) minimal hingga 10 persen.

Mengenai adanya kenaikan hingga 8,25 persen, kata dia menilai tidak sesuai dengan kebutuhan pemenuhan standar hidup layak bagi para pekerja buruh di wilayah perkotaan Makassar.

"Harapannya dinaikkan lebih dari 10 persen, hal itu mengingat indikatornya sudah jelas. Di mana pertumbuhan ekonomi di Sulsel maupun Makassar berada di tingkatan delapan persen jauh di atas rata-rata nasional, sedangkan inflasi hanya tiga persen, seharusnya kenaikan itu di atas 10 persen," ujarnya.

Andi menambahkan bila acuan yang digunakan pada Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan, sama sekali tidak relevan dengan kebutuhan buruh di Kota Makassar. Sebab, kenaikan sampai 8,25 persen tersebut mengacu pada pertumbuhan ekonomi nasional diketahui sekitar lima persen dengan inflasi tiga persen.

"Bila kita berhitung pada angka nasional memang cukup 8,25 persen. Tetaapi harus juga dipakai hitungan Sulsel dan Makassar, karena tidak bisa kita dipungkiri sumbangsih pekerja dalam menumbuhkan perekonomian Sulsel dianggap cukup besar," ucapnya.

Pewarta : Darwin Fatir
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024