Makassar (ANTARA) - Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim mengatakan, program zonasi sebagai kebijakan pemerintah yang dikeluarkan Mendikbud Muhadjir Effendy adalah bentuk pemerataan pendidikan.

Hal itu dikemukakan Ramli kepada media, menanggapi progres pendidikan di Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional di Makasar, Sulawesi Selatan, Selasa.

Menurut dia, program zonasi ini bukan hanya memaksa siswa bersekolah di samping rumahnya tetapi juga bercita-cita menjadikan semua sekolah sama baiknya.

Dengan cita-cita ini, lanjut dia, kasta-kasta sekolah yang telah terlembaga puluhan tahun akan segera dihancurkan. Tak ada lagi sekolah unggulan, sekolah favorit, sekolah andalan, sekolah RSBI atau sekolah berstandar nasional tetapi semua sekolah diharapkan sama baiknya.

Mimpinya adalah sekolah terbaik di Jakarta, Bandung, Semarang, Yogya dan Surabaya sama baiknya dengan sekolah di Puncak Jaya, Maluku Tenggara Barat, Sintang, Mamasa, atau Lubuk Linggau.

"Jika program ini terus dijalankan dan dimaksimalkan maka sungguh kebahagiaan akan menjalari seluruh rakyat Indonesia secara merata di Seluruh Indonesia," katanya.

Dia berharap suatu ketika zonasi dilanjutkan ke level perguruan tinggi sehingga siswa perguruan tinggi selevel ITB, UI, UGM juga hadir di Papua, Maluku, Aceh dan daerah lainnya.

Hanya saja program zonasi ini belum secara maksimal dilanjutkan ke zonasi guru dan zonasi fasilitas pendidikan di lapangan.

Dia mengatakan, secara umum masalah utama pendidikan saat ini ada tiga hal, pertama kurikulum pendidikan yang masih berputar-putar, bertele-tele dan tidak tepat sasaran serta beban materi yang terlalu besar.

"Seyogyanya kurikulum kita sudah harus berubah dengan fokus utama pada penyederhanaan jumlah mata pelajaran menjadi 4-5 mata pelajaran di SMP, menghapus jurusan di SMA dan cukup 5-6 mata pelajaran saja. Bagi yang mau spesialisasi atau jurusan, diarahkan ke SMK, " ujar Ramli.

Menurut dia, kurikulum harus memberi ruang kepada guru untuk berkreasi sehingga guru mampu menjalankan pembelajaran lebih baik dalam upaya meningkatkan invonasi, kreativitas dan kemampuan siswa dalam hal memecahkan masalah (problem solving).

Kurikulum harus lebih praktis untuk mencapai sasaran, misalnya bahasa Inggris harus mampu membuat siswa bercakap bahasa Inggris dengan baik, matematika memberikan dasar matematika yang baik dan tidak terlalu tinggi, sains harus lebih mudah diaplikasikan dalam kehidupan nyata.

Selain itu, pengetahuan jangan berulang, jangan sampai yang dipelajari di SD, kembali diulang di SMP lalu berulang lagi di SMA. Kurikulum SMK harus betul-betul mampu melahirkan siswa yang memiliki skill nyata yang dibutuhkan dunia kerja dan selalu kekinian, jangan sampai yang ajarkan di SMK sudah ditinggalkan dunia industri dan dunia kerja.

Persoalan kedua, kualitas guru baik dari sisi profesionalisme, padegogik, kepribadian dan sosial masih tampang. Ada guru yang sangat bagus tapi lebih banyak yang belum baik, parahnya penempatan guru ini tidak merata, padahal pemerintah sudah memaksa siswa bersekolah di samping rumah mereka dengan sistem zonasi. Tidak meratakan kualitas dan kuantitas guru itu sangat merugikan anak-anak bangsa ini.

"Ketiga, fasilitas pendidikan kita belum merata sehingga ada sekolah yang fasilitasnya sudah sangat baik tetapi banyak sekolah yang serba terbatas. Ketiga permasalahan pokok inilah yang menjadi PR untuk diselesaikan oleh pemimpin bangsa dan negara ini ke depan," pangkas Ramli.
 

Pewarta : Suriani Mappong
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024