Makassar (Antaranews Sulsel) - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Indonesia Hamdan Zoelva menilai perkara sengketa pilkada Kota Makassar terkait gugatan pasangan calon Munafri Arifuddin-Rahmatika Dewi terhadap calon petahana Moh Ramdhan Pomanto-Indira Mulyasari adalah cacat subtansi.

"Dalam kasus ini seharusnya KPU Makassar bersama Panwas diawal bisa membatalkan pencalonan terhadap bersangkutan, namun tetap diakomodir," kata Hamdan saat menjadi saksi ahli di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa.

Menurut dia, dalam peraturan perundang-undangan dan keputusan yang dikeluarkan tentu ada pertimbangan, setelah dilakukan sidang di Pengadilan Tata usaha Negara (PTUN) Makassar, sehingga ada kondisi yang harus dipahami setiap orang yang sedang berperkara.

Bila itu bertentangan dengan objek hukum, kemudian peraturan perundang-udangan manakala terpenuhi maka itu sah, namun apabila tidak terpenuhi maka putusan PTUN bisa dibatalkan atau dinyatakan tidak sah.

Berkaitan dengan Pasal 71 ayat 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang pilkada sesuai yang ditanyakan penggugat bahwa calon kepala daerah dilarang melakukan penggantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri.

Jika itu terjadi, maka majelis PT TUN wajib memberikan sanksi pembatalan atas pencalonannya. Pasal ini dibuat untuk menghindari petahana menguntungkan salah satu pasangan calon dan merugikan pasangan lainnya sehingga aturan diterbitkan. Mengingat, hal ini pernah terjadi di beberapa Pilkada lalu.

Kendati demikian, perlu pembuktian sehingga dijadikan dasar. Sebab, hal ini tidak sejalan dengan penetapan KPU Makassar dan Panwaslu dengan menyatakan pasangan Moh Ramdhan Pomanto-Indra Mulyasari syarat sudah terpenuhi sebagai calon.

"Seharusnya sebelum penetapan ini dilakukan, bila ada perbuatan ataupun pelanggaran petahana dilaporkan ke Panitia Pengawas Pemilu sehingga ditetapkan tidak memenuhi syarat," paparnya.

Mengenai pertanyaan apakah KPU dan Panwaslu bisa membatalkan pencalonan itu, Hamdan menyatakan sangat dimungkinkan hanya saja harus diajukan keberatan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara tentang syarat prosedur dan administrasinya, tetapi pada kenyataan tidak dilakukan karena dianggap sah.

Terkait dengan gugatan subtansi pemohon tentang penambahan honorer Pemerintah Kota Makassar, pembagian telepon genggam (ponsel) kepada para Ketua RT dan RW yang tidak masuk dalam program APBD saat pemerintahan petahana termasuk soal tagline, kata Hamdan, harus dilihat pada subtansinya, apakah cacat administrasi atau pelanggaran pidana.

Selain Hamdan Zoelva, pada sidang tersebut juga dihadirkan Prof Abd Razak selaku pakar hukum pemerintahan dari Universitas Hasanuddin. Hal senada juga disampaikan Razak bahwa pada dasarnya KPU dan Panwas Makassar tidak cermat menyikapi terjadinya kesalahan admnistrasi itu.

Pantauan di luar ruang sidang tersebut tampak dua pendukung pasangan dari masing-masing calon wali kota dan wakil wali kota Makassar memadati kantor PT TUN Makassar, serta aparat polisi bersama alat kendaraan anti huru hara disiapkan guna mengantisipasi terjadinya kerusuhan. Bahkan seroang peserta aksi dari salah satu pendukung diamankan polisi agar tidak memancing keributan.

Rencananya sidang perkara gugatan sengketa Pilkada Makassar antara penggugat Munafri Arifuddin-Rahmatika Dewi (Appi-Cicu) dengan petahana Moh Ramdhan Pomanto-Indira Mulyasari (DIAmi) akan diputuskan pada 21 Maret 2018.

Sebelumnya, pasangan DIAmi sebagai tergugat memenangkan gugatan di Panwas Makassar dan PTUN Makassar terkait dengan materi yang diajukan pemohon.

Pewarta : M Darwin Fatir
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024