Kupang (Antara Sulsel) - Akademisi dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Dr Ir Leta Rafael Levis mendorong pemerintah dan pengusaha untuk memanfaatkan peluang ekspor hewan kurban berupa kambing dan domba guna memenuhi permintaan luar negeri.

        Peluang ekspor hewan kurban ke ASEAN dan Timur Tengah sangat menjanjikan, sehingga harus dioptimalkan para pengusaha untuk memenuhi permintaan, bisnis dan meningkatkan daya beli," katanya di Kupang, Kamis.

        Dosen pada Fakultas Pertanian dan Peternakan Undana Kupang ini mengatakan hal tersebut terkait ekspor ternak ke luar negeri karena permintaan dalam negeri sudah dicukupi bahkan berpeluang dilakukan ekspor ke ASEAN dan Timur Tengah.

        Ia mengatakan saat ini hewan untuk kurban mulai diperdagangkan di sejumlah wilayah untuk memenuhi kebutuhan umat muslim dalam menjalankan ibadah kurban.

        Dia menyebut data Menteri Pertanian mengungkapkan populasi domba dan kambing pada 2011-2015 tumbuh rata-rata 5,8 persen per tahun.

        Pertumbuhan populasi itu diprediksi akan tetap meningkat pada periode lima tahun berikutnya (2017-2021) bahkan khusus untuk 2018, Indonesia akan mampu mengekspor sebanyak 800.000 ekor dan diperkirakan ekspor semakin meningkat pada 2021 menjadi 1,5 juta ekor.

        Untuk melakukan ekspor ternak kurban jenis kecil itu, maka pemerintah daerah perlu mengoptimalkan populasi ternak jenis ini termasuk sapi potong yang ada untuk mengatasi kekurangan daging sapi yang dihadapi konsumen menjelang setiap hari besar keagamaan.

        Saat ini katanya lagi penduduk NTT juga tidak kekurangan pangan daging sapi karena populasinya cukup banyak bahkan daerah ini telah mengantarpulaukan sapi potong ke Jakarta dan Kalimantan untuk memenuhi stok daging disana.

        Ketua Penyuluh Pertanian NTT inin mengatakan kajian itu juga terkait dengan defisist pemenuhan kebutuhan daging sapi baik nasional maupun lokalan sehingga untuk memenuhinya perlu impor.

        Menurut dia, tingkat pengoptimalan populasi sapi yang ada di daerah ini untuk memenuhi defisit akan daging sapi bisa saja dilakukan dengan penggemukan ketimbang pembesaran atau dilepas bebas dipadang hingga usia tertentu baru dilepas ke pasar.

        Karena selain dagingnya kurang berkualitas, tingkat perputaran ekonominya pun lambat karena membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memotong sapi.

        "Memilih sapi penggemukan lebih tepat ketimbang sapi bibit yang dilepas bebas di padang dengan waktu tertentu baru dipotong," katanya.

Pewarta : Hironimus Bifel
Editor :
Copyright © ANTARA 2024