Makassar (Antara Sulsel) - Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mendorong penyelenggaran pemilu, KPU serta Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) serius melakukan pendataan bagi pemilih pemula yang memasuki usia 17 tahun.

"KPU dan Dukcapil seharusnya serius mendata bagi pemula seperti yang ada tingkatan SMA, SMK maupun MA termasuk pesantren dan anak yang tidak bersekolah, sehingga dihari menjelang pencoblosan sudah cukup 17 tahun dan mereka berhak menyalurkan hak pilihnya," ucap aktivis Perludem Sulsel, Saiful Jihad di Makassar, Jumat.

Menurut dia, bila mengacu pada PKPU nomor 2 tahun 2017, dan Undang-undang nomor 7 tahun 2017, yang mensyaratkan bahwa yang berhak memberikan hak suara pada Pilkada serta Pemilu adalah yang memiliki elektronik KTP (e-KTP) dan atau Suket bukti telah melakukan perekaman e-KTP di Dukcapil setempat.

Jika mereka tidak ataupun belum melakukan perekaman data e-KTP, lanjutnya, maka mereka dapat kehilangan hak untuk memilih. Sehingga ini akan menjadi presenden buruk dalam pelaksanaan pesta demokrasi di tahun mendatang.

Untuk itu, KPU kabupaten kota mesti melakukan koordinasi dengan pihak Dinas Pendidikan, Kementerian Agama serta Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil untuk segera mendata selanjutnya melakukan perekaman data e-KTP terhadap siswa ataupun anak yang telah memiliki hak pilih pada usia 17 tahun jelang hari pencoblosan.

"Harapannya, Dukcapil jangan menunggu, tetapi sebaiknya menjemput bola dengan mendatangi sekolah, madrasah serta di pemukikan warga di wilayah setempat,"harapnya.

Selain itu, Dukcapil setempat mesti berkoordinasi dengan pihak Kantor Urusan Agama (KUA) apabila ada warga yang melakukan pernikahan, sebelum usia 17 tahun untuk segera dilakukan perekaman data e-KTP, karena pernikahan atau telah menikah, menjadi dasar baginya untuk memperoleh hak memilih.

"Perubahan sistem ini, perlu disosialisasikan secara massif kepada semua pihak yang terkait dengan penyeleggaraan Pilkada seretak 2018 dan Pemilu 209, karena kesadaran dan perilaku politik warga kita memang belum optimal,"ulas dia.

Bagi masyarakat, ungkap Saiful, menganggap bahwa pada Pilkada atau Pemilu sebelumnya dia bisa memilih dengan hanya membawa Kartu Keluarga dan KTP manual merasa sudah terdaftar, padahal mereka tidak tahu bahwa syarat untuk bisa menyalurkan hak suara harus memiliki e-KTP atau Suket.

"Akibatnya mereka lalai, dan akhirnya kehilangan hak suara. Ini tentu menjadi salah satu kerawanan yang bisa mengganggu kualitas pemilu, mengurangi presentase partisipasi Pemilu, bahkan bisa menjadi pintu aduan hukum tentang hilangnya hak politik warga," katanya.

Pewarta : Darwin Fatir
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024