Makassar (Antara Sulsel) - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan menyatakan jika Bupati Takalar, Burhanuddin Baharuddin belum pernah diperiksa penyidik pidana khusus dalam kapasitasnya sebagai tersangka dan hanya sebatas saksi.

"Belum pernah karena memang baru ditetapkan menjadi tersangka. Sebelum-sebelumnya sudah pernah diperiksa dan itu hanya sebatas saksi," ujar Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sulsel, Tugas Utoto di Makassar, Kamis.

Tugas yang didampingi Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sulsel Salahuddin mengatakan, pemeriksaan terhadap bupati baru akan diperiksa setelah penyidik menyusun jadwal pemanggilannya.

Penetapan tersangka terhadap bupati, kata Tugas, dilakukan setelah mempertimbangkan hasil penyidikan dari tiga tersangka sebelumnya serta adanya fakta-fakta baru dalam proses persidangan.

"Ini lanjutan dari hasil penyidikan yang kita lakukan dan juga fakta-fakta dalam persidangan yang menjadi acuan sehingga cukup bukti untuk ditetapkan menjadi tersangka," jelasnya.

Sebelumnya, penyidik juga menetapkan bawahan bupati sebagai tersangka, yakni Camat Mangarabombang berinisial NU, Kepala Desa Laikang SL dan Sekretaris Desa AS juga sudah ditetapkan tersangka dan kasusnya sudah dalam tahap persidangan untuk ketiganya tersebut.

Kasi Penkum Salahuddin menyatakan, penetapan ketiganya menjadi tersangka karena diduga kuat menjual aset negara, yakni sebidang tanah negara seluas 200 hektare di Desa Laikang, Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar.

Ia mengaku, penetapan tersangka tersebut, berdasarkan adanya hasil gelar perkara (ekspose) yang oleh penyidik menyebutkan adanya keterlibatan dan peran ketiganya dalam hal jual-beli tanah negara di Desa Laikang, Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar.

Ketiganya diduga terlibat dalam jual-beli tanah seluas 200 hektare dengan cara melakukan rekayasa status tanah negara tersebut menjadi status tanah milik warga agar tanah negara tersebut bisa dijual kepada pihak investor.

"Akibat dari perbuatan ketiga tersangka ini, negara diduga telah mengalami kerugian hingga miliaran rupiah," katanya.

Penetapan ketiga tersangka tersebut, kata dia, berdasarkan dua alat bukti yang cukup dan telah memenuhi unsur melanggar undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) karena akibat perbuatan tersangka, negara telah mengalami kerugian.

"Ketiganya kita jerat dengan pasal 2 dan 3 Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor, juncto pasal 55 KUHP," tegas Salahuddin.

Penjualan tanah seluas 200 hektare kepada pihak pengusaha menimbulkan kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp18 miliar sesuai dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

Kedua perangkat desa itu memiliki peran secara bersama-sama membantu tersangka Camat sebelumnya dalam penjualan aset daerah tersebut. Keduanya diduga mengetahui sehingga munculnya alas hak berupa Sporadik dan hak guna bangunan (HGB).

Lahan yang rencananya diperuntukkan untuk membangun kawasan transmigrasi itu diperjualbelikan kepada seorang pengusahan untuk pembangunan kawasan industri.

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024