Makassar (Antara Sulsel) - Majelis hakim menolak eksepsi atau nota keberatan yang diajukan penasehat hukum terdakwa Jusman bin Abdul Muing atas dakwaan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan.

"Beberapa materi keberatan sudah dianggap memasuki pokok perkara yang bakal dibuktikan dalam fakta persidangan, eksepsi dari penasehat hukum ditolak," ujar Majelis Hakim dipimpin Cening Budiana didampingi hakim anggota Rika Moba dan Budiansyah di Pengadilan Negeri Makassar, Senin.

Berdasarkan penolakan itu, majelis meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) segera melanjutkan pemeriksaan terdakwa termasuk menghadirkan saksi-saksi. Padahal sebelumnya penasehat hukum terdakwa telah menerangkan lima poin keberatan yakni surat dakwaan JPU terhadap terdakwa dinyatakan tidak lengkap.

Kemudian penerapan pasal pada proses penyidikan dinyatakan keliru, yakni menerapkan pasal 170 KUHP tanpa menerapkan pasal 354 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) karena tidak sesuai dengan pakta persidangan.

Abdul Azis selaku tim penasehat hukum terdakwa Jusman, anggota Satpol PP Makassar yang diduga menikam anggota Satuan Sabhara Polda Sulsel, Bripda Michael Abraham saat penyerangan Balai Kota Makassar pada 6 Agustus 2016 menyesalkan penolakan eksepsi itu. Meski demikian hal itu kewenangan hakim.

"Kami berharap beberapa poin akan dilanjutkan dalam pemeriksaan. Ada beberapa hal seperti otopsi, barang bukti badik yang digunakan terdakwa kami anggap itu tidak ada dihadirkan. Terkait dengan pihak yang kami anggap itu menjadi bagian yang juga harus dihadirkan karena ada pihak yang harus diperiksa," katanya.

Selain itu, selama proses hukum mulai pelimpahan hingga ke persidangan, barang bukti sebilah badik tidak bisa dihadirkan JPU, bahkan ada saksi diajukan tapi tidak berada di lokasi Tempat Kejadian Perkara.

Sebab, kata dia, pengakuan saksi tidak bisa dijadikan alat bukti, karena saksi tidak berada di lokasi kejadian dan tidak melihat langsung.

Berdasarkan pasal 189 ayat 4 KUHAP pengakuan terdakwa tidak cukup kuat sebagai alat bukti. Penghilangan pasal 170 ayat 2 ke 3 dengan menggantinya dengan Pasal 354 ayat 2 KUHAP tidak bisa dijelaskan JPU.

"Kami anggap ada penerapan pasal penyelundupan padahal di penyidikan itu tidak ada. Ini juga soal keyakinan kami, adalah pembelaan klien kami dan siap saja menghadapi pembuktian otopsi, dan badik. Fakta pembelaan ini sifatnya darurat pada situasi yang tidak berimbang," kaanya.

Mantan Direktur LBH ini mengatakan, mengenai dengan langkah JPU akan menghadirkan saksi-saksi, pihaknya akan melihat dulu, siapa-siapa dihadirkan karena faktanya saksi adalah orang yang mendengar dan melihat kejadian bukan diluar kejadian.

"Nanti kita lihat saksi-saksinya siapa saja, kalau itu diluar konteks tentu menjadi pertanyaan besar. Selain itu barang bukti badik dan hasil otopsi kami berharap di hadirkan di persidangan," harap dia.

Pewarta : Darwin Fatir
Editor :
Copyright © ANTARA 2024