Makassar (Antara Sulsel) - Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI memperjelas kebijakan diskresi karena hal ini bisa saja berimplikasi hukum.

"Ada banyak tantangan yang kami hadapi di daerah. Misalnya, jika ada sebuah gerakan besar yang terdeteksi, tentu saja kepala daerah tidak boleh diam," kata Syahrul dalam ramah tamah bersama jajaran BPK RI di Makassar, Minggu.

Dia mengatakan, harus ada pendekatan persuasif yang dilakukan. "Nah, uangnya dari mana? Itu diskresi. Tapi bagaimana sebenarnya batasnya? Itu yang kadang kami tidak paham, karena tidak ada juga aturan yang jelas soal itu," katanya.

Pada acara yang juga dihadiri gubernur se-Kawasan Timur Indonesia (KTI) tersebut, Syahrul mengungkapkan, di saat situasi kemajuan teknologi dan perkembangan berbagai media sosial yang tidak bisa dibendung akselerasinya, menjadi tantangan baru yang cukup menggelisahkan.

"Karena itu, BPK harus melindungi pemerintah daerah karena berita hoax," ujarnya.

Menurut Syahrul, saat ini mudah sekali orang melaporkan seseorang ke KPK. "Lawan politik, orang yang tidak senang, orang yang kalah tender, semua mudah melaporkan," katanya.

"Kalau semua ini tanpa saringan, semua orang bisa periksa kami, tidak ada lagi yang bisa lindungi kami. Kalau begini susah juga," katanya

BPK yang punya kekuatan penuh untuk memeriksa, menurut dia, juga seharusnya bisa melindungi.

"Menjalankan pemerintahan tidak mudah, kami mulai subuh sudah dirongrong dengan pekerjaan, dan baru selesai dini hari. Itupun masih kaget-kaget. Kami harus 'ngatur' kebijakannya. Gubernur tidak boleh tidur. Itulah yang kami hadapi di daerah," ungkapnya.

Menanggapi keluhan tersebut Ketua BPK RI Harry Azhar Azis menyampaikan, sudah ada instruksi presiden (inpres) bahwa tidak boleh ada pemeriksaan, penyidikan, terhadap rekomendasi BPK yang dilindungi Undang-undang, selama 60 hari.

Di tingkat nasional dan provinsi cara pandangnya relatif sama, tetapi di kabupaten kota masih beraneka ragam.
"Memang keluhan ini, saya keliling daerah disampaikan Bupati, Walikota dan Gubernur. Apa yang disampaikan Pak Syahrul juga dirasakan Gubernur dan Walikota lain," ujarnya.

Ia menegaskan, BPK tidak bisa mencegah atau bahkan mengintervensi aparat penegak hukum. Tetapi, seluruh rekomendasi BPK yang bisa ditindaklanjuti sebelum 60 hari, yang kemudian diperpanjang 150 hari, tidak boleh aparat penegak hukum masuk didalamnya.

"Namun, memang harus ada koordinasi dengan aparat penegak hukum," katanya.

Ia menegaskan, Mahkamah Agung (MA) sudah membuat surat edaran bahwa satu-satunya lembaga yang melakukan perhitungan kerugian negara adalah BPK atau lembaga lain yang mengatasnamakan atau mendapat rekomendasi BPK.

Hal tersebut makin memperkuat sehingga tidak ada lagi ketakutan bahwa ada lembaga lain yang bisa membuat perhitungan kerugian negara.

Terkait diskresi, Harry Azhar mengakui, sampai sekarang belum ada rujukan atau petunjuk mengenai ruang diskresi. Untuk mempertegas ruang diskresi tersebut, menjadi tugas DPR. 

"Diskresi memang dilindungi. Tapi sejauh mana, memang menimbulkan perdebatan panjang," ujarnya.

Turut hadir dalam ramah tamah tersebut, Pelaksana Tugas Gubernur Gorontalo, Gubernur Maluku, Gubernur Sulawesi Tengah, Gubernur Kalimantan Utara, dan Anggota DPR RI Amir Uskara.

Pewarta : Nurhaya J. Panga
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024