Jakarta (ANTARA) - Bermain lebih taktis dan lebih cermat melawan Panama dalam pertandingan kedua di Grup A pada Senin (13/11) malam tadi, grafik permainan Timnas U-17 Indonesia terlihat meningkat dibandingkan sewaktu menghadapi Ekuador dalam pertandingan pertama Grup A Piala Dunia U-17 2023.
Masih memasang formasi 4-3-3 dengan "starting-eleven" nyaris sama seperti saat melawan Ekuador kecuali Habil Akbar yang mengisi posisi Andre Pangestu di bek kiri, pemain-pemain Garuda Muda telah belajar dari kekurangan pada pertandingan pertama.
Hasilnya, penguasaan dan distribusi bola, serta akurasi umpan meningkat dibandingkan pertandingan pertama 10 November lalu.
Jika saat melawan Ekuador tim muda Indonesia menguasai 42 persen lalu lintas bola, maka saat menghadapi Panama angka itu meningkat menjadi 43 persen. Demikian juga dengan umpan yang dilepaskan, meningkat dari 321 umpan menjadi 326 umpan.
Tak terlalu besar memang, tapi itu sudah menggambarkan grafik penampilan Garuda Muda tengah meningkat.
Yang paling mengesankan adalah meningkatnya akurasi sirkulasi bola, dari 69 persen sewaktu melawan Ekuador, menjadi 77 persen saat melawan Panama.
Memang masih di bawah Ekuador dan Panama yang memiliki akurasi 84 persen, tapi Garuda Muda lebih efektif mengalirkan bola sehingga lebih mampu mengatur tempo permainan.
Situasi ini juga membuat pergerakan ke depan menjadi lebih baik, yang di antaranya terbuktikan dari peluang gol yang lebih banyak ketimbang yang dibuat pada laga pertama.
Kalau saat melawan Ekuador, Indonesia hanya membuat 6 percobaan gol yang 2 di antaranya tepat sasaran, maka ketika ditantang Panama, angka itu menjadi 8 percobaan gol yang 4 di antaranya tepat sasaran.
Mungkin kualitas Panama di bawah Ekuador, tapi itu tak memupus fakta bahwa kemampuan Garuda Muda dalam bermanuver dan membaca permainan menjadi bertambah baik. Mereka juga tampil lebih tenang.
Lini pertahanan pun semakin solid, kecuali saat dibobol aksi individual nan cemerlang yang dibuat Castillo Jimenez.
Di bawah kepemimpinan kapten Iqbal Gwijangge yang tampil dingin dan taktis, Garuda Muda yang saat melawan Ekuador harus 24 kali mementahkan serangan lawan, berhasil membuat Panama "hanya" melakukan 14 kali melakukan petualangan di daerah pertahanan Indonesia.
Ini menunjukkan kinerja lini pertahanan tim asuhan Bima Sakti itu semakin baik. Kerja Kiper Ikram Al Giffari pun menjadi lebih mudah, dan sebaliknya membuat pemain-pemain Panama kesulitan menciptakan peluang bersih di depan gawang Indonesia.
Lebih baik
Panama hanya bisa membuat 2 percobaan gol tepat sasaran, sedangkan Ekuador melakukannya 4 kali Jumat malam pekan lalu. Bahkan angka Panama itu di bawah Indonesia yang 4 kali membuat peluang tepat sasaran.
Kinerja lini serang Indonesia juga lebih baik dengan tak lagi terlalu mengandalkan satu sektor saja seperti kala melawan Ekuador. Kalau sewaktu melawan Ekuador, Riski Afrisal dominan menusuk lawan dari sayap kiri, maka saat menghadapi Panama, lini tengah dan sisi kanan aktif mengimbangi manuver rekan-rekannya di sektor kiri, termasuk Riski.
Panama terlihat berusaha mematikan Riski, dan ini membuat Indonesia membagi rata beban serangan di tengah dan di kanan.
Pergerakan Garuda Muda di sepertiga akhir lapangan pun menjadi lebih merata. Berdasarkan catatan FIFA, jika saat melawan Ekuador, serangan Indonesia kebanyakan berasal dari kiri, maka ketika melawan Panama, sumbangsih lini tengah dan sayap kanan membesar.
Dalam pertandingan pertama, Indonesia melancarkan 20 tusukan ke daerah pertahanan lawan dengan memanfaatkan lebar lapangan di sayap kiri. Hanya lima kali serangan dari sayap kanan dan tiga dari tengah. Tapi saat melawan Panama, komposisi itu menjadi 14 serangan dari sayap kiri, 7 dari kanan dan 6 dari tengah.
Walau begitu, Riski tetap menjadi motor serangan. Penguasa sayap kiri serangan Indonesia itu membuat 62 sprint kala melawan Panama.
Namun, Jehan Pahlevi kali ini bisa mengatasi kesenjangan dengan Riski, berkat lebih hidupnya aliran bola dari sektor kanan sejak dari sisi kanan lini pertahanan Garuda Muda.
Bek kanan Welber Jardim kini jauh lebih aktif membantu serangan, walau tetap disiplin menjaga pertahanan. Bersama gelandang Ji Da Bin, dia menjadi bagian instrumental di sisi kanan permainan Indonesia.
Seperti bek-bek sayap modern, Jardim, dan bek kiri Habil Akbar, aktif naik membantu serangan. Jardim bahkan merancang gol kedua Arkhan Kaka dalam turnamen ini, lewat umpan lambung dari di luar daerah pertahanan Panama, yang disambut tandukan Arkhan.
Poin penuh
Arkhan sendiri masih menjadi pemain Indonesia paling membahayakan lawan. Penempatan diri dan selalu bergerak menjemput bola membuatnya memiliki jelajah lari terjauh yang kala melawan Panama total sejauh 11,04 km.
Dengan grafik yang relatif meningkat itu, Indonesia menjaga harapan tetap berada dalam kompetisi Piala Dunia U17 edisi tahun ini. Peluang mencapai babak knockout pun masih terbuka.
Jika seri lawan Maroko dalam pertandingan terakhir fase grup nanti dan saat bersamaan Panama mengalahkan Ekuador, maka Indonesia tersisih, karena tiga tim lain di Grup A menjadi sama-sama mengumpulkan 4 poin.
Andai seri melawan Maroko, dan saat bersamaan Ekuador menang atau seri melawan Panama, maka ada harapan Indonesia lanjut ke babak knockout, dengan catatan peringkat ketiga di kebanyakan grup-grup lain juga mengumpulkan tiga poin.
Jika skenario itu yang terjadi, selisih gol menjadi penentu untuk empat tim berperingkat terbaik yang berhak masuk babak gugur.
Namun skenario itu riskan sekali. Oleh karena itu, tak ada cara lebih aman untuk lolos ke babak knockout, selain menang melawan Maroko.
Maroko sendiri, dan juga Ekuador, datang ke Indonesia dengan menyandang predikat runner up turnamen U17 di benua mereka. Maroko di zona Afrika di bawah Burkina Faso yang menjuarai Piala Afrika U17 tahun ini, sedangkan Ekuador di zona Amerika Selatan di bawah Brasil.
Tapi statistik kadang tak tegak lurus dengan hasil di lapangan. Lihat saja hasil yang didapat Burkina Faso yang menyerah 0-3 kepada runner up Piala Eropa U17 2023, Prancis, atau bahkan juara bertahan Brasil yang digulingkan 2-3 oleh Iran yang semifinalis Piala Asia U-17 2023.
Burkina Faso dan Brasil menjadi referensi penting bagi Indonesia bahwa statistik dan perjalanan tim sebelumnya, kadang tak menentukan hasil pertandingan terkini.
Bukan mustahil Indonesia mengulangi apa yang dilakukan Iran terhadap Brasil, dengan mengalahkan Maroko pada pertandingan terakhir fase grup nanti.
Kalaupun hanya mendapatkan hasil seri atau bahkan gagal meraih poin, Garuda Muda tetap membanggakan.
Dua kali memetik hasil seri dalam Piala Dunia U-17 jauh lebih baik dibandingkan dengan Kanada pada 1987, Trinidad & Tobago pada 2001, Uni Emirat Arab pada 2013 dan India pada 2017 yang semuanya menjadi tuan rumah tapi selalu kalah dalam tiga laga fase grup.
Tentu saja, masyarakat Indonesia berharap Garuda Muda kembali mencetak poin, dan syukur-syukur poin itu adalah poin penuh.
Jika itu yang yang didapat, maka bukan hanya Garuda Muda yang membuat lompatan besar, tapi juga sepak bola Indonesia, selain bakal menginspirasi keseluruhan level sepak bola nasional dan anak-anak muda di negeri ini.