Makassar (ANTARA) - Pemerhati Anak di Sulawesi Selatan, Rusdin Tompo yang juga pendiri Lembaga Investigasi Studi Advokasi Media dan Anak (LISAN) mengemukakan, remaja saat ini tengah dalam situasi kritis atau gawat, yakni terkait pergaulan dan pemanfaatan media sosial.
Hal ini dikemukakan melalui telepon selulernya, Minggu, menanggapi video asusila pelajar SMK di Bulukumba, Sulawesi Selatan yang sedang viral di berbagai media sosial (medsos). Video ini pun diakuianya menimbulkan rasa prihatin terhadap generasi bangsa.
"Kita prihatin, istilah blits ini menjadi olok-olok bahkan saya khawatir bisa menjadi stigma bagi perempuan sebagai korban," kata pendiri lembaga yang fokus pada isu media dan anak ini.
Oleh karena itu, upaya membangun pendidikan karakter perlu benar-benar dibumikan, mulai dari tatanan rumah tangga, lingkungan dan sekolah. Bukan hanya berkutat pada konsepsual dan wacana.
Namun kata Rusdin, itu hanya bisa terjadi manakala ada komunikasi antara lingkungan sekolah dan orangtua masing-masing siswa.
Menurut Rusdin, kasus serupa bisa terjadi disebabkan banyak hal, salah satunya pengaruh media sosial (medsos) yang secara bebas bisa digunakan dengan jaringan luas menjangkau beragam platform termasuk konten negatif. Melihatnya kemudian ditiru.
"Bahkan kejadian seperti ini bisa saja dimanfaatkan oleh mereka yang bermain di medsos untuk mendapatkan likers maupun viewers, kemudian menjadikan eksploitasi dari orang-orang yang mau mencari keuntungan secara ekonomi," ucap dia.
Oleh karena itu, perlu pelajaran literasi media ke remaja maupun pelajar sekarang. Mengedukasi bahwa medsos juga tidak terbebas dari jeratan hukum. Segala perilaku di dunia nyata maupun maya memiliki konsekuensi hukum yang bisa berimbas pada pelaku.
"Juga perlu diberikan pemahaman bahwa apapun yang mereka posting di medsos memiliki rekam jejak jangka panjang. Bisa sampai saat mereka punya anak, karena itu hal ini perlu difikirkan matang-matang jika ingin mengapload apa saja," jelas dia.
Lebih disayangkan karena kasus ini terjadi di sekolah. Merupakan lembaga pendidikan yang di sana banyak diajarkan nilai-nilai kehidupan termasuk pendidikan agama dan budi pekerti.
Rupanya pendidikan seperti itu, kata Dia, baru sebatas pengetahuan belum tiba pada tingkat penerapannya. Sehingga juga perlu dibangun kemampuan untuk memiliki kematangan diri kepada pelajar agar tidak mudah goyah oleh hal-hal yang bisa merugikan dirinya dalam jangka panjang.
"Bagi siapa saja yg menemukan kontennya dan sejenis agar berhenti di dia dan tidak perlu menyebarluaskannya. Kalau hanya ingin tahu, labih baik membaca berita yang memberikan pandangan komprehensif, tidak hanya hasrat atau syahwat semata," ungkapnya.
Hal ini dikemukakan melalui telepon selulernya, Minggu, menanggapi video asusila pelajar SMK di Bulukumba, Sulawesi Selatan yang sedang viral di berbagai media sosial (medsos). Video ini pun diakuianya menimbulkan rasa prihatin terhadap generasi bangsa.
"Kita prihatin, istilah blits ini menjadi olok-olok bahkan saya khawatir bisa menjadi stigma bagi perempuan sebagai korban," kata pendiri lembaga yang fokus pada isu media dan anak ini.
Oleh karena itu, upaya membangun pendidikan karakter perlu benar-benar dibumikan, mulai dari tatanan rumah tangga, lingkungan dan sekolah. Bukan hanya berkutat pada konsepsual dan wacana.
Namun kata Rusdin, itu hanya bisa terjadi manakala ada komunikasi antara lingkungan sekolah dan orangtua masing-masing siswa.
Menurut Rusdin, kasus serupa bisa terjadi disebabkan banyak hal, salah satunya pengaruh media sosial (medsos) yang secara bebas bisa digunakan dengan jaringan luas menjangkau beragam platform termasuk konten negatif. Melihatnya kemudian ditiru.
"Bahkan kejadian seperti ini bisa saja dimanfaatkan oleh mereka yang bermain di medsos untuk mendapatkan likers maupun viewers, kemudian menjadikan eksploitasi dari orang-orang yang mau mencari keuntungan secara ekonomi," ucap dia.
Oleh karena itu, perlu pelajaran literasi media ke remaja maupun pelajar sekarang. Mengedukasi bahwa medsos juga tidak terbebas dari jeratan hukum. Segala perilaku di dunia nyata maupun maya memiliki konsekuensi hukum yang bisa berimbas pada pelaku.
"Juga perlu diberikan pemahaman bahwa apapun yang mereka posting di medsos memiliki rekam jejak jangka panjang. Bisa sampai saat mereka punya anak, karena itu hal ini perlu difikirkan matang-matang jika ingin mengapload apa saja," jelas dia.
Lebih disayangkan karena kasus ini terjadi di sekolah. Merupakan lembaga pendidikan yang di sana banyak diajarkan nilai-nilai kehidupan termasuk pendidikan agama dan budi pekerti.
Rupanya pendidikan seperti itu, kata Dia, baru sebatas pengetahuan belum tiba pada tingkat penerapannya. Sehingga juga perlu dibangun kemampuan untuk memiliki kematangan diri kepada pelajar agar tidak mudah goyah oleh hal-hal yang bisa merugikan dirinya dalam jangka panjang.
"Bagi siapa saja yg menemukan kontennya dan sejenis agar berhenti di dia dan tidak perlu menyebarluaskannya. Kalau hanya ingin tahu, labih baik membaca berita yang memberikan pandangan komprehensif, tidak hanya hasrat atau syahwat semata," ungkapnya.