Makassar (ANTARA) - Ketua Dewan Pimpinan Daerah Himpunan Insan Pers Solidaritas Indonesia Sulawesi Selatan (HIPSI Sulsel) H Irianto Amama menanggapi positif penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Dewan Pers dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia terkait perlindungan pers.
"Kesepakatan dewan pers dan Kejagung ini merupakan tonggak penting dalam memperkuat posisi pers nasional sebagai pilar demokrasi dan kontrol sosial," kata Irianto saat dikonfirmasi dari Makassar, Kamis.
Dia mengatakan, kesepakatan tersebut bukan sekedar kemitraan antarlembaga, namun ini sebagai langkah nyata memberikan perlindungan terhadap jurnalis yang kerap menghadapi ancaman kriminalisasi saat menjalankan tugas jurnalistiknya.
Selain itu, lanjut dia juga memberikan sinyal bahwa melalui MOU tersebut memberikan jaminan bahwa pers tidak boleh dibungkam.
Berkaitan dengan hal tersebut, HIPSI Sulsel menilai kesepakatan itu menjadi benteng yang penting agar praktik kriminalisasi terhadap jurnalis dapat dieliminasi dan penegakan hukum dengan menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan dapat dijalankan.
Menurut Irianto, kemerdekaan pers adalah harga mati. Jadi MOU tersebut tidak boleh hanya di atas kertas saja tetapi diimplementasikan di lapangan dengan mengajak seluruh aparat penegak hukum untuk menghormati dan melindungi ruang kerja jurnalis.
Dengan adanya perlindungan hukum yang kuat, lanjut dia, pers bisa lebih leluasa menyuarakan kebenaran dan menjadi alat kontrol yang efektif terhadap jalannya roda pemerintahan dan kehidupan bermasyarakat.
Berkaitan dengan hal tersebut, diakui harus sejalan dengan peningkatan SDM jurnalis yang juga menjadikan uji kompetensi wartawan (UKW) dari Dewan Pers sebagai salah satu tolok ukur profesionalisme.
Dengan adanya MoU antara dewan pers dan kejagung ini diharapkan tidak ada lagi jurnalis yang diproses secara pidana tanpa merujuk pada mekanisme penyelesaian sengketa pers. Langkah ini bukan hanya melindungi wartawan tapi juga memperkuat demokrasi di negara ini.

