Makassar (Antaranews Sulsel) - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar mengingatkan jurnalis untuk tetap independen dalam menyajikan berita berimbang dan tidak menjadi alat kampanye di musim politik Pilkada Serentak 2018

"Sebaiknya tidak berpihak kepada salah satu peserta pilkada, apalagi menjadi bagian tim sukses atau jadi joki politik pada pasangan calon tertentu," kata Kordinator Devisi Advokasi AJI Makassar Mustafa Layong di Makassar, Kamis.

Menurutnya, bila hal itu tetap dilakukan maka sama halnya mencederai profesi jurnalis karena tidak lagi netral dalam memberitakan peristiwa dan terkesan akan menggiring opini publik, padahal hak pemilih menentukan pilihannya berdemokrasi.

Pewarta dari Koran Seputar Indonesia Makassar ini juga mengemukakan bahwa seorang pewarta profesional harus independen dalam melihat fakta ketika membuat produk jurnalistik untuk mencerdaskan pembacanya, bukan mala menjadi juru kampanye politik.

Ia menyatakan berdasarkan temuan AJI Makassar diduga ada sejumlah oknum jurnalis yang mulai masuk dalam lingkaran politik praktis hingga terlibat dalam arus politik dari tim sukses. Untuk itu, pihaknya mengajak jurnalis tetap menjaga independensinya.

"Oknum jurnalis yang terlibat ini tidak terdaftar dalam struktur resmi, tetapi terlibat dalam agenda-agenda sosialisasi kandidatnya,", beber dia.

Momentum Pilkada Serentak 2018, kata dia, akan menjadi ujian independensi bagi jurnalis, sebab ajang perebutan kekuasaan tahun depan akan sangat rawan terjadi `perselingkuhan` antara media dan jurnalis dengan peserta pilkada.

"Hal ini bisa berdampak kerugian bagi masyarakat. Masyarakat ingin mendapatkan informasi yang benar dari jurnalis dan media, tapi tergiring `settingan` media," ungkapnya.

Ia mengatakan apabila seorang jurnalis ingin berpolitik praktis dan ikut menjadi bagian kampaye pada pilkada serentak 2018, sebaiknya disarankan mengundurkan diri sebagai jurnalis agar tidak mencoreng perjuangan pers.

"Jika jurnalis terlibat dalam juru kampanye dan tetap menjalankan tugas sebagai jurnalis maka berita yang disajikan bisa dinilai memihak, tidak netral dan merugikan pihak lain. Sebaiknya pencari berita itu harus bebas dari kepentingan," ujar dia.

Dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang pers telah memberikan payung hukum serta kaidah dan etika jurnalis dan melarang jurnalis untuk menerima suap atau adanya intervensi kepentingan politik yang berdampak pada proses pembuatan berita.

Profesi jurnalis, tambah Mustafa, sudah seharusnya dijunjung tinggi, bukan sebaliknya mengesampingkan hal itu, dengan menjadi joki politik atau juru kampanye poltik bagi calon peserta pilkada.

Sementara itu Dewan Pembina AJI Makassar Alwi Fauzi menuturkan dalam Kode Etik AJI Indonesia ditetapkan pada Kongres X di Solo 2017 disebutkan pada poin (7) bahwa jurnalis menolak segala bentuk campur tangan pihak manapun yang menghambat kebebasan pers dan independensi ruang berita.

Selanjutnya pada poin (8) disebutkan bahwa jurnalis menghindari konflik kepentingan dan poin (9) jurnalis menolak segala bentuk suap.

Dalam prakteknya, perusahaan media juga wajib mematuhi etika jurnalistik dan bersikap profesional dalam menjalankan bisnisnya. Tuntutan terhadap perusahaan media untuk menghasilkan keuntungan tidak boleh mengorbankan independensi dan profesionalisme.

"Profesionalisme dan keselamatan jurnalis serta keamanan jurnalis dalam melakukan peliputan sangat penting. Diharapkan jurnalis harus mempersiapkan diri menghindari resiko tindakan kekerasan di lapangan," harap Jurnalis Trans TV itu.

Sebelumnya, sejumlah jurnalis bersama para penggiat yang tergabung dalam AJI Makassar mengelar aksi bertema `Jurnalis Bukan Juru Kampanye, di bawah Jembatan Layang Makassar pada Rabu 27 Desember 2017.

Dalam aksi itu diserukan jurnalis untuk bersikap independen dan tetap mengedepakan etika dalam menjalankan profesinya pada pilkada serentak 2018 karena ada kekhawatiran jurnalis ikut terlibat atau melibatkan diri dalam praktik dukung-mendukung salah satu peserta pilkada.

Pewarta : Darwin Fatir
Editor :
Copyright © ANTARA 2024