Dunia cemas bagaimana bentuk balasan AS terhadap Iran
Jakarta (ANTARA) - Dunia saat ini menanti dengan cemas bagaimana langkah balasan yang akan dilakukan Amerika Serikat terhadap serangan yang menewaskan tiga tentara AS di salah satu pos militernya yang terletak di Yordania.
Serangan yang disinyalir dilakukan oleh kelompok milisi yang didukung Iran itu juga melukai hingga 34 personel militer AS dengan menggunakan serangan drone atau pesawat nirawak pada 28 Januari 2024.
Iran menyangkal dengan keras terhadap tudingan AS, serta menyatakan bahwa Iran tidak terlibat dalam pengambilan keputusan yang dilakukan "kelompok perlawanan" yang memutuskan untuk menyerang pos militer AS yang dihuni sekitar 350 personel itu.
Tower 22, nama dari pos militer AS yang diserang itu terletak di bagian timur laut Yordania, sangat dekat dengan perbatasan Suriah.
Amerika Serikat pada saat ini diketahui memiliki puluhan pos militer di berbagai lokasi di kawasan Timur Tengah. Diketahui ada sekitar 3.000 tentara AS yang ditempatkan di Yordania, 2.500 tentara di Irak, dan 900 tentara di Suriah.
Terutama sejak berkobarnya perang di Gaza, berbagai pos militer AS di kawasan Timur Tengah kerap mendapat serangan drone dari berbagai kelompok militan, tetapi baru serangan kali ini yang menewaskan personel militer AS.
Media ABC News dari AS mengungkapkan bahwa seorang pejabat AS memberitahukan bahwa balasan AS akan dilakukan dalam jangka waktu beberapa hari ini dengan menyerang beragam sasaran.
Serangan balasan negara adidaya itu akan dilakukan terhadap sejumlah fasilitas yang dinilai memberdayakan serangan itu, tetapi pejabat itu tidak menyatakan apakah sasaran serangan balasan itu bakal dilaksanakan di dalam atau di luar Iran.
Berbagai hambatan
Dalam menghadapi Iran, AS memang memiliki berbagai opsi, tetapi perlu disadari bahwa bila AS melakukan invasi skala penuh, kemungkinan adalah opsi yang terburuk yang bisa dilakukan oleh AS karena berbagai hambatan.
Perlu disadari bahwa Iran adalah negara yang sangat luas. Dengan luas 1,64 juta kilometer persegi, Negeri Mullah itu lebih besar daripada banyak negara lain, seperti Mesir, Pakistan, Turki, Prancis, Ukraina, Irak, Jerman, atau Inggris Raya.
Kontur wilayah Iran yang didominasi oleh pergunungan juga dapat menjadi faktor penghalang bagi pasukan yang menyerang negara itu.
Seperti diketahui, di Iran terdapat bentangan alam murni dari barat laut hingga ke selatan yaitu Pegunungan Zagros, di mana serangan yang mengandalkan berbagai kendaraan tempur kemungkinan akan dapat dihambat oleh berbagai kelompok gerilya.
Selain itu, bila suatu negara ingin menyerang Iran dari daerah timur atau dari arah Afghanistan atau Pakistan, maka akan terdapat bentangan alam lainnya, antara lain berupa gurun luas yang akan menghambat berbagai pihak yang ingin menyerang.
Jangan dilupakan bahwa Iran memiliki hubungan erat dengan Rusia, yang saat ini masih terus melakukan serangan dan menduduki sejumlah wilayah di Ukraina, meski AS dan negara sekutu lainnya telah berupaya membantu Ukraina.
Anggaran bantuan militer dari AS saat ini juga sudah sangat penuh dengan alokasi guna membantu Ukraina dan Israel, belum lagi saat ini adanya upaya koalisi sejumlah negara pimpinan AS untuk menanggulangi serangan kelompok Houthi Yaman di Laut Merah.
Selain itu, berdasarkan catatan sejarah pada masa Presiden AS George W Bush, negara AS pernah melakukan serangan ke Afghanistan dan Irak, tetapi sama sekali tidak menyentuh Iran, meski Iran memiliki garis perbatasan langsung, baik dengan Afghanistan maupun Irak.
Pada 2022, survei yang dilakukan lembaga Data for Progress menemukan bahwa 78 persen responden mengatakan pemerintah AS harus menggunakan alat diplomasi terbaiknya untuk “segera mengakhiri program senjata nuklir Iran,” sementara hanya 12 persen setuju dengan pernyataan bahwa Amerika Serikat “harus berperang dengan Iran untuk memperlambat dampak pengembangan senjata nuklirnya.”
Eskalasi masif
BBC dalam situs beritanya mengemukakan bahwa terkait serangan militan ke pos militer Tower 22, AS memang memiliki opsi untuk menyerang Iran, tetapi hal tersebut berarti akan menimbulkan eskalasi masif.
Karena itu, opsi menginvasi Iran dinilai kemungkinan besar tidak dilakukan, tetapi lebih besar balasan yang dilakukan negara adidaya itu adalah dengan mengincar sejumlah sasaran di wilayah Iran.
Sementara opsi lainnya, AS juga dinilai dapat menyerang pangkalan kelompok militan yang terkait atau menjadi sekutu Iran, yang menjadi tempat penyimpanan senjata atau pelatihan.
Dengan berbagai peralatan canggihnya, sebenarnya tidaklah sulit bagi AS untuk menemukan berbagai pangkalan itu dan melakukan serangan dengan rudal presisi, tetapi selama ini hal itu dinilai tidak membuat jera.
Hal tersebut terindikasi dengan adanya hingga lebih dari 170 serangan ke berbagai pos militer AS di kawasan Timur Tengah, sejak serangan Hamas yang dilakukan dari Gaza ke wilayah Israel pada 7 Oktober 2023.
Iran sendiri, menurut kantor berita Tasnim, juga menyatakan bahwa mereka akan menanggapi pula apapun balasan yang akan dilakukan AS.
Bahkan, Panglima Korps Garda Revolusioner Islam (IRGC) Hossein Salami menyatakan bahwa "tidak akan ada ancaman yang akan tidak terjawab".
Penting de-eskalasi
Jangan dilupakan pula bahwa dalam beberapa pekan terakhir terdapat serangan yang diduga dari Israel yang telah membunuh sejumlah komandan senior IRGC di Suriah. Hal ini menunjukkan bahwa bila de-eskalasi di kawasan Timur Tengah sudah sangat penting untuk dilakukan.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden pada Selasa ini mengatakan kepada wartawan bahwa dirinya tidak akan memperluas konflik di Timur Tengah.
Hal ini juga diperkuat dengan keterangan dari juru bicara Pentagon (Departemen Pertahanan AS) Sabrina Singh bahwa pihaknya tidak menginginkan perang, dan Iran juga dinilai tidak menginginkan perang terhadap AS.
Sebenarnya, ada opsi lain yang dapat dilakukan oleh AS, yaitu dengan sama sekali tidak menanggapi serangan yang dilakukan kelompok militan itu.
Hal tersebut mengingat sudah panasnya konflik yang berkobar di kawasan Timur Tengah itu, terutama di Gaza, yang dibombardir habis-habisan oleh Israel.
Apalagi, pangkal dari memanasnya kawasan tersebut terjadi sejak serangan Hamas yang dibalas oleh Israel dengan metode yang menyengsarakan warga Palestina, tidak hanya di Gaza, tetapi juga di Tepi Barat.
Untuk itu, langkah yang bijak yang dapat dilakukan adalah dengan menanggulangi pangkal masalah tersebut, bukannya dengan melakukan balasan yang malahan akan semakin meningkatkan intensitas konflik.
Serangan yang disinyalir dilakukan oleh kelompok milisi yang didukung Iran itu juga melukai hingga 34 personel militer AS dengan menggunakan serangan drone atau pesawat nirawak pada 28 Januari 2024.
Iran menyangkal dengan keras terhadap tudingan AS, serta menyatakan bahwa Iran tidak terlibat dalam pengambilan keputusan yang dilakukan "kelompok perlawanan" yang memutuskan untuk menyerang pos militer AS yang dihuni sekitar 350 personel itu.
Tower 22, nama dari pos militer AS yang diserang itu terletak di bagian timur laut Yordania, sangat dekat dengan perbatasan Suriah.
Amerika Serikat pada saat ini diketahui memiliki puluhan pos militer di berbagai lokasi di kawasan Timur Tengah. Diketahui ada sekitar 3.000 tentara AS yang ditempatkan di Yordania, 2.500 tentara di Irak, dan 900 tentara di Suriah.
Terutama sejak berkobarnya perang di Gaza, berbagai pos militer AS di kawasan Timur Tengah kerap mendapat serangan drone dari berbagai kelompok militan, tetapi baru serangan kali ini yang menewaskan personel militer AS.
Media ABC News dari AS mengungkapkan bahwa seorang pejabat AS memberitahukan bahwa balasan AS akan dilakukan dalam jangka waktu beberapa hari ini dengan menyerang beragam sasaran.
Serangan balasan negara adidaya itu akan dilakukan terhadap sejumlah fasilitas yang dinilai memberdayakan serangan itu, tetapi pejabat itu tidak menyatakan apakah sasaran serangan balasan itu bakal dilaksanakan di dalam atau di luar Iran.
Berbagai hambatan
Dalam menghadapi Iran, AS memang memiliki berbagai opsi, tetapi perlu disadari bahwa bila AS melakukan invasi skala penuh, kemungkinan adalah opsi yang terburuk yang bisa dilakukan oleh AS karena berbagai hambatan.
Perlu disadari bahwa Iran adalah negara yang sangat luas. Dengan luas 1,64 juta kilometer persegi, Negeri Mullah itu lebih besar daripada banyak negara lain, seperti Mesir, Pakistan, Turki, Prancis, Ukraina, Irak, Jerman, atau Inggris Raya.
Kontur wilayah Iran yang didominasi oleh pergunungan juga dapat menjadi faktor penghalang bagi pasukan yang menyerang negara itu.
Seperti diketahui, di Iran terdapat bentangan alam murni dari barat laut hingga ke selatan yaitu Pegunungan Zagros, di mana serangan yang mengandalkan berbagai kendaraan tempur kemungkinan akan dapat dihambat oleh berbagai kelompok gerilya.
Selain itu, bila suatu negara ingin menyerang Iran dari daerah timur atau dari arah Afghanistan atau Pakistan, maka akan terdapat bentangan alam lainnya, antara lain berupa gurun luas yang akan menghambat berbagai pihak yang ingin menyerang.
Jangan dilupakan bahwa Iran memiliki hubungan erat dengan Rusia, yang saat ini masih terus melakukan serangan dan menduduki sejumlah wilayah di Ukraina, meski AS dan negara sekutu lainnya telah berupaya membantu Ukraina.
Anggaran bantuan militer dari AS saat ini juga sudah sangat penuh dengan alokasi guna membantu Ukraina dan Israel, belum lagi saat ini adanya upaya koalisi sejumlah negara pimpinan AS untuk menanggulangi serangan kelompok Houthi Yaman di Laut Merah.
Selain itu, berdasarkan catatan sejarah pada masa Presiden AS George W Bush, negara AS pernah melakukan serangan ke Afghanistan dan Irak, tetapi sama sekali tidak menyentuh Iran, meski Iran memiliki garis perbatasan langsung, baik dengan Afghanistan maupun Irak.
Pada 2022, survei yang dilakukan lembaga Data for Progress menemukan bahwa 78 persen responden mengatakan pemerintah AS harus menggunakan alat diplomasi terbaiknya untuk “segera mengakhiri program senjata nuklir Iran,” sementara hanya 12 persen setuju dengan pernyataan bahwa Amerika Serikat “harus berperang dengan Iran untuk memperlambat dampak pengembangan senjata nuklirnya.”
Eskalasi masif
BBC dalam situs beritanya mengemukakan bahwa terkait serangan militan ke pos militer Tower 22, AS memang memiliki opsi untuk menyerang Iran, tetapi hal tersebut berarti akan menimbulkan eskalasi masif.
Karena itu, opsi menginvasi Iran dinilai kemungkinan besar tidak dilakukan, tetapi lebih besar balasan yang dilakukan negara adidaya itu adalah dengan mengincar sejumlah sasaran di wilayah Iran.
Sementara opsi lainnya, AS juga dinilai dapat menyerang pangkalan kelompok militan yang terkait atau menjadi sekutu Iran, yang menjadi tempat penyimpanan senjata atau pelatihan.
Dengan berbagai peralatan canggihnya, sebenarnya tidaklah sulit bagi AS untuk menemukan berbagai pangkalan itu dan melakukan serangan dengan rudal presisi, tetapi selama ini hal itu dinilai tidak membuat jera.
Hal tersebut terindikasi dengan adanya hingga lebih dari 170 serangan ke berbagai pos militer AS di kawasan Timur Tengah, sejak serangan Hamas yang dilakukan dari Gaza ke wilayah Israel pada 7 Oktober 2023.
Iran sendiri, menurut kantor berita Tasnim, juga menyatakan bahwa mereka akan menanggapi pula apapun balasan yang akan dilakukan AS.
Bahkan, Panglima Korps Garda Revolusioner Islam (IRGC) Hossein Salami menyatakan bahwa "tidak akan ada ancaman yang akan tidak terjawab".
Penting de-eskalasi
Jangan dilupakan pula bahwa dalam beberapa pekan terakhir terdapat serangan yang diduga dari Israel yang telah membunuh sejumlah komandan senior IRGC di Suriah. Hal ini menunjukkan bahwa bila de-eskalasi di kawasan Timur Tengah sudah sangat penting untuk dilakukan.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden pada Selasa ini mengatakan kepada wartawan bahwa dirinya tidak akan memperluas konflik di Timur Tengah.
Hal ini juga diperkuat dengan keterangan dari juru bicara Pentagon (Departemen Pertahanan AS) Sabrina Singh bahwa pihaknya tidak menginginkan perang, dan Iran juga dinilai tidak menginginkan perang terhadap AS.
Sebenarnya, ada opsi lain yang dapat dilakukan oleh AS, yaitu dengan sama sekali tidak menanggapi serangan yang dilakukan kelompok militan itu.
Hal tersebut mengingat sudah panasnya konflik yang berkobar di kawasan Timur Tengah itu, terutama di Gaza, yang dibombardir habis-habisan oleh Israel.
Apalagi, pangkal dari memanasnya kawasan tersebut terjadi sejak serangan Hamas yang dibalas oleh Israel dengan metode yang menyengsarakan warga Palestina, tidak hanya di Gaza, tetapi juga di Tepi Barat.
Untuk itu, langkah yang bijak yang dapat dilakukan adalah dengan menanggulangi pangkal masalah tersebut, bukannya dengan melakukan balasan yang malahan akan semakin meningkatkan intensitas konflik.