Jakarta (ANTARA) - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI telah resmi memilih empat nama yang menjadi ketua subwilayah, salah satunya adalah La Nyalla Mahmud Mattalitti sebagai Ketua Sub-Wilayah Barat II.
La Nyalla dipilih secara aklamasi oleh anggota DPD RI Gugus Barat 2, yang terdiri dari 32 senator asal Lampung, Pulau Jawa, dan Pulau Bali, dalam persidangan subwilayah yang berlangsung di Ruang Komite 2, Gedung B, Komplek Parlemen DPR-MPR RI, Selasa (2/10).
Keputusan aklamasi diambil karena dukungan kepada La Nyalla telah melebihi 50 persen sehingga sesuai tata tertib pemilihan tidak diperlukan lagi voting.
Selanjutnya pada persidangan paripurna, sebanyak 136 anggota DPD RI akan memilih siapa dari empat utusan dari empat gugus subwilayah tersebut sebagai Ketua DPD.
La Nyalla lahir dengan nama lengkap La Nyalla Mahmud Matalitti. Ayahnya, Mahmud Mattalitti, merupakan dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Sedangkan kakeknya, Haji Mattalitti, merupakan seorang saudagar besar asal Bugis, Sulsel, yang cukup berpengaruh di Surabaya, Jawa Timur.
Meski berasal dari keluarga berkecukupan, rupanya La Nyalla pernah bekerja serabutan. Saat muda, dia juga dikenal dengan sifat bengal hingga akhirnya menjelma sebagai sosok pengusaha berpengaruh di Surabaya.
Pamor La Nyalla kian mencuat saat berkiprah di PSSI. Pria kelahiran 10 Mei 1959 itu pernah menjabat sebagai Ketua Umum PSSI periode 2015 - 2016, sebelum akhirnya lengser.
Di bawah pimpinan La Nyalla, PSSI telah dihadapkan pada pembekuan atas sanksi yang diberikan oleh Menpora Imam Nahrawi akibat kebijakan PSSI soal hasil rekomendasi BOPI (Badan Olahraga Profesional Indonesia) yang tidak meloloskan Arema Malang dan Persebaya Surabaya.
Di tengah konflik tersebut, muncul kasus dugaan korupsi yang menjerat La Nyalla. Ia diduga menyelewengkan dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur tahun 2011 - 2014 saat menjadi pengusaha dan sebagai Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Jatim.
La Nyalla kemudian ditetapkan tersangka. Kongres Luar Biasa PSSI memutuskan untuk memaksa mundur La Nyalla usai dirinya ditetapkan sebagai tersangka. Namun, majelis hakim memvonis bebas Ketua Pemuda Pancasila Jatim itu, dalam persidangan yang digelar Pengadilan Tipikor pada 27 Desember 2016.
Pilkada Jatim
Pada Januari 2018, La Nyalla kembali jadi sorotan publik setelah ia terlibat konflik dengan Partai Gerindra, terkait isu mahar politik sebesar Rp40 miliar untuk pencalonan dirinya sebagai Calon Gubernur Jawa Timur.
Akibat hal tersebut, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Timur sampai membuat surat panggilan kepada La Nyalla yang saat itu menjabat sebagai Ketua Kadin Jawa Timur untuk mengklarifikasi pernyataannya terkait mahar politik yang diduga diminta oleh Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Bawaslu memanggil La Nyalla melalui surat pemanggilan bernomor: 011/K.JI/PM.01.01/1/2018 tertanggal 12 Januari 2018.
La Nyalla, yang juga kader Partai Gerindra, mengaku dimintai Rp40 miliar oleh Prabowo Subianto di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, untuk membayar saksi pilkada. Dana ini juga menjadi syarat dia kelak menerima rekomendasi Gerindra untuk maju sebagai calon kepala daerah di Jawa Timur.
Jika dana itu tidak diserahkan sebelum 20 Desember 2017, dia tidak akan mendapatkan rekomendasi Gerindra untuk maju pada Pilkada Jatim 2018.
Namun, La Nyalla hanya mengirim utusan ke Badan Pengawas Pemilu Provinsi Jatim terkait klarifikasi dugaan partai politik menerima imbalan dalam proses pencalonan pilkada.
Beberapa bulan kemudian, La Nyalla mendaftarkan diri menjadi sebagai bakal calon anggota DPD RI periode 2019 - 2024 di Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jawa Timur pada bulan Juli 2018 lalu.
Dia bersaing dengan 29 nama bakal calon lainnya untuk memperebutkan empat kursi senator yang mewakili daerah pemilihan Jawa Timur.
La Nyalla pun berhasil meraih lebih dari 2,2 juta suara pemilih pada Pemilu Anggota DPD 2019 di Daerah Pemilihan Jatim.
"Terima kasih kepada rakyat Jatim yang telah memberi kepercayaan kepada saya untuk menjalankan amanah ini," ujarnya.
Berdasarkan data salinan yang diperoleh dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jawa Timur, La Nyalla mendapatkan total 2.267.058 suara.
Raihan tersebut menempatkan mantan Ketua Umum PSSI itu duduk di peringkat kedua setelah Evi Zainal Abidin yang meraup 2.416.663 suara.
Selain La Nyalla dan Evi Zainal Abidin, dua calon anggota DPD lainnya yang dinyatakan lolos dari Dapil Jatim adalah Ahmad Nawardi (1.414.478 suara) dan Adilla Azis (1.322.755 suara).
Menurut La Nyalla, perolehan suara yang diraihnya merupakan amanah berat. Dia juga memohon restu dari rakyat Jatim serta berjanji tidak akan mengkhianati kepercayaan tersebut.
Salah satu program utama ke depan yang diusungnya adalah penguatan ekonomi rakyat berskala kecil dan mikro di Jawa Timur, serta berjanji akan menyinergikan program itu dengan berbagai pemangku kepentingan.
"Advokasi kebijakan di tingkat pusat akan membuka banyak jalan bagi kesejahteraan masyarakat Jatim. Nanti akan dilakukan kolaborasi pemerintah pusat dan daerah, ada provinsi dan kabupaten/kota. Insya Allah banyak jalan yang kami perjuangkan bareng warga Jatim," ucapnya.
La Nyalla dipilih secara aklamasi oleh anggota DPD RI Gugus Barat 2, yang terdiri dari 32 senator asal Lampung, Pulau Jawa, dan Pulau Bali, dalam persidangan subwilayah yang berlangsung di Ruang Komite 2, Gedung B, Komplek Parlemen DPR-MPR RI, Selasa (2/10).
Keputusan aklamasi diambil karena dukungan kepada La Nyalla telah melebihi 50 persen sehingga sesuai tata tertib pemilihan tidak diperlukan lagi voting.
Selanjutnya pada persidangan paripurna, sebanyak 136 anggota DPD RI akan memilih siapa dari empat utusan dari empat gugus subwilayah tersebut sebagai Ketua DPD.
La Nyalla lahir dengan nama lengkap La Nyalla Mahmud Matalitti. Ayahnya, Mahmud Mattalitti, merupakan dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Sedangkan kakeknya, Haji Mattalitti, merupakan seorang saudagar besar asal Bugis, Sulsel, yang cukup berpengaruh di Surabaya, Jawa Timur.
Meski berasal dari keluarga berkecukupan, rupanya La Nyalla pernah bekerja serabutan. Saat muda, dia juga dikenal dengan sifat bengal hingga akhirnya menjelma sebagai sosok pengusaha berpengaruh di Surabaya.
Pamor La Nyalla kian mencuat saat berkiprah di PSSI. Pria kelahiran 10 Mei 1959 itu pernah menjabat sebagai Ketua Umum PSSI periode 2015 - 2016, sebelum akhirnya lengser.
Di bawah pimpinan La Nyalla, PSSI telah dihadapkan pada pembekuan atas sanksi yang diberikan oleh Menpora Imam Nahrawi akibat kebijakan PSSI soal hasil rekomendasi BOPI (Badan Olahraga Profesional Indonesia) yang tidak meloloskan Arema Malang dan Persebaya Surabaya.
Di tengah konflik tersebut, muncul kasus dugaan korupsi yang menjerat La Nyalla. Ia diduga menyelewengkan dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur tahun 2011 - 2014 saat menjadi pengusaha dan sebagai Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Jatim.
La Nyalla kemudian ditetapkan tersangka. Kongres Luar Biasa PSSI memutuskan untuk memaksa mundur La Nyalla usai dirinya ditetapkan sebagai tersangka. Namun, majelis hakim memvonis bebas Ketua Pemuda Pancasila Jatim itu, dalam persidangan yang digelar Pengadilan Tipikor pada 27 Desember 2016.
Pilkada Jatim
Pada Januari 2018, La Nyalla kembali jadi sorotan publik setelah ia terlibat konflik dengan Partai Gerindra, terkait isu mahar politik sebesar Rp40 miliar untuk pencalonan dirinya sebagai Calon Gubernur Jawa Timur.
Akibat hal tersebut, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Timur sampai membuat surat panggilan kepada La Nyalla yang saat itu menjabat sebagai Ketua Kadin Jawa Timur untuk mengklarifikasi pernyataannya terkait mahar politik yang diduga diminta oleh Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Bawaslu memanggil La Nyalla melalui surat pemanggilan bernomor: 011/K.JI/PM.01.01/1/2018 tertanggal 12 Januari 2018.
La Nyalla, yang juga kader Partai Gerindra, mengaku dimintai Rp40 miliar oleh Prabowo Subianto di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, untuk membayar saksi pilkada. Dana ini juga menjadi syarat dia kelak menerima rekomendasi Gerindra untuk maju sebagai calon kepala daerah di Jawa Timur.
Jika dana itu tidak diserahkan sebelum 20 Desember 2017, dia tidak akan mendapatkan rekomendasi Gerindra untuk maju pada Pilkada Jatim 2018.
Namun, La Nyalla hanya mengirim utusan ke Badan Pengawas Pemilu Provinsi Jatim terkait klarifikasi dugaan partai politik menerima imbalan dalam proses pencalonan pilkada.
Beberapa bulan kemudian, La Nyalla mendaftarkan diri menjadi sebagai bakal calon anggota DPD RI periode 2019 - 2024 di Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jawa Timur pada bulan Juli 2018 lalu.
Dia bersaing dengan 29 nama bakal calon lainnya untuk memperebutkan empat kursi senator yang mewakili daerah pemilihan Jawa Timur.
La Nyalla pun berhasil meraih lebih dari 2,2 juta suara pemilih pada Pemilu Anggota DPD 2019 di Daerah Pemilihan Jatim.
"Terima kasih kepada rakyat Jatim yang telah memberi kepercayaan kepada saya untuk menjalankan amanah ini," ujarnya.
Berdasarkan data salinan yang diperoleh dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jawa Timur, La Nyalla mendapatkan total 2.267.058 suara.
Raihan tersebut menempatkan mantan Ketua Umum PSSI itu duduk di peringkat kedua setelah Evi Zainal Abidin yang meraup 2.416.663 suara.
Selain La Nyalla dan Evi Zainal Abidin, dua calon anggota DPD lainnya yang dinyatakan lolos dari Dapil Jatim adalah Ahmad Nawardi (1.414.478 suara) dan Adilla Azis (1.322.755 suara).
Menurut La Nyalla, perolehan suara yang diraihnya merupakan amanah berat. Dia juga memohon restu dari rakyat Jatim serta berjanji tidak akan mengkhianati kepercayaan tersebut.
Salah satu program utama ke depan yang diusungnya adalah penguatan ekonomi rakyat berskala kecil dan mikro di Jawa Timur, serta berjanji akan menyinergikan program itu dengan berbagai pemangku kepentingan.
"Advokasi kebijakan di tingkat pusat akan membuka banyak jalan bagi kesejahteraan masyarakat Jatim. Nanti akan dilakukan kolaborasi pemerintah pusat dan daerah, ada provinsi dan kabupaten/kota. Insya Allah banyak jalan yang kami perjuangkan bareng warga Jatim," ucapnya.