Makassar (Antara Sulsel) - Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai Golkar tetap digelar, kendati Ketua Umum Setya Novanto sedang dirundung masalah hukum terkait dugaan korupsi elektronik KTP.

"Agenda ini kita lakukan, tentu waktu pelaksanannya nanti kita disesuaikan dengan dinamika yang ada," sebut Sekertris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham kepada wartawan di Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu.

Menurut dia, Rakernas Partai Golkar adalah sebuah mekanisme yang sudah menjadi kebutuhan partai sebagai keberlangsungan organisasi dalam menghadapi even politik 2018 dan 2019 mendatang.

Selain itu, pelaksanaan Rakernas merupakan hal yang mutlak dilaksanakan dalam mengevaluasi serta menyusun stategi-strategi pemenangan baik itu Pemilihan Kepala Daerah maupun Pemilihan Umum Legislatif dan Pemilihan Umum Presiden.

"Rakenas itu adalah sebuah perintah institusi partai dan secara politik praktis, itu merupakan kebutuhan DPP Partai Golkar dalam rangka untuk mengakselerasi konsolidasi untuk menentukan langah-langkah strategis," ucap mantan anggota DPR ini.

Untuk memastikan bahwa Partai Golkar tidak hanya sekedar eksis tapi "survive" atau bertahan, kata dia, Rakernas adalah bagian dari momentum itu dalam menyusun langkah serta stategi partai selanjutnya, bahkan memenangkan momentum-momentum politik yang ada.

"Ini adalah sebuah perintah partai di setiap kepengurusan partai dan itu ada Rakernas, dan setiap kepengurusan itu ada Rapat Pimpinan Nasional atau Rapimnas, dan setiap pengurus minumal satu kali melaksanakan Rapimnas," tambahnya.

Saat disinggung soal masalah hukum mendera Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto disapa akrab Setnov, kata Idrus, tentu pihaknya menghormati upaya yang dilakukan, termasuk proses hukum kepada bersangkutan.

Meski demikian terkait denga kasus Setnov, lanjutnya, tidak menggangu sejumlah even politik di berbagai Provinsi dan kabupaten kota yang berjalan termasuk di Sulsel tetap berjalan sukses, termasuk Rakernas nanti.

Sebelumnya, Setnov sebagai Ketua Umum Golkar, sekaligus Ketua DPR telah ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP bahkan dinyatakan resmi menjadi tahanan lembaga Anti Rasuah itu terhitung, Jumat 17 November- 6 Desember 2017.

Sementara Kuasa Hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi, dengan tegas membantah kliennya belum menjadi tahanan KPK, karena masih sedang dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) hasil dari rujukan Rumah Sakit Media Permata Hijau, setelah mengalami kecelakaan tunggal pada Kamis lalu.

Frendrik bahkan mempertanyakan status penahanan kliennya sebab tidak ada dasar orang ditetapkan tahanan didalam Undang-undang apabila sedang sakit apalagi diperiksa KPK.

Pewarta : Darwin Fatir
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024