Makassar (Antaranews Sulsel) - Presiden Joko Widodo mengatakan karakter pegawai perusahaan khususnya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) baru bisa menunjukkan daya saing dan kinerja yang maksimal jika memiliki atau mendapatkan kompetitor.

Presiden Joko Widodo di Makassar, Kamis mengatakan jika tidak ada kompetitor justru kondisi yang lahir itu yakni budaya lambat dan budaya yang tidak kreatif.

"Karena tidak adanya kompetitor dan berada di kehidupan zona nyaman melahirkan budaya lamban. Kita biasanya baru bereaksi setelah adanya kompetitor," katanya dalam acara Forum Rektor Indonesia (FRI) di Gedung AP Pettarani Universitas Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis.

Dia memberikan contoh perusahaan Bank BRI, pada saat dirinya masih duduk di tingkat sekolah menengah pertama, para pegawai BRI itu sudah pulang dan menutup kantor layanan pada pukul 13.00.

Konsep dan desain bangunannya juga begitu sederhana dan bahkan loketnya juga tidak bagus. Hal itu dikarenakan belum adanya kompetitor yang menjadi pesaingnya saat itu, katanya.

Namun setelah munculnya bank-bank milik swasta dan asing yang begitu banyak, maka BRI mulai bergegas dan tampil lebih cepat untuk bisa bersaing dan tidak tertinggal dan ditinggalkan nasabah.

Selain BRI, hal itu juga berlaku bagi bank pemerintah yang lain seperti BNI, Mandiri yang juga fokus untuk lebih baik. Kondisi itu membuat pegawai bank pemerintah juga tidak jarang harus pulang lebih larut demi memberikan pelayanan maksimal.

"Tapi Alhamdulillah, bank-bank pemerintah sudah bisa berdaya saing dengan keuntungan yang begitu luar biasa besarnya. BRI bukan milik swasta dan asing. Artinya bank pemerintah pun bisa berkompetisi dengan bank asing dan bahkan bisa mendapatkan keuntungan Rp29 trilun pada 2017," katanya.

Baca juga : Jokowi tantang kampus buka fakultas inovasi

Hal yang sama juga diraih Bank Mandiri yang keuntungannya juga begitu besar yang diprediksi sekitar Rp20-an triliun. Termasuk pula BNI yang kini menjadi salah satu bank paling menjadi pilihan masyarakat di tanah air.

Begitupun kondisi Garuda Indonesia pada tahun 70-an begitu sederhana. Namun hadirnya puluhan maskapai asing dan swasta yang masuk dan beroperasi di Indonesia, membuat manajemen bergerak dan berhasil menjadi di Indonesia bahkan dunia.

"Pertamina, tahun 70-80an begitu tidak teratur, tapi setelah ada produsen yang masuk dan beroperasi, barulah bergerak untuk memperbaiki kinerja dan itu akhirnya berhasil. Artinya kita itu baru bisa bangkit jika diberi kompetitor dan keuntungan Pertamina tercatat 36 triliun," ujarnya.

Pewarta : Abdul Kadir
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024